SEJARAH PERADABAN ISLAM DI INDONESIA, IMPERIALISME BARAT DAN KEBANGKITAN KEMBALI DUNIA ISLAM
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut Tarikh, berasal
dari akar kata ta’rikh dan
taurikh, yang
menurut bahasa berarti
ketentuan masa,
pemberitahuan tentang waktu, dan kadangkala kata tarikhusy-syay-i menunjukkan arti pada tujuan
masa berakhirnya suatu peristiwa. Sedang
menurut istilah berarti
“Keterangan yang telah terjadi di kalangannya
pada
masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Sedangkan
pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang diabadikan
dalam laporan-laporan tertulis dan
dalam ruang lingkup yang luas, dan pokok dari persoalan sejarah senantiasa akan sarat dengan pengalaman-
pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan
masyarakat. Oleh sebab itu, menurut
Sayid Quthub “Sejarah
bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa
itu, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme waktu dan tempat”.
Sejarah juga berasal dari bahasa Arab “Syajarotun” yang artinya pohon. Kalau ditelaah
secara sistematis memang
sejarah hampir sama dengan
pohon yakni mempunyai cabang dan ranting, bermula dari sebuah bibit, kemudian
tumbuh dan berkembang, lalu layu dan tumbang.
Seirama dengan kata sejarah adalah kata silsilah, kisah, hikayat yang
berasal dari bahasa Arab.
Dalam dunia Barat, sejarah disebut Histoire
(Prancis), Historie (Belanda), dan History (Inggris). Dalam bahasa
Yunani berasal dari dua kata yaitu istoria yang berarti ilmu. Menurut Aristoteles,
Istoria diartikan sebagai kajian sistematik mengenai seperangkat gejala alam,
yang dituturkan secara kronologis
maupun tidak kronologis. Pengertian ini masih digunakan dalam bahasa Inggris
yang disebut Natural History. Kata istoria biasanya diperuntukkan
bagi kajian mengenai gejala-gejala, hal ihwal manusia, alam urutan kronologis.
Definisi secara umum kata history berarti “masa lampau umat manusia”. Dalam bahasa Jerman
disebut Geschichte, berasal dari kata
geschehen yang berarti terjadi.
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab
al-Hadharah al-Islamiyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah
al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak
orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” dan “peradaban”. Kebudayaan
adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.[1]
Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih
berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam
seni, sastra, religi dan moral, maka peradaban terrefleksi dalam politik,
ekonomi, dan teknologi.[2]
Dalam definisi peradaban yang dimaksud disini
yakni Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membawa
bangsa Arab yang semula
terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi
bangsa yang maju, dan cepat mengembangkan dunia, membina satu
kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia
hingga sekarang.
Dengan demikian jelaslah bahwa kedatangan Islam mempunyai
makna kemanusiaan yang tinggi, cita-cita
dan semangat Islam adalah
peneguhan kemanusiaan, memperteguh kesetiaan manusia terhadap tugas dan
kewajibannya sebagai wakil Allah di muka bumi. Menurut H.A.R. Gibb, bahwa
Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, Ia adalah peradaban yang sempurna.
Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan
yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.
Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi sejarah peradaban
Islam yakni kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa silam yang diabadikan dimana pada saat itu Islam merupakan
pokok kekuatan dan sebab
timbulnya suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi,
seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang
maju dan kompleks.
Sejak zaman Rasulullah Saw, kebudayaan Islam berkembang terus menerus sejalan dengan
perkembangan pemikiran dan meluasnya kekuatan politik dan daerah penganut
Islam, terbentuk bermacam- macam struktur, ide,
dan lembaga-lembaga dalam politik, lapangan ibadat, lapangan hukum, lapangan
seni, lapangan ekonomi,
lapangan sosial dan bermacam-macam lapangan kebudayaan yang lain. Yang jelas benar menonjol dalam
perkembangan kebudayaan Islam yang berpusat pada al-Qur’an
itu adalah kedinamisannya menyerbu keluar dari
keterbelakangan kebudayaan bangsa Arab, yang hidup terpencil di gurun-gurun pasir yang tandus, dan keluasan berfikir yang mendorongnya.
Yang sangat menarik dalam perkembangan kebudayaan
Islam dari abad ketujuh sampai ketiga belas adalah bagaimana kebudayaan dan agama yang berasal
pada bangsa Arab di gurun
pasir yang miskin dan terpencil dengan pimpinan Nabi
Muhammad Saw dan khalifah- khalifah Rasyidin dan khalifah raja-raja, dan yang
disebut pertama kali dari kebudayaan saat itu adalah ilmu. Sedangkan landasan
dari pembahasan ini yakni “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya,
sementara landasan “kebudayaan Islam” adalah
agama Islam. Jadi dalam Islam,
tidak seperti pada masyarakat
yang menganut agama-agama bumi, agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat
melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia,
maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan.
Sejarah sebagai peristiwa adalah peristiwa yang benar-benar terjadi, seperti turunnya wahyu kepada Nabi
Muhammad SAW, hijrah Nabi, dan lain-lain. Sejarah sebagai kisah adalah
hasil rekonstruksi para sejarawan, biasanya
diterbitkan dalam sebuah
buku.[3] Penulis buku sejarah tersebut biasanya berbeda-beda penafsiran meskipun
dalam bahasan masalah yang sama.
Sejarah sebagai ilmu dimulai sejak Ibnu Khaldun menulis
buku pada abad ke-14, Muqaddimah. Dalam
buku itu Ibnu Khaldun
menunjuk adanya kritik
terhadap sumber-sumber sejarah dan sebab-sebab kelemahan
yang terdapat pada
para sejarawan. Di Barat kritik
sejarah berkembang sejak abad
ke-17 hingga memperoleh kematangan pada abad ke-19 dengan lahirnya
sejarah ilmiah yang
dipelopori oleh Leopold
von Ranke yang mengatakan bahwa sejarah harus menunjukkan apa yang benar- benar terjadi.[4]
B.
Rumusan
Masalah
berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan
masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah sejarah peradaban islam di
Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan ?
2.
Bagaimanakah Imperialisme Barat dan
Kebangkitan Kembali Dunia Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Peradaban Islam di Indonesia Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan
1.
Sebelum
Kemerdekaan
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama
Hijriyah atau abad ketujuh sampai abad kedelapan Masehi. Ini mungkin
didasarkan pada penemuan batu
nisan seorang wanita
muslimah yang bernama
Fatimah binti Maimun di daerah
dekat Surabaya bertahun
475 H atau 1082 M. Sedang
menurut laporan seorang Musafir Maroko, Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera
Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama Islam yang
bermahzab Syafi’i telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu
berdasarkan bukti ini abad ke XIII dianggap
sebagai awal masuknya agama Islam ke Indonesia.
Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah:
1.
Pesisir Utara pulau Sumatera, yaitu di Peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
2.
Pesisir Utara pulau
Jawa kemudian meluas
ke Maluku yang selama
beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Majapahit.
Pada permulaan abad ke XVII dengan masuk Islam-nya
penguasa kerajaan Mataram, yaitu: Sultan Agung maka kemenangan agama Islam
hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia. Sejak pertengahan abad ke
XIX, agama Islam di Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya
yang Singkretik (mistik).
Setelah banyak orang Indonesia yang mengadakan hubungan
dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah haji, dan sebagiannya ada yang
bermukim bertahun-tahun lamanya.
Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan
sebelum kemerdekaan, yakni:
a.
Pada Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan
Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di
Jawa. Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan
politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu
telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Di kerajaan tersebut agama
Islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaitu
banyaknya nama-nama Islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai
ke-Islam-an.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islam-nya raja Banjar,
perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas
dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar
yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di
kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad
Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.[5]
Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai
kebudayaan Jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang
dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau
paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo
sangatlah berjasa dalam pengembangan agama Islam di pulau Jawa.
Menurut buku Babad Diponegoro, yang dikutip Ruslan
Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan
Mojopahit, setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan Sunan Giri, maksud
agama Islam dan agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda.
Oleh karena itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama
Islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau
pun kekerasan.
b.
Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya pedagang-pedagang Barat ke Indonesia
yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang
beragama Islam, kaum pedagang Barat yang beragama Kristen melakukan misinya
dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih
ungggul daripada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan
kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara. Pada mulanya
mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia
kaya dengan rempah- rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan
tersebut.
Waktu itu kolonial belum berani mencampuri masalah Islam,
karena mereka belum mengetahui ajaran Islam dan bahasa Arab, juga belum
mengetahui sistem sosial Islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan
instruksi kepada para Bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan
pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara di bidang
perkawinan dan kewarisan.
Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan
instruksi ini, dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi,
dengan adanya instruksi kepada Bupati dan Wedana, untuk mengawasi Ulama-ulama
agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur
Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang
dibatasi hanya menangani perkara- perkara perkawinan, kewarisan, perwalian, dan
perwakafan.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi
menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani
membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia, karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh.
Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik Islam. Dengan
politik itu, ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
a)
Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan
kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak
mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
b)
Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum Islam baru bisa diberlakukan
apabila tidak bertentangan dengan adat kebiasaan.
c)
Bidang politik
Orang Islam dilarang membahas
hukum Islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik
kenegaraan dan ketata negaraan.[6]
c.
Pada Masa Kemerdekaan
Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian
sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa
depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat Islam
Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan
cultural, tetapi Islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia menurut versi
Islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, Islam diakui keberadaannya, tetapi
tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di negeri ini.
Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai
dengan pendapat Snouck Hurgronye, Islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau
soal haji perlu diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu
dibatasi. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, Islam telah diberi
tempat tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam
dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya Islam diakui hanya
sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.
2.
Sesudah
Kemerdekaan
a.
Pra Kemerdekaan
Ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat
dijinakkan begitu saja. Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak
mungkin dihadapi dengan perlawanan fisik, tetapi harus melalui pemikiran-
pemikiran dan kekuatan organanisasi, seperti:
-
Budi Utomo (1908)
-
Sarikat Islam (1911)
-
Muhammadiyah (1912)
-
Partai Komunis Indonesia (1914)
-
Taman Siswa (1922)
-
Nahdhatul Ulama (1926)
-
Partai Nasional Indonesia (1927)
Menurut Deliar Noer, selain yang tersebut di atas masih
ada organisasi Islam lainnya yang berdiri pada masa itu, di antaranya adalah:
-
Jamiat Khair (1905)
-
Persyarikatan Ulama ( 1911)
-
Persatuan Islam (1920)
-
Partai Arab Indonesia
(1934)
Organisasi pembaharu terpenting di kalangan organisasi tersebut di atas, adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh
K.H Ahmad Dahlan, dan Nahdhatul Ulama (NU) yang dipelopori oleh K.H Hasyim
Asy’ari.
Untuk mempersatukan pemikiran guna menghadapi kaum
penjajah, maka Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama bersama-sama menjadi sponsor
pembentukan suatu federasi Islam yang baru yang disebut Majelis Islam Ala
Indonesia (Majelis Islam Tertinggi di Indonesia) yang disingkat MIAI, yang
didirikan di Surabaya pada tahun 1937.
Masa pemerintahan Jepang, ada tiga pranata sosial yang
dibentuk oleh pemerintahan Jepang yang menguntungkan kaum Muslim di Indonesia,
yaitu:
a)
Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan
Pribumi zaman Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober
1943.
b)
Masyumi, (Majelis Syura Muslimin Indonesia) menggantikan MIAI
yang dibubarkan pada bulan Oktober 1943. Tujuan didirikannya adalah selain untuk
memperkokohkan Persatuan Umat Islam di Indonesia, juga untuk meningkatkan
bantuan kaum Muslimin kepada usaha peperangan Jepang.
c)
Hizbullah, (Partai Allah atau Angkatan Allah) semacam organisasi militer
untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi inilah
yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Organisasi-organisasi yang muncul pada masa sebelum
kemerdekaan masih tetap berkembang di masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah,
Nahdhatul Ulama, Masyumi dan lain-lain. Namun ada gerakan-gerakan Islam yang
muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir Orde Lama.
Gerakan kekerasan yang bernada Islam ini terjadi
diberbagai daerah di Indonesia di antaranya:
-
Di Jawa Barat, pada tahun 1949 – 1962
-
Di Jawa Tengah, pada tahun 1965
-
Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965
-
Di Kalimantan, berakhir pada tahun
1963
-
Dan di Aceh, pada tahun 1953 yang
berakhir dengan kompromi pada tahun 1957.[7]
B.
Imperialisme
Barat dan Kebangkitan Kembali Dunia Islam
Periode modern dalam sejarah Islam
bermula dari tahun 1800 M dan berlangsung sampai sekarang. Di
awal periode ini kondisi Dunia Islam secara politis
berada di bawah
penetrasi kolonialisme. Menjelang pertengahan kedua abad ke-13 H/abad ke-19 M, muncul suatu
gerakan reformasi di dunia Islam, yang meliputi Iran, Mesir, Syria, Libanon,
Afrika Utara, Turki, Afghanistan, dan India. Pada abad ini para reformator
mengemukakan ide-ide dan teori-teori reformasi mereka. Gerakan-gerakan ini timbul
setelah masa stagnasi yang panjang selama beberapa abad, dan merupakan refleksi
reaksi terhadap penjajahan politik, ekonomi, dan kultural Barat, yang dikenal sebagai
suatu “kebangkitan atau kelahiran kembali
dalam dunia Islam”,
Baru pada pertengahan abad ke-20 M Dunia Islam bangkit memerdekakan negerinya dari penjajahan Barat.
Periode ini memang
merupakan zaman kebangkitan kembali Islam, setelah mengalami kemunduran di periode pertengahan. Pada periode ini mulai bermunculan
pemikiran pembaharuan dalam Islam.
Gerakan pembaharuan ini muncul karena dua hal:
1.
Timbulnya kesadaran di kalangan Ulama bahwa banyak ajaran-ajaran
“asing” yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. Ajaran-ajaran
ini bertentangan dengan semangat
ajaran Islam yang sebenarnya,
seperti bid’ah, khurafat
dan tahyul. Oleh karena itu mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari
ajaran atau paham seperti itu. Gerakan ini dikenal
sebagai gerakan reformasi.
2.
Pada periode ini Barat mendominasi
dunia di bidang politik dan peradaban. Persentuhan dengan Barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit
dengan mencontoh Barat dalam
masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power.[8]
Sebagaimana telah disebutkan, ketika tiga kerajaan besar
Islam sedang mengalami kemunduran di abad ke-18, Eropa Barat mengalami kemajuan
dengan pesat. Kerajaan Safawiyah mengalami kemunduran, karena tidak hanya
mendapat serangan dari kerajaan Turki, tetapi juga mendapat serangan dari
kalangan Dinasti yang tunduk pada Safawiyah yang ingin merdeka, yaitu
berturut-turut Raja Afganistan, sehingga pada tahun 1722 M berhasil menduduki
Asfahan, kemudian disusul oleh serangan Dinasti Zand yang pada tahun 1750 M
berhasil menguasai seluruh Persia. Maka berakhirlah kekuasaan kerajaan Safawiyah
di pertengahan abad ke-18.
Di belahan kerajaan Mughal juga dilanda kemunduran,
tepatnya pada pemerintahan setelah Aurangzeb, yaitu mendapat serangan dari
masyarakat Hindu. Di antaranya pemberontakan Sikh yang dipimpin oleh Guru Tegh
Mahabur Dean, guru Gobind Singh. Pada awal paruh kedua abad ke-19 M kerajaan
Mughal hancur di tangan Inggris yang kemudian mengambil alih kekuasaan di anak
benua India.
Kekuatan Islam terakhir yang masih disegani oleh lawan
tinggal kerajaan Usmani di Turki. Akan tetapi yang terakhir ini pun terus
mengalami kemunduran demi kemunduran, sehingga dijuluki sebagai the sick man of
Europe, orang sakit dari Eropa. Dalam periode kerajaan Usmani peradaban Islam
mendapat perlawanan dari dua arah, yaitu dari dalam, berupa perlawanan dari
orang Islam sendiri, dan dari luar, berupa serangan balik dari Eropa khususnya
kerajaan Kristen.
Dari dalam, kerajaan Usmani dilanda konflik antara
penguasa Turki dan perlawanan dari daerah kekuasaannya yang menuntut merdeka,
seperti Mesir dan negara Arab lainnya. Karena pada waktu itu Turki dipandangnya
bukan sebagai Khalifah yang melindungi Islam, tetapi tidak lebih sebagai
kerajaan yang hanya mementingkan kekuasaan, bahkan kehidupan dalam Istana tidak
kelihatan corak keislamanya, yang ada hanyalah kemewahan. Sehingga dengan
demikian pecahlah peperangan dengan kerajaan
Safawiyah yang berkepanjangan sampai runtuhnya Usmani secara total. Di antara peperangan itu adalah peperangan
yang memperebutkan wilayah Irak pada abad ke-18, ada yang berpendapat
peperangan itu merupakan peperangan ideologis antara Sunni dan Syiah.
Kemerosotan Kesultanan Turki Usmani
semakin cepat setelah mendapat serangan dari Dunia Barat, sehingga daerah kekuasaannya satu persatu jatuh kembali
ke tangan Kristen.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kelemahan kerajaan- kerajaan Islam tersebut telah menyebabkan Eropa dapat
menguasai, menduduki dan menjajah
negeri-negeri Islam dengan
mudah.
1.
Renaisans
di Eropa
Pada awal kebangkitannya, Eropa menghadapi tantangan yang
sangat berat, karena ia harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan perang Islam
yang sulit dikalahkan, terutama kerajaan Usmani yang berpusat di Turki. Tidak
ada jalan lain, mereka harus menembus lautan yang dianggap sebagai pembatas
ruang gerak mereka. Setelah jalan melalui laut telah ditemukan oleh Cristoper
Colombus (1492 M) menemukan benua Amerika dan Vasco da Gama menemukan jalan ke
Timur melalui Tanjung Harapan (1498 M) benua Amerika dan kepulauan Hindia
segera jatuh ke bawah kekuasaan Eropa, maka Eropa tidak lagi tergantung kepada
jalur lama yang dikuasai umat Islam sehingga perdagangan maju di Eropa.[9]
Kemudian terjadilah perputaran nasib dalam sejarah seluruh umat manusia.
Negeri-negeri Islam yang pertama dapat dikuasai Barat
adalah negeri Islam di Asia Tenggara dan di Anak Benua India, kemudian negeri-negeri
Islam di Timur Tengah
yang berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Usmani, karena
meskipun mengalami kemuduran, ia masih disegani dan dipandang masih cukup kuat untuk berhadapan dengan
kekuatan militer Eropa waktu itu.
Dengan jatuhnya kerajaan Mughal ke tangan Hindu, maka
sempurnalah kemunduran Dunia Islam, sebaliknya Dunia Barat makin kuat dan suka
menerkam Dunia Islam, karena itu satu persatu Dunia Islam dikuasai oleh Barat.
Masa itu populer disebut zaman imprialisme, inilah masa arus balik pengaruh
Islam di Eropa, sebab Islam-lah yang menghantarkan Barat memasuki masa
kebangkitan kembali (renaisans). Sedangkan Islam sendiri saat itu terperangkap
dalam kemewahan dan kekuasaan belaka, sehingga lalai dalam mengembangkan
kebudayaan dan peradabannya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena itu dapatlah dikatakan bahwa kekalahan Dunia Islam pada zaman Tiga
Kerajaan Besar itu disebabkan oleh keadaan dimana Dunia Islam mengabaikan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.
Imperialisme
Barat terhadap Dunia Islam
Dengan melemahnya kekuatan politik dan militer Islam maka
lahirlah babak baru dalam sejarah Dunia Islam, yaitu babak penjajahan Barat
terhadap Dunia Islam, sebagai counter gerakan Dunia Islam yang terwujud dalam
gerakan sporadis dari setiap wilayah yang dijajah karena ingin merdeka, sebab
kekuatan integratif maupun kordinatif yang mempersatukan Islam sudah tidak
mendapat legitimasi dari masyarakat Islam. Sementara itu, masa depan Islam
bertumpu pada sejauh mana kekuatan Islam melakukan perlawanan, kendati bersifat
lokal.
India ketika berada pada masa pemerintahan Mughal adalah
negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal itu mengundang Eropa, yang sedang
mengalami kemajuan berdagang kesana. Awal abad ke-17, Inggris dan Belanda mulai
menginjakkan kaki di India. Tahun 1611 M, Inggris mendapat izin menanamkan
modal, dan tahun 1617 M Belanda mendapat izin yang sama. Akhirnya, pada tahun
1899 M kesultanan Muslim Baluchistan jatuh ke bawah kekuasaan India-Inggris,
yang memang sebelumnya telah diincarnya.
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru mulai berkembang,
merupakan daerah rempah-rempah terkenal pada masa itu dan menjadi ajang
perebutan negara-negara Eropa. Kekuatan Eropa malah lebih awal menancapkan kekuasaannya
di negeri ini. Hal ini dimungkinkan karena dibandingkan dengan Mughal,
kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara lebih lemah sehingga dengan mudah
dapat ditaklukkan.
Kerajaan Islam Malaka yang berdiri pada awal abad ke-15 M
di Semenanjung Malaya yang strategis dan merupakan kerajaan Islam kedua di Asia
Tenggara setelah Samudera Pasai, ditaklukkan Portugis tahun 1511 M. Pada tahun
1521 M, Spanyol datang ke Maluku dengan tujuan dagang. Spanyol berhasil
menguasai Filipina, termasuk di dalamnya beberapa kerajaan Islam, seperti
Kesultanan Manguindanao, Kesultanan Buayan, dan Kesultanan Sulu. Bahkan, pada
abad ke-19 M, Inggris menguasai seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang tidak
terlalu lama.
Sebagaimana di India, di Asia Tenggara kekuasaan politik
negara- negara Eropa berlanjut terus sampai pertengahan abad ke-20 M, ketika
negeri-negeri tersebut memerdekakan diri dari kekuasaan asing. Ekspansi Barat
ke Timur Tengah dimulai ketika Kerajaan Usmani mengalami kemunduran, sementara
Barat mengalami kemajuan di segala bidang, seperti perdagangan, ekonomi,
industri perang dan teknologi militer. Meskipun demikian, nama besar Turki
Usmani masih disegani oleh Eropa Barat sehingga mereka tidak melakukan
penyerangan ke wilayah- wilayah kekuasaan kerajaan Islam. Namun, kekalahan
besar Kerajaan Usmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina tahun 1683 M
menyadarkan Barat bahwa Kerajaan Usmani telah mundur jauh sekali. Sejak itulah
Kerajaan Usmani berulangkali mendapat serangan-serangan besar dari Barat.
3.
Kebangkitan
Kembali Dunia Islam
Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah
menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Yang
pertama merasakan hal itu di antaranya, Turki Usmani, karena kerajaan ini yang
pertama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang -
pejuang Turki banyak belajar dari Eropa.
Pada pertengahan abad ke-20 M Dunia Islam bangkit
memerdekakan negerinya dari penjajahan Barat. Periode ini merupakan zaman
kebangkitan kembali Islam, setelah mengalami kemunduran di periode pertengahan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kebangkitan Islam
adalah kristalisasi kesadaran keimanan dalam membangun tatanan seluruh aspek
kehidupan yang berdasar atau yang sesuai dengan prinsip Islam. Makna ini
mempunyai implikasi kewajiban bagi umat Islam untuk mewujudkannya melalui
gerakan-gerakan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam dikenal
dengan sebutan gerakan pembaharuan. Pada periode ini mulai bermunculan
pemikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu muncul karena dua
hal, antara lain:
1.
Timbulnya kesadaran di kalangan Ulama bahwa
banyak ajaran- ajaran “asing” yang masuk dan diterima sebagai
ajaran Islam.
Ajaran-ajaran tersebut bertentangan dengan semangat
ajaran Islam yang sebenarnya, seperti bid’ah, khurafat dan takhyul. Ajaran
inilah yang menyebabkan Islam menjadi mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit
membersihkan Islam dari ajaran atau paham tersebut. Gerakan ini dikenal sebagai
gerakan reformasi.
Adapun gerakan-gerakan pembaharuan tersebut sebagai
berikut:
a.
Gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul al-Wahhab (1703 - 1787 M) di Arabia.
b.
Grakan Syah Waliyullah
(1703 - 1762 M) di India.
c.
Gerakan Sanusiyyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh
Said Muhammad Sanusi dari Aljazair.
2.
Pada periode ini Barat mendominasi Dunia di
bidang politik dan peradaban.
Persentuhan dengan Barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam
akan ketinggalan mereka. Karena itu, mereka bangkit dengan mencontoh Barat
dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power.
Adapun langkah yang diambil berupa pengiriman para
pelajar Muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk
menimba ilmu pengetahuan dan menerjemahkan karya-karya Barat ke dalam bahasa
Islam. Gerakan pembaharuan itu kemudian memasuki Dunia politik. Gagasan politik
yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (persatuan Islam sedunia)
yang mula- mula didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun,
gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh Jamaluddin al- Afghani
(1839-1897 M). Al-Afghani adalah orang pertama yang menyadari akan dominasi
Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia memperingatkan Dunia Islam akan hal itu
dan melakukan usaha-usaha untuk pertahanan. Menurutnya, umat Islam harus
meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Di
samping itu, ia juga membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri
Islam. Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai bapak Nasionalisme dalam Islam.
Di Mesir, benih-benih gagasan nasionalisme tumbuh sejak
masa al-Tahtawi (1801-1873 M) dan Jamaluddin al-Afghani. Tokoh pergerakan
terkenal yang memperjuangkan gagasan ini di Mesir adalah Ahmad Urabi Pasha.
Syekh Muhammad Abduh sebagai seorang reformator di dunia Sunni, adalah murid
dan pengikut al-Afghani. Di Syria muncul reformator Sunni, Syekh Abdurrahman
Kawakibi, salah seorang pengikut Muhammad Abduh dan secara tidak langsung
pengikut al-Afghani.
Di bagian Arab lainnya lahir gagasan nasionalisme Arab
yang segera menyebar dan mendapat sambutan baik, sehingga nasionalisme
terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Demikian ini yang terjadi di Mesir,
Syiria, Libanon, Palestina, Irak, Hijaz, Afrika Utara, Bahrein dan Kuwait.
Semangat persatuan Arab ini diperkuat pula oleh usaha Barat untuk mendirikan
negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab dan di negeri yang mayoritas dihuni
Arab.
Di India, gagasan Pan-Islamisme dikenal dengan gerakan
khilafat. Syed Amir Ali (1848-1928 M) adalah salah seorang pelopornya. Namun
gerakan ini akhirnya pudar, yang populer adalah gerakan nasionalisme yang
diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Gagasan nasionalisme ini pun
akhirnya ditinggalkan berubah menjadi Islamisme. Benih-benih gagasan Islamisme
dilontarkan oleh Sayyid Ahmad Khan (1817–1898 M), kemudian mengkristal pada
masa Iqbal (1876–1938 M) dan Muhammad Ali Jinnah (1876–1948 M).[10]
Sedangkan di Indonesia, partai politik besar yang
menentang penjajahan adalah Sarekat Islam (SI), didirikan tahun 1921 di bawah
pimpinan HOS Tjokroaminoto. Partai ini merupakan kelanjutan dari Sarekat Dagang
Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun 1911. Kemudian berdirilah
partai-partai politik lainnya, seperti Partai Nasional Indonesia (PNI),
didirikan oleh Sukarno (1927), Pendidikan Nasional Indonesia (PNI - baru),
didirikan oleh Mohammad Hatta (1931), Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) yang
menjadi partai politik tahun 1932, dipelopori oleh Mukhtar Luthfi. Demikianlah
gagasan-gagasan nasionalisme dan gerakan-gerakan untuk membebaskan diri dari
kekuasaan penjajah Barat yang kafir juga bangkit di negeri-negeri Islam
lainnya.
Mencermati akselarasi kebangkitan Dunia Islam pada masa
yang akan datang, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Pertama, tantangan yang dihadapi
oleh Dunia Islam, di antaranya adalah gerakan kristenisasi yang digarap secara
besar-besaran dalam Dunia Islam, khususnya yang terkategori melarat. Gerakan
zionisme yang mendapat dukungan politik dan dana dari Dunia Barat kapitalisme
dan komunisme yang seringkali berkolaborasi dengan elite militer yang sedang
berkuasa dan sekularisme yang menggarap Dunia Islam melalui gerakan pemikiran
dan intelektual. Gejala ini dapat dilihat dalam kebijakan negara yang memarginalkan
kelompok elite agama dalam pemerintahan. Dan dapat pula dilihat semakin
banyaknya sarjana Muslim (IAIN) ke Dunia Barat dengan harapan
men-deislamisasikan masyarakat secara pemikirannya.
Kedua, kelemahan Dunia Islam, di
antaranya, lemahnya pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta lemahnya
penguasaan terhadap Islam itu sendiri, misalnya banyaknya umat Islam yang belum
bisa menguasai pemahaman al-Qur’an, bahkan banyak pula yang buta huruf membaca
al-Qur’an. Pertanyaannya, bagaimana Islam bisa bangkit kalau memahami ajarannya
saja kurang sempurna. Ketiga, salahnya Dunia Barat dalam memahami Islam, sebab
mereka memahami Islam bukan dari sumbernya tetapi dari prilaku-prilaku pemeluk
Islam yang salah pula.
Pendek kata kebangkitan Dunia Islam akan lahir apabila
pemahaman dan komitmen terhadap ajaran Islam merata di kalangan masyarakat
Islam, sehingga dalam diri mereka tersimpul keinginan untuk mengaktualkan Islam
dalam pentas kehidupan bernegara. Hal lain yang tak kalah penting adalah
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa dua kriteria itu tidak mungkin
lahir kebangkitan Islam kembali.
4.
Kemerdekaan
Negara-Negara Islam dari Penjajahan Barat
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan
berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam
perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka. Dalam kenyataannya,
partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah.
Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan, antara lain:
1.
Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2.
Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut
dan mengisi kemerdekaan.
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan
kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia
merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua.
Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan
dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya
benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika, tepatnya Lybia merdeka, Sudan
dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962. Semuanya membebaskan diri dari
Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara, Yaman Selatan dan
Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula.
Demikianlah, satu persatu negeri-negeri Islam
memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan, beberapa diantaranya baru mendapat
kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negera Islam yang dulunya
bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan,
Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992, dan Bosnia memerdekakan diri dari
Yugoslavia pada tahun 1992.[11]
BAB III
KESIMPULAN
Ada tiga tahapan “masa” yang
dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni:
a.
Pada Masa Kesultanan. Daerah yang sedikit
sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di
Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama Islam secara mendalam mempengaruhi
kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di
daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang
lebih murni. Di kerajaan tersebut agama Islam tertanam kuat sampai Indonesia
merdeka. Salah satu buktinya yaitu banyaknya nama-nama Islam dan
peninggalan-peninggalan yang bernilai ke-Islam-an.
b.
Pada Masa Penjajahan. Dengan datangnya
pedagang-pedagang Barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang
Arab, Persia, dan India yang beragama Islam, kaum pedagang Barat yang beragama
Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi
persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia.
c.
Pada Masa Kemerdekaan. Terdapat asumsi yang
senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian
dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian
pula halnya dengan kenyataan umat Islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat
dipengaruhi masa lalunya.
Organisasi-organisasi yang muncul
pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di masa kemerdekaan,
seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Masyumi dan lain-lain. Namun ada
gerakan-gerakan Islam yang muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir Orde Lama.
Gerakan ini adalah DI/TII yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan
cita-cita negara Islam Indonesia.
Usaha untuk memulihkan kembali
kekuatan Islam dikenal dengan sebutan gerakan pembaharuan. Pada periode ini
mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu
muncul karena dua hal, antara lain:
1.
Timbulnya kesadaran di kalangan Ulama bahwa
banyak ajaran- ajaran “asing” yang masuk dan diterima sebagai
ajaran Islam.
2.
Pada periode ini Barat mendominasi Dunia di bidang
politik dan peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
A.I. Sabra, dkk., 2001. Sumbangan
Islam Kepada Sains dan Peradaban Dunia
Bandung: Nuansa.
Ahmad
Amin, 1975. Fajr al-Islam, Kairo: Maktabat al- Nahdhat.
Badri
Yatim, 2003. Sejarah Peradaban Islam . Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dewan Redaksi. 1999. Ensiklopedi Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Harun Nasution, 1975. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
K.
Ali, 1991. Sejarah Islam: Tarikh
Pramodern. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
M.
Solikhin, 2005. Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rosail.
Siti Zubaidah. 2016.
Sejarah Peradaban Islam, Medan : Perdana Mulya Sarana.
[1] M. Solikhin, Sejarah
Peradaban Islam, (Semarang: Rosail, 2005), hlm. 23
[2] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003); hlm. 12
[3] Ibid,
hlm. 25
[4]
A.I. Sabra, dkk., Sumbangan Islam Kepada
Sains dan Peradaban Dunia (Bandung:
Nuansa, 2001.
[5] K. Ali, Sejarah Islam: Tarikh Pramodern (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 1991), h. 122-123.
[6] Ahmad Amin,
Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabat al-Nahdhat , 1975), h. 252.
[7] Siti Zubaidah. Sejarah Peradaban Islam, Medan : Perdana Mulya Sarana, 2016, hlm. 226
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Op.cit.,
h. 173-174
[9] Dewan Redaksi.
Ensiklopedi Islam, Jakarta, Raja
Grafindo Persada,
1999, hlm. 56
[10] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975, hlm. 165-205.
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam . Op, Cit.,, hlm. 187-189.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar