MAKALAH PERLINDUNGAN KONSUMEN

  BAB I PENDAHULUAN   A.     Latar Belakang Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk  sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir. Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara  Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini ialah perusahaan koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. [1]   B.      Rumusan ...

SEJARAH PERADABAN ISLAM DI INDONESIA, IMPERIALISME BARAT DAN KEBANGKITAN KEMBALI DUNIA ISLAM

 

BAB I
PENDAHULUAN

 

A.           Latar Belakang Masalah

Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut Tarikh, berasal dari akar kata ta’rikh dan taurikh, yang menurut bahasa berarti ketentuan masa, pemberitahuan tentang waktu, dan kadangkala kata tarikhusy-syay-i menunjukkan arti pada tujuan masa berakhirnya suatu peristiwa. Sedang menurut istilah berarti “Keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Sedangkan pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas, dan pokok dari persoalan sejarah senantiasa akan sarat dengan pengalaman- pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Sayid Quthub “Sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme waktu dan tempat”.

Sejarah juga berasal dari bahasa Arab “Syajarotun” yang artinya pohon. Kalau ditelaah secara sistematis memang sejarah hampir sama dengan pohon yakni mempunyai cabang dan ranting, bermula dari sebuah bibit, kemudian tumbuh dan berkembang, lalu layu dan tumbang. Seirama dengan kata sejarah adalah kata silsilah, kisah, hikayat yang berasal dari bahasa Arab.

Dalam dunia Barat, sejarah disebut Histoire (Prancis), Historie (Belanda), dan History (Inggris). Dalam bahasa Yunani berasal dari dua kata yaitu istoria yang berarti ilmu. Menurut Aristoteles, Istoria diartikan sebagai kajian sistematik mengenai seperangkat gejala alam, yang dituturkan secara kronologis maupun tidak kronologis. Pengertian ini masih digunakan dalam bahasa Inggris yang disebut Natural History. Kata istoria biasanya diperuntukkan bagi kajian mengenai gejala-gejala, hal ihwal manusia, alam urutan kronologis.

Definisi secara umum kata history berarti “masa lampau umat manusia”. Dalam bahasa Jerman disebut Geschichte, berasal dari kata geschehen yang berarti terjadi.

Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadharah al-Islamiyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” dan “peradaban”. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.[1] Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi dan moral, maka peradaban terrefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.[2]

Dalam definisi peradaban yang dimaksud disini yakni Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju, dan cepat mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.

Dengan demikian jelaslah bahwa kedatangan Islam mempunyai makna kemanusiaan yang tinggi, cita-cita dan semangat Islam adalah peneguhan kemanusiaan, memperteguh kesetiaan manusia terhadap tugas dan kewajibannya sebagai wakil Allah di muka bumi.  Menurut H.A.R. Gibb, bahwa Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, Ia adalah peradaban yang sempurna. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.

Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi sejarah peradaban Islam yakni kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa silam yang diabadikan dimana pada saat itu Islam merupakan pokok kekuatan dan sebab timbulnya suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.

Sejak zaman Rasulullah Saw, kebudayaan Islam berkembang terus menerus sejalan dengan perkembangan pemikiran dan meluasnya kekuatan politik dan daerah penganut Islam, terbentuk bermacam- macam struktur, ide, dan lembaga-lembaga dalam politik, lapangan ibadat, lapangan hukum, lapangan seni, lapangan ekonomi, lapangan sosial dan bermacam-macam lapangan kebudayaan yang lain. Yang jelas benar menonjol dalam perkembangan kebudayaan Islam yang berpusat pada al-Qur’an itu adalah kedinamisannya menyerbu keluar dari keterbelakangan kebudayaan bangsa Arab, yang hidup terpencil di gurun-gurun pasir yang tandus, dan keluasan berfikir yang mendorongnya.

Yang sangat menarik dalam perkembangan kebudayaan Islam dari abad ketujuh sampai ketiga belas adalah bagaimana kebudayaan dan agama yang berasal pada bangsa Arab di gurun pasir yang miskin dan terpencil dengan pimpinan Nabi Muhammad Saw dan khalifah- khalifah Rasyidin dan khalifah raja-raja, dan yang disebut pertama kali dari kebudayaan saat itu adalah ilmu. Sedangkan landasan dari pembahasan ini yakni “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara landasan “kebudayaan Islam” adalah agama Islam. Jadi dalam Islam, tidak seperti pada masyarakat yang menganut agama-agama bumi, agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan.

Sejarah sebagai peristiwa adalah peristiwa yang benar-benar terjadi, seperti turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, hijrah Nabi, dan lain-lain. Sejarah sebagai kisah adalah hasil rekonstruksi para sejarawan, biasanya diterbitkan dalam sebuah buku.[3] Penulis buku sejarah tersebut biasanya berbeda-beda penafsiran meskipun dalam bahasan masalah yang sama.

Sejarah sebagai ilmu dimulai sejak Ibnu Khaldun menulis buku pada abad ke-14, Muqaddimah. Dalam buku itu Ibnu Khaldun menunjuk adanya kritik terhadap sumber-sumber sejarah dan sebab-sebab kelemahan yang terdapat pada para sejarawan. Di Barat kritik sejarah berkembang sejak abad ke-17 hingga memperoleh kematangan pada abad ke-19 dengan lahirnya sejarah ilmiah yang dipelopori oleh Leopold von Ranke yang mengatakan bahwa sejarah harus menunjukkan apa yang benar- benar terjadi.[4]

 

B.            Rumusan Masalah

berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :

1.        Bagaimanakah sejarah peradaban islam di Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan ?

2.        Bagaimanakah Imperialisme Barat dan Kebangkitan Kembali Dunia Islam ?

 


 

BAB II
PEMBAHASAN

 

A.           Sejarah Peradaban Islam di Indonesia Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan

1.             Sebelum Kemerdekaan

Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau abad ketujuh sampai abad kedelapan Masehi. Ini mungkin didasarkan pada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun di daerah dekat Surabaya bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang Musafir Maroko, Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama Islam yang bermahzab Syafi’i telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke XIII dianggap sebagai awal masuknya agama Islam ke Indonesia.

Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah:

1.             Pesisir Utara pulau Sumatera, yaitu di Peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.

2.             Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Majapahit.

Pada permulaan abad ke XVII dengan masuk Islam-nya penguasa kerajaan Mataram, yaitu: Sultan Agung maka kemenangan agama Islam hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia. Sejak pertengahan abad ke XIX, agama Islam di Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang Singkretik (mistik).

Setelah banyak orang Indonesia yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah haji, dan sebagiannya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.

Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni:

a.        Pada Masa Kesultanan

Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Di kerajaan tersebut agama Islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaitu banyaknya nama-nama Islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai ke-Islam-an.

Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islam-nya raja Banjar, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.[5]

Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan Jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama Islam di pulau Jawa.

Menurut buku Babad Diponegoro, yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojopahit, setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan Sunan Giri, maksud agama Islam dan agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama Islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau pun kekerasan.

b.        Pada Masa Penjajahan

Dengan datangnya pedagang-pedagang Barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama Islam, kaum pedagang Barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah- rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.

Waktu itu kolonial belum berani mencampuri masalah Islam, karena mereka belum mengetahui ajaran Islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem sosial Islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para Bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara di bidang perkawinan dan kewarisan.

Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini, dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada Bupati dan Wedana, untuk mengawasi Ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara- perkara perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.

Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik Islam. Dengan politik itu, ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:

a)        Bidang agama murni atau ibadah

Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.

b)        Bidang sosial kemasyarakatan

Hukum Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adat kebiasaan.

c)        Bidang politik

Orang Islam dilarang membahas hukum Islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.[6]

 

c.         Pada Masa Kemerdekaan

Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat Islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.

Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi Islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia menurut versi Islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, Islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di negeri ini.

Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai dengan pendapat Snouck Hurgronye, Islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau soal haji perlu diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu dibatasi. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, Islam telah diberi tempat tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya Islam diakui hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.

 

2.             Sesudah Kemerdekaan

a.        Pra Kemerdekaan

Ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak mungkin dihadapi dengan perlawanan fisik, tetapi harus melalui pemikiran- pemikiran dan kekuatan organanisasi, seperti:

-        Budi Utomo (1908)

-        Sarikat Islam (1911)

-        Muhammadiyah (1912)

-        Partai Komunis Indonesia (1914)

-        Taman Siswa (1922)

-        Nahdhatul Ulama (1926)

-        Partai Nasional Indonesia (1927)

Menurut Deliar Noer, selain yang tersebut di atas masih ada organisasi Islam lainnya yang berdiri pada masa itu, di antaranya adalah:

-        Jamiat Khair (1905)

-        Persyarikatan Ulama ( 1911)

-        Persatuan Islam (1920)

-        Partai Arab Indonesia (1934)

Organisasi pembaharu terpenting di kalangan organisasi tersebut di atas, adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan, dan Nahdhatul Ulama (NU) yang dipelopori oleh K.H Hasyim Asy’ari.

Untuk mempersatukan pemikiran guna menghadapi kaum penjajah, maka Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama bersama-sama menjadi sponsor pembentukan suatu federasi Islam yang baru yang disebut Majelis Islam Ala Indonesia (Majelis Islam Tertinggi di Indonesia) yang disingkat MIAI, yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937.

Masa pemerintahan Jepang, ada tiga pranata sosial yang dibentuk oleh pemerintahan Jepang yang menguntungkan kaum Muslim di Indonesia, yaitu:

a)         Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober 1943.

b)        Masyumi, (Majelis Syura Muslimin Indonesia) menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan Oktober 1943. Tujuan didirikannya adalah selain untuk memperkokohkan Persatuan Umat Islam di Indonesia, juga untuk meningkatkan bantuan kaum Muslimin kepada usaha peperangan Jepang.

c)         Hizbullah, (Partai Allah atau Angkatan Allah) semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Organisasi-organisasi yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Masyumi dan lain-lain. Namun ada gerakan-gerakan Islam yang muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir Orde Lama.

Gerakan kekerasan yang bernada Islam ini terjadi diberbagai daerah di Indonesia di antaranya:

-        Di Jawa Barat, pada tahun 1949 – 1962

-        Di Jawa Tengah, pada tahun 1965

-        Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965

-        Di Kalimantan, berakhir pada tahun 1963

-        Dan di Aceh, pada tahun 1953 yang berakhir dengan kompromi pada tahun 1957.[7]

 

B.            Imperialisme Barat dan Kebangkitan Kembali Dunia Islam

Periode modern dalam sejarah Islam bermula dari tahun 1800 M dan berlangsung sampai sekarang. Di awal periode ini kondisi Dunia Islam secara politis berada di bawah penetrasi kolonialisme. Menjelang pertengahan kedua abad ke-13 H/abad ke-19 M, muncul suatu gerakan reformasi di dunia Islam, yang meliputi Iran, Mesir, Syria, Libanon, Afrika Utara, Turki, Afghanistan, dan India. Pada abad ini para reformator mengemukakan ide-ide dan teori-teori reformasi mereka. Gerakan-gerakan ini timbul setelah masa stagnasi yang panjang selama beberapa abad, dan merupakan refleksi reaksi terhadap penjajahan politik, ekonomi, dan kultural Barat, yang dikenal sebagai suatu “kebangkitan atau kelahiran kembali dalam dunia Islam”,

Baru pada pertengahan abad ke-20 M Dunia Islam bangkit memerdekakan negerinya dari penjajahan Barat. Periode ini memang merupakan zaman kebangkitan kembali Islam, setelah mengalami kemunduran di periode pertengahan. Pada periode ini mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam.

Gerakan pembaharuan ini muncul karena dua hal:

1.        Timbulnya kesadaran di kalangan Ulama bahwa banyak ajaran-ajaran “asing” yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. Ajaran-ajaran ini bertentangan dengan semangat ajaran Islam yang sebenarnya, seperti bid’ah, khurafat dan tahyul. Oleh karena itu mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari ajaran atau paham seperti itu. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan reformasi.

2.        Pada periode ini Barat mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban. Persentuhan dengan Barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power.[8]

Sebagaimana telah disebutkan, ketika tiga kerajaan besar Islam sedang mengalami kemunduran di abad ke-18, Eropa Barat mengalami kemajuan dengan pesat. Kerajaan Safawiyah mengalami kemunduran, karena tidak hanya mendapat serangan dari kerajaan Turki, tetapi juga mendapat serangan dari kalangan Dinasti yang tunduk pada Safawiyah yang ingin merdeka, yaitu berturut-turut Raja Afganistan, sehingga pada tahun 1722 M berhasil menduduki Asfahan, kemudian disusul oleh serangan Dinasti Zand yang pada tahun 1750 M berhasil menguasai seluruh Persia. Maka berakhirlah kekuasaan kerajaan Safawiyah di pertengahan abad ke-18.

Di belahan kerajaan Mughal juga dilanda kemunduran, tepatnya pada pemerintahan setelah Aurangzeb, yaitu mendapat serangan dari masyarakat Hindu. Di antaranya pemberontakan Sikh yang dipimpin oleh Guru Tegh Mahabur Dean, guru Gobind Singh. Pada awal paruh kedua abad ke-19 M kerajaan Mughal hancur di tangan Inggris yang kemudian mengambil alih kekuasaan di anak benua India.

Kekuatan Islam terakhir yang masih disegani oleh lawan tinggal kerajaan Usmani di Turki. Akan tetapi yang terakhir ini pun terus mengalami kemunduran demi kemunduran, sehingga dijuluki sebagai the sick man of Europe, orang sakit dari Eropa. Dalam periode kerajaan Usmani peradaban Islam mendapat perlawanan dari dua arah, yaitu dari dalam, berupa perlawanan dari orang Islam sendiri, dan dari luar, berupa serangan balik dari Eropa khususnya kerajaan Kristen.

Dari dalam, kerajaan Usmani dilanda konflik antara penguasa Turki dan perlawanan dari daerah kekuasaannya yang menuntut merdeka, seperti Mesir dan negara Arab lainnya. Karena pada waktu itu Turki dipandangnya bukan sebagai Khalifah yang melindungi Islam, tetapi tidak lebih sebagai kerajaan yang hanya mementingkan kekuasaan, bahkan kehidupan dalam Istana tidak kelihatan corak keislamanya, yang ada hanyalah kemewahan. Sehingga dengan demikian pecahlah peperangan dengan kerajaan Safawiyah yang berkepanjangan sampai runtuhnya Usmani secara total. Di antara peperangan itu adalah peperangan yang memperebutkan wilayah Irak pada abad ke-18, ada yang berpendapat peperangan itu merupakan peperangan ideologis antara Sunni dan Syiah. Kemerosotan Kesultanan Turki Usmani semakin cepat setelah mendapat serangan dari Dunia Barat, sehingga daerah kekuasaannya satu persatu jatuh kembali ke tangan Kristen.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelemahan kerajaan- kerajaan Islam tersebut telah menyebabkan Eropa dapat menguasai, menduduki dan menjajah negeri-negeri Islam dengan mudah.

1.             Renaisans di Eropa

Pada awal kebangkitannya, Eropa menghadapi tantangan yang sangat berat, karena ia harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan perang Islam yang sulit dikalahkan, terutama kerajaan Usmani yang berpusat di Turki. Tidak ada jalan lain, mereka harus menembus lautan yang dianggap sebagai pembatas ruang gerak mereka. Setelah jalan melalui laut telah ditemukan oleh Cristoper Colombus (1492 M) menemukan benua Amerika dan Vasco da Gama menemukan jalan ke Timur melalui Tanjung Harapan (1498 M) benua Amerika dan kepulauan Hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan Eropa, maka Eropa tidak lagi tergantung kepada jalur lama yang dikuasai umat Islam sehingga perdagangan maju di Eropa.[9] Kemudian terjadilah perputaran nasib dalam sejarah seluruh umat manusia.

Negeri-negeri Islam yang pertama dapat dikuasai Barat adalah negeri Islam di Asia Tenggara dan di Anak Benua India, kemudian negeri-negeri Islam di Timur Tengah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani, karena meskipun mengalami kemuduran, ia masih disegani dan dipandang masih cukup kuat untuk berhadapan dengan kekuatan militer Eropa waktu itu.

Dengan jatuhnya kerajaan Mughal ke tangan Hindu, maka sempurnalah kemunduran Dunia Islam, sebaliknya Dunia Barat makin kuat dan suka menerkam Dunia Islam, karena itu satu persatu Dunia Islam dikuasai oleh Barat. Masa itu populer disebut zaman imprialisme, inilah masa arus balik pengaruh Islam di Eropa, sebab Islam-lah yang menghantarkan Barat memasuki masa kebangkitan kembali (renaisans). Sedangkan Islam sendiri saat itu terperangkap dalam kemewahan dan kekuasaan belaka, sehingga lalai dalam mengembangkan kebudayaan dan peradabannya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dapatlah dikatakan bahwa kekalahan Dunia Islam pada zaman Tiga Kerajaan Besar itu disebabkan oleh keadaan dimana Dunia Islam mengabaikan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

2.             Imperialisme Barat terhadap Dunia Islam

Dengan melemahnya kekuatan politik dan militer Islam maka lahirlah babak baru dalam sejarah Dunia Islam, yaitu babak penjajahan Barat terhadap Dunia Islam, sebagai counter gerakan Dunia Islam yang terwujud dalam gerakan sporadis dari setiap wilayah yang dijajah karena ingin merdeka, sebab kekuatan integratif maupun kordinatif yang mempersatukan Islam sudah tidak mendapat legitimasi dari masyarakat Islam. Sementara itu, masa depan Islam bertumpu pada sejauh mana kekuatan Islam melakukan perlawanan, kendati bersifat lokal.

India ketika berada pada masa pemerintahan Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal itu mengundang Eropa, yang sedang mengalami kemajuan berdagang kesana. Awal abad ke-17, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. Tahun 1611 M, Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan tahun 1617 M Belanda mendapat izin yang sama. Akhirnya, pada tahun 1899 M kesultanan Muslim Baluchistan jatuh ke bawah kekuasaan India-Inggris, yang memang sebelumnya telah diincarnya.

Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru mulai berkembang, merupakan daerah rempah-rempah terkenal pada masa itu dan menjadi ajang perebutan negara-negara Eropa. Kekuatan Eropa malah lebih awal menancapkan kekuasaannya di negeri ini. Hal ini dimungkinkan karena dibandingkan dengan Mughal, kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara lebih lemah sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.

Kerajaan Islam Malaka yang berdiri pada awal abad ke-15 M di Semenanjung Malaya yang strategis dan merupakan kerajaan Islam kedua di Asia Tenggara setelah Samudera Pasai, ditaklukkan Portugis tahun 1511 M. Pada tahun 1521 M, Spanyol datang ke Maluku dengan tujuan dagang. Spanyol berhasil menguasai Filipina, termasuk di dalamnya beberapa kerajaan Islam, seperti Kesultanan Manguindanao, Kesultanan Buayan, dan Kesultanan Sulu. Bahkan, pada abad ke-19 M, Inggris menguasai seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama.

Sebagaimana di India, di Asia Tenggara kekuasaan politik negara- negara Eropa berlanjut terus sampai pertengahan abad ke-20 M, ketika negeri-negeri tersebut memerdekakan diri dari kekuasaan asing. Ekspansi Barat ke Timur Tengah dimulai ketika Kerajaan Usmani mengalami kemunduran, sementara Barat mengalami kemajuan di segala bidang, seperti perdagangan, ekonomi, industri perang dan teknologi militer. Meskipun demikian, nama besar Turki Usmani masih disegani oleh Eropa Barat sehingga mereka tidak melakukan penyerangan ke wilayah- wilayah kekuasaan kerajaan Islam. Namun, kekalahan besar Kerajaan Usmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina tahun 1683 M menyadarkan Barat bahwa Kerajaan Usmani telah mundur jauh sekali. Sejak itulah Kerajaan Usmani berulangkali mendapat serangan-serangan besar dari Barat.

 

3.             Kebangkitan Kembali Dunia Islam

Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Yang pertama merasakan hal itu di antaranya, Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang - pejuang Turki banyak belajar dari Eropa.

Pada pertengahan abad ke-20 M Dunia Islam bangkit memerdekakan negerinya dari penjajahan Barat. Periode ini merupakan zaman kebangkitan kembali Islam, setelah mengalami kemunduran di periode pertengahan.

Dengan demikian yang dimaksud dengan kebangkitan Islam adalah kristalisasi kesadaran keimanan dalam membangun tatanan seluruh aspek kehidupan yang berdasar atau yang sesuai dengan prinsip Islam. Makna ini mempunyai implikasi kewajiban bagi umat Islam untuk mewujudkannya melalui gerakan-gerakan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam dikenal dengan sebutan gerakan pembaharuan. Pada periode ini mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu muncul karena dua hal, antara lain:

1.        Timbulnya kesadaran di kalangan Ulama bahwa banyak ajaran- ajaran “asing” yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam.

Ajaran-ajaran tersebut bertentangan dengan semangat ajaran Islam yang sebenarnya, seperti bid’ah, khurafat dan takhyul. Ajaran inilah yang menyebabkan Islam menjadi mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit membersihkan Islam dari ajaran atau paham tersebut. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan reformasi.

Adapun gerakan-gerakan pembaharuan tersebut sebagai berikut:

a.        Gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul al-Wahhab (1703 - 1787 M) di Arabia.

b.        Grakan Syah Waliyullah (1703 - 1762 M) di India.

c.         Gerakan Sanusiyyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair.

2.        Pada periode ini Barat mendominasi Dunia di bidang politik dan peradaban.

Persentuhan dengan Barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan mereka. Karena itu, mereka bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power.

Adapun langkah yang diambil berupa pengiriman para pelajar Muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan menerjemahkan karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Gerakan pembaharuan itu kemudian memasuki Dunia politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (persatuan Islam sedunia) yang mula- mula didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh Jamaluddin al- Afghani (1839-1897 M). Al-Afghani adalah orang pertama yang menyadari akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia memperingatkan Dunia Islam akan hal itu dan melakukan usaha-usaha untuk pertahanan. Menurutnya, umat Islam harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Di samping itu, ia juga membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai bapak Nasionalisme dalam Islam.

Di Mesir, benih-benih gagasan nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi (1801-1873 M) dan Jamaluddin al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini di Mesir adalah Ahmad Urabi Pasha. Syekh Muhammad Abduh sebagai seorang reformator di dunia Sunni, adalah murid dan pengikut al-Afghani. Di Syria muncul reformator Sunni, Syekh Abdurrahman Kawakibi, salah seorang pengikut Muhammad Abduh dan secara tidak langsung pengikut al-Afghani.

Di bagian Arab lainnya lahir gagasan nasionalisme Arab yang segera menyebar dan mendapat sambutan baik, sehingga nasionalisme terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Demikian ini yang terjadi di Mesir, Syiria, Libanon, Palestina, Irak, Hijaz, Afrika Utara, Bahrein dan Kuwait. Semangat persatuan Arab ini diperkuat pula oleh usaha Barat untuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab dan di negeri yang mayoritas dihuni Arab.

Di India, gagasan Pan-Islamisme dikenal dengan gerakan khilafat. Syed Amir Ali (1848-1928 M) adalah salah seorang pelopornya. Namun gerakan ini akhirnya pudar, yang populer adalah gerakan nasionalisme yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Gagasan nasionalisme ini pun akhirnya ditinggalkan berubah menjadi Islamisme. Benih-benih gagasan Islamisme dilontarkan oleh Sayyid Ahmad Khan (1817–1898 M), kemudian mengkristal pada masa Iqbal (1876–1938 M) dan Muhammad Ali Jinnah (1876–1948 M).[10]

Sedangkan di Indonesia, partai politik besar yang menentang penjajahan adalah Sarekat Islam (SI), didirikan tahun 1921 di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Partai ini merupakan kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun 1911. Kemudian berdirilah partai-partai politik lainnya, seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), didirikan oleh Sukarno (1927), Pendidikan Nasional Indonesia (PNI - baru), didirikan oleh Mohammad Hatta (1931), Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) yang menjadi partai politik tahun 1932, dipelopori oleh Mukhtar Luthfi. Demikianlah gagasan-gagasan nasionalisme dan gerakan-gerakan untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajah Barat yang kafir juga bangkit di negeri-negeri Islam lainnya.

Mencermati akselarasi kebangkitan Dunia Islam pada masa yang akan datang, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Pertama, tantangan yang dihadapi oleh Dunia Islam, di antaranya adalah gerakan kristenisasi yang digarap secara besar-besaran dalam Dunia Islam, khususnya yang terkategori melarat. Gerakan zionisme yang mendapat dukungan politik dan dana dari Dunia Barat kapitalisme dan komunisme yang seringkali berkolaborasi dengan elite militer yang sedang berkuasa dan sekularisme yang menggarap Dunia Islam melalui gerakan pemikiran dan intelektual. Gejala ini dapat dilihat dalam kebijakan negara yang memarginalkan kelompok elite agama dalam pemerintahan. Dan dapat pula dilihat semakin banyaknya sarjana Muslim (IAIN) ke Dunia Barat dengan harapan men-deislamisasikan masyarakat secara pemikirannya.

Kedua, kelemahan Dunia Islam, di antaranya, lemahnya pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta lemahnya penguasaan terhadap Islam itu sendiri, misalnya banyaknya umat Islam yang belum bisa menguasai pemahaman al-Qur’an, bahkan banyak pula yang buta huruf membaca al-Qur’an. Pertanyaannya, bagaimana Islam bisa bangkit kalau memahami ajarannya saja kurang sempurna. Ketiga, salahnya Dunia Barat dalam memahami Islam, sebab mereka memahami Islam bukan dari sumbernya tetapi dari prilaku-prilaku pemeluk Islam yang salah pula.

 

Pendek kata kebangkitan Dunia Islam akan lahir apabila pemahaman dan komitmen terhadap ajaran Islam merata di kalangan masyarakat Islam, sehingga dalam diri mereka tersimpul keinginan untuk mengaktualkan Islam dalam pentas kehidupan bernegara. Hal lain yang tak kalah penting adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa dua kriteria itu tidak mungkin lahir kebangkitan Islam kembali.

 

4.             Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari Penjajahan Barat

Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan, antara lain:

1.        Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.

2.        Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan.

Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua.

Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika, tepatnya Lybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962. Semuanya membebaskan diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara, Yaman Selatan dan Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula.

Demikianlah, satu persatu negeri-negeri Islam memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan, beberapa diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negera Islam yang dulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992, dan Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 1992.[11]


 

BAB III
KESIMPULAN

 

Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni:

a.        Pada Masa Kesultanan. Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Di kerajaan tersebut agama Islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaitu banyaknya nama-nama Islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai ke-Islam-an.

b.        Pada Masa Penjajahan. Dengan datangnya pedagang-pedagang Barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama Islam, kaum pedagang Barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia.

c.         Pada Masa Kemerdekaan. Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat Islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.

Organisasi-organisasi yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Masyumi dan lain-lain. Namun ada gerakan-gerakan Islam yang muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir Orde Lama. Gerakan ini adalah DI/TII yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan cita-cita negara Islam Indonesia.

Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam dikenal dengan sebutan gerakan pembaharuan. Pada periode ini mulai bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu muncul karena dua hal, antara lain:

1.        Timbulnya kesadaran di kalangan Ulama bahwa banyak ajaran- ajaran “asing” yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam.

2.        Pada periode ini Barat mendominasi Dunia di bidang politik dan peradaban.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

A.I. Sabra, dkk., 2001. Sumbangan Islam Kepada Sains dan Peradaban Dunia Bandung: Nuansa.

Ahmad Amin, 1975. Fajr al-Islam, Kairo: Maktabat al- Nahdhat.

Badri Yatim, 2003. Sejarah Peradaban Islam . Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dewan  Redaksi. 1999. Ensiklopedi  Islam, Jakarta, Raja Grafindo  Persada.

Harun Nasution, 1975. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.

K. Ali, 1991. Sejarah Islam: Tarikh Pramodern. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

M. Solikhin, 2005. Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rosail.

Siti Zubaidah. 2016. Sejarah Peradaban Islam, Medan : Perdana Mulya Sarana.



[1] M. Solikhin, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Rosail, 2005), hlm. 23

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003); hlm. 12

[3] Ibid, hlm. 25

[4] A.I. Sabra, dkk., Sumbangan Islam Kepada Sains dan Peradaban Dunia (Bandung: Nuansa, 2001.

[5] K. Ali, Sejarah Islam: Tarikh Pramodern (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1991), h. 122-123.

[6] Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabat al-Nahdhat , 1975), h. 252.

[7] Siti Zubaidah. Sejarah Peradaban Islam, Medan : Perdana Mulya Sarana, 2016, hlm. 226

[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Op.cit., h. 173-174

[9] Dewan  Redaksi. Ensiklopedi  Islam, Jakarta, Raja Grafindo  Persada, 1999, hlm. 56

[10] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975, hlm. 165-205.

[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam . Op, Cit.,, hlm. 187-189.

Komentar

MAKALAH KUTIPAN, CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH KUTIPAN, CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

RESUME BUKU ETOS DAGANG ORANG JAWA PENGALAMAN RAJA MANGKUNEGARA IV KARYA : DRS. DARYONO, MSI.