EPISTEMOLOGI ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN FILSAFAT ILMU
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Globalisasi
cepat atau lambat dipastikan akan dihadapi oleh manusia. Secara logis masalah
yang akan dihadapi manusia semakin kompleks dan transenden serta memerlukan
pemecahan masalah yang sistematis dan kontinuitas. Dalam menghadapi tantangan
dunia yang semakin kompetitif ini, masih banyak para praktisi muslim memiliki
komitmen untuk lebih memprioritaskan pendidikan religiusitas dibandingkan
pendidikan umum lainnya. Sekaligus mengabaikan dan menolak segala pesan dan
invensi perkembangan yang dibawa oleh komuniti Barat. Sehingga mempermudah
mereka untuk menanamkan idealisme sekuleristik terhadap masyarakat muslim.
Moralitas, akhlak, dan nilai-nilai islamiyah menjadi bagian yang tabu dan tidak
lagi membatasi manusia antara kekufuran dan kemaslahatan dan jika dibiarkan
berlarut-larut akan mengantarkan Islam pada kemunduran dan kehancuran,
Antisipatif problema seperti ini yang harus direncanakan seoptimal mungkin. Hal
ini mengindikasikan bahwa umat muslim harus mampu mengadopsi serta
memfilterisasi setiap budaya dan perkembangan yang masuk. Upaya pembenahan ini
dapat dilakukan melalui pendidikan, yaitu menciptakan sumber daya manusia yang
utuh, yang selalu bertanggung jawab terhadap keberadaannya didunia dan
merencanakan untuk kehidupan akherat. Sehingga keseimbangan antara dunia dan
akherat yang menjadi tujuan terakhir manusia sebagai khalifah Allah SWT dapat
di aktualisasikan dengan maksimal.
Persoalan
epistemologi sangat dipandang serius sehingga filosof Yunani,
Aristoteles, berusaha menyusun kaidah-kaidah logika sebagai aturan dalam
berpikir dan berargumentasi secara benar yang hingga sampai sekarang ini masih
digunakan. Adanya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya penangkapan akal
yang dapat di pertanggung jawabkan.
Sebenarnya, epistemologi
bukanlah permasalahan pertama yang muncul dalam tradisi pemikiran manusia.
Dahulu, aktifitas berfikir manusia, terutama filsafat, dimulai dari wilayah
metafisika. Di antara pertanyaan-pertanyaan metafisika yang muncul waktu itu
adalah: Apa itu Tuhan? Apa yang dimaksud dunia ? Apa itu jiwa ?
Mereka mendapatkan berbagai jawaban tentang pertanyaan- pertanyaan tersebut,
masing-masing saling bertentangan. Berawal dari fakta ini, mereka tidak lagi
mengarah pada petanyaan pada dunia luar, tetapi mereka mengarah kepada
aktifitas mengetahui itu sendiri. Di sinilah manusia mulai masuk kedalam
ranah epistemologi.[1]
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, penulis
akhirnya merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa Pengertian Epistemologi ?
2.
Apa obyek dan tujuan Epistemologi ?
3.
Bagaimana landasan Epistemologi ?
4.
Bagaimana pengaruh Epistemologi ?
5.
Bagaimana hubungan antara fislafat ilmu dan Epistemologi
?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Epistemologi
Secara
linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan
arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau
alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang
dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge.[2] Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai
teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat
pengetahuan. Secara terminology, ada beberapa pendapat yaitu :
1.
Dagobert D.Runes
dalam bukunya “Dictionary of Philisophy”, mengatakan Epistemologi sebagai
cabang filsafat yang menyelidiki tentang keaslian pengertian,struktur,mode,dan
validitas pengetahuan.
2.
Harun Nasution
dalam bukunya “Filsafat Agama”,mengatakan bahwa Epistemologi adalah ilmu yang
membahas apa pengetahuan itu dan bagaimana memperolehnya.
3.
Fudyartanto,mengatakan
bahwa Epistemologi adalah ilmu filsafat tentang pengetahuan atau dengan kata
lain filsafat pengetahuan.
4.
Anton Suhono,
Epistemologi adalah teori mengenai refleksi manusia atas kenyataan.
5.
The Liang Gie,
Epistemologi adalah sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat
dasar dan ruang lingkup pengetahuan,pra anggapan-pra anggapan dan
dasar-dasarnya serta reabilitas umum dari tuntutan akan pengetatuan.
Epistemologi
adalah sangat diperlukan, sebuah kepastian dimungkinkan oleh suatu keraguan.
Terhadap keraguan ini epistemologi merupakan suatu obatnya. Apabila
epistemologi berhasil mengusir keraguan ini kita mungkin akan menemukan
kepastian yang lebih pantas dianggap sebagai pengetahuan.[3]
Filsafat
pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat
pengetahuan. Maksud dari filsafat pengetahuan adalah ilmu
pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh
pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
Epistemologi
adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan keshahihan
pengetahuan. Jadi objek material epistemology adalah pengetahuan dan objek
formalnya adalah hakikat pengetahuan itu. Jadi sistematika penulisan
epistemologi adalah arti pengetahuan, terjadinya pengetahuan, jenis-jenis
pengetahuan dan asal-usul pengetahuan.
Menurut Conny
Semiawan dkk., epistemologi adalah cabang filsafat yang menjelaskan tentang
masalah-masalah filosofis sekitar teori pengetahuan. Epistemologi memfokuskan
pada maknapengetahuan yang dihubugkan dengan konsep, sumber dan kriteria
pengetahuan, jenis pengetahuan, dan sebagainya.[4] Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara
memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan
berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan
epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia
mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat
urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna
pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu
sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
B.
Obyek dan
Tujuan Epistemologi
Dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan
tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara
cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran
sedangkan tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi
antara objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah
yang mengantarkan tercapainya tujuan.
Sebagai sub
sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang untuk pertama kali
digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut
Jujun S. Suriasuamantri berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha kita
untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang
mejadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang
harus dilalui dalam mewujudkan tujan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa
terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah
sama sekali.[5]
Selanjutnya,
apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain mengatakan, “
tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah
saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya
dapat tahu.”hal ini menunjukkan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk
memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi
yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah hal lebih penting
dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan
epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika pengetuhuan.
Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai kita puas
dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal
untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan
sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis.[6]
C.
Landasan
Epistemologi
Landasan
epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yag dilakukan ilmu dalam
menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan
disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah.
Metode ilmiah
berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat
bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh
dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
Rasio atau
akal merupakan instrumen utama untuk memperoleh pengetahuan. Rasio ini telah
lama digunakan manusia untuk memecahkan atau menemukan jawaban atas suatu
masalah pengetahuan. Bahkan ini merupakan cara tertua yang digunakan manusia
dalam wilayah keilmuan. Pendekatan sistematis yang mengandalkan rasio disebut
pendekatan rasional denagn pegertian lain disebut dengan metode deduktif yaang
dikenal denagn silogisme Aristoteles, karena dirintis oleh Aristoteles.[7]
Pada silogisme
ini pengetahuan baru diperoleh melalui kesimpulan deduktif (baik menggunakan
logika deduktif, berpikir deduktif atau metode deduktif), maka harus ada
pengetahuan dan dalil umum yang disebut premis mayor yang menjadi sandaran atau
dasar berpijak dari kesimpulan-kesimpulan khusus. Bertolak dari premis
mayor ini dimunculkan premis minor yang merupakan bagia dari premis mayor.
Setelah itu baru bisa ditarik kesimpulan deduktif. Dismping itu, pendekatan
rasiaonal ini selalu mendayagunakan pemikiran dalam menafsirkan suatu objek
berdasarkan argumentasi-argumentasi yang logis. Jika kita berpedoman bahwa
argumentasi yang benar adalah penjelasan yang memilki kerangka berpikir yang
paling meyakinkan, maka pedoman ini pun tidak mampu memecahkan persoalan, sebab
kriteria penilainya bersifata nisbi dan selalu subjektif. Lagi pula kesimpulan
yang benar menurut alur pemikiran belum tentu benar menurut kenyataan.
Seseorang yang menguasai teori-teori ekonomi belum tentu mampu menghasilkan
keuntungan yang besar, ketika dia mempraktekan teori-teorinya. Padahal
teori-teori itu dibangun menurut alur pemikiran yang benar
D.
Pengaruh Epistemologi
Sebagai teori
pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara
kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus
berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan ditentang atau
disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan yang kemudian.
Epistemologi
juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori
yang ada. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh pengetahuan
sangat membantu seseorang dalam melakuakan koreksi kritis terhadap bangunan
pemikiran yang diajukan orang lain maupun dirinya sendirinya. Sehingga
perkembangan ilmu pengetahuan relatig mudah dicapai, bila para ilmuwan
memperkuat penguasaannya.
Secara global
epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban sudah
tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologilah yang menentukan
kemajuan sains dan teknologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat
strategis dalam merekayasa pegembangan alam menjadi sebuah produk sains yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi
meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh
ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan
epistemology.[8]
E.
Hubungan
antara Fislafat Ilmu dan Epistemologi
Filsafat dan
ilmu merupakan dua kata yang saling terkait baik secara substansial,
maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat, begitu pula sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan
filsafat itu sendiri. Filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran Bangsa
Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Sebelum
kita mencari hubungan antara filsafat ilmu dengan epistemologi, alangkah
baiknya kita mengenal beberapa pendapat para ahli tentang pengertian filsafat
ilmu, yaitu sebagai berikut.
Menurut
A.Cornelius Benjamin berpendapat, “That philosopic disipline which is
the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its
concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of
intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan
telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya,
dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual).
Robert
Ackerman berpendapat “Philosophy of science in one aspect as a critique
of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such
aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual
scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah
suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dengan
perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam
kerangka kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian
itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara actual).
Menurut May
Brodbeck berpendapat, “Philosophy of science is the ethically and
philosophically neutral analysis, description, and clarifications of
science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan
dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu).
Michael V.
Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the
relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan
tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara
percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah).
Berdasarkan
pendapat di atas, diperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah
kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang
ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata
lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik
mengakaji hakikat ilmu.
Aspek
epistemologi adalah kebenaran fakta atau kenyataan dari sudut pandang mengapa
dan bagaimana fakta itu benar yang dapat dibuktikan kembali kebenarannya.
Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat ilmu
yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolak
ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, serta pengetahuan manusia.
Sedangkan filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan
saling berpengaruh antara filsafat dan ilmu.
Menurut The
Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Sehubungan dengan
pendapat tersebut bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat
pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa
meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan
untuk mencari pengetahuan baru.
BAB III
KESIMPULAN
Epistemologi
secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam
bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi
adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang
pengetahuan.
Metode ilmiah
berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat
bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong
oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
Sebagai teori
pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis
secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Epistemologi juga
membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang
ada.
filsafat ilmu
merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat
ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Sebagai
cabang dari filasafat ilmu, epistemologi dapat menyangkut masalah-masalah
filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan atau bagian filsafat yang
meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh
pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, P. Hardono, Epistemolog
Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 1994)
S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1990)
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
Susanto, Filsafat Ilmu, (jakarta
: Bumi Aksara, 2011)
Wijaya, Askin, Nalar Kritis
Epistemologi Islam (Ponorogo: Komunitas Kajian Proliman, 2012)
Qomar, Mujammil, Epistemologi
Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, (
Jakarta: Erlangga 2005)
http://runasa.blogspot.com/2012/12/makalah-perspektif-epistimologi.html
http://sadhumafia.wordpress.com/2013/06/10/hubungan-antara-filsafat-ilmu-dengan-epistemologifilsafat-dan-ilmu/
[1] Askin
Wijaya, Nalar Kritis Epistemologi Islam. Ponorogo: Komunitas Kajian
Proliman, 2012, hlm. 22
[2] Surajiyo, Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hlm. 53
[3] P. Hardono
Hadi, Epistemolog Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius,
1994, hlm. 13-18
[4] Susanto, Filsafat
Ilmu, Jakarta : Bumi Aksara, 2011, hlm. 102
[5] Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan, 1990, hlm. 105
[6] Mujammil
Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga
Metode Kritik, Jakarta: Erlangga 2005, hlm. 7
[7] Ibid, hlm. 10
[8] Ibid, hlm. 27
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar