MAKALAH PERLINDUNGAN KONSUMEN

  BAB I PENDAHULUAN   A.     Latar Belakang Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk  sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir. Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara  Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini ialah perusahaan koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. [1]   B.      Rumusan Masalah 1.       Apa Pengertian dari Pelindungan Konsumen

PEMBUATAN TABLET EKSTRAK JAHE MERAH (ZINGIBER OFICINALE ROXB)

 

BAB I
PENDAHULUAN

 

A.           Latar Belakang

Tumbuhan telah memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia, baik untuk keperluan sehari-hari maupun sebagai obat. Memasuki abad ke-20, kira-kira 100 tahun yang lalu, pabrik farmasi terlibat aktif dalam pengembangan ekstraksi, penelitiandan pemasaran senyawa aktif yang berasal dari tumbuhan obat (Supriyanti, dkk., 2014).

Salah satu tumbuhan tradisional yang digunakan untuk obat diantaranya adalah tumbuhan jahe merah. Jahe merah (Zingiber officinale Roxb) merupakan salah satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae yang berperan penting dalam berbagai aspek di masyarakat Indonesia. Jahe merah sudah digunakan sebagai obat secara turun-temurun karena mempunyai komponen volatil (minyakatsiri) dan non volatil (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3%. Jahe digunakan untuk berbagai penyakit, termasuk mabuk perjalanan, gangguan pernapasan dan gastrointestinal (Zamroni Salim, Ph.D dan Ernawati Munadi, Ph.D : 2017).

Survei yang dilakukan di apotek, sediaan simplisia dan ekstrak herbal jahe merah ada beberapa yang sudah dalam bentuk sediaan padat antara lain jahe merah dalam bentuk sediaan kapsul, sirupdan tablet. Salah satu contoh sediaan jahe merah antara lain Antangin JRG+Jahe Merah® (PT. Deltomed), Obana ®(PT. Hermed), Vitamam I dan Obasa ® (PT. Hermed). Dimana setiap sediaan herbal tersebut ada yang digunakan untuk obat batuk, obat pelangsing, meningkatkan stamina, mual dan muntah dan lain sebangainya.

Proses pembuatan tablet bahan obat dan zat-zat tambahan umumnya berupa serbuk yang tidak dapat langsung dicampur dan dicetak menjadi tablet karena akan langsung hancur dan tablet mudah pecah. Campuran serbuk itu harus diubah dalam bentuk granul, yaitu kumpulan serbuk dengan volume lebih besar yang saling melekat satu sama lain. Bahan pengikat adalah yang  bertangung jawab untuk kekompakan dan daya tahan dari tablet. Dari itu bahan pengikat mengurus penyatuan bersama dari partikel serbuk dalam sebuah butir granulat (Ansel : 2014).

 Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk membuat sediaan tablet dan pengaruh bahan pengikat pada pembuatan sediaan tablet ekstrakjahe merah yang dikombinasi dengan vitamin B6 dengan metode granulasi basah dengan berbagai jenis bahan pengikat. Bahan pengikat yang digunakan yaitu PVP, amilum manihot dan gelatin. Penambahan vitamin B6 dikarenakan menurut sebuah penelitian pengobatan menggunakan serbuk jahe merah 500 mg dengan vitamin B6 10 mg efektif mengurangi mual dan muntah (Sripamote dalam lete dan allue, 2016).

 

B.            Rumusan Masalah

1.             Apakah ekstrak jahe merah (Zingiberofficinale Roxb) yang dikombinasi vitamin B6 dengan berbagai jenis dan konsentrasi bahan pengikat dapat dibuat menjadi tablet dengan metode granulasi basah.

2.             Apakah dapat diketahui tablet ekstrak jahe merah yang dicetak memenuhi persyaratan evaluasi tablet.


 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 

A.           Tumbuhan Jahe Merah dan Vitamin B6

1.        Jahe merah

Jahe merupakan tanaman rempah yang dimanfaatkan sebagai minuman atau campuran bahan pada bahan pangan. Rasa jahe yang pedas bila dibuat minuman memberikan sensasi sebagai pelega dan penyegar tenggorokan. Tanaman jahe termasuk kedalam kelas monocotyledone ( tanaman berkeping satu) dan family Zingiberaceae (suku temu-temuan). Nama zingiber merupakan nama latin yang berasal dari bahasa sanskerta yaitu “singiberia” yang mempunyai makna berbentuk tanduk. Hal itu karena bentuk percabangan rimpangnya yang mirip tanduk rusa. Biasanya tanaman ini tumbuh dipekarangan rumah mapun dikebun (Saparinto, 2016).

Nama asing tanaman jahe merah adalah halia, haliya padi, haliya udang (Malaysia); luya, allam (Filipina); adu, ale, ada (India); sanyabil (Arab); chiang, p’I, khan ciang, kiang, sheng chiang (Cina); gember (Belanda); ginger (Inggris); gingembre, herbe au giingimbre (Perancis) .



Gambar Tumbuhan Jahe Merah



Gambar Rimpang Jahe Merah

 

2.        Morfologi Tumbuhan

Jahe merah merupakan terna berbatang semu tegak yang tidak bercabang dan termasuk famili Zingiberaceae. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil berwarna hijau dan agak keras. Daunnya tersusun berselang-selang teratur. Tinggi tanaman ini 30-60 cm. Jahe merah tumbuh baik didaerah tropis yang beriklim cukup panas dan curah hujannya sedikit. Jika cahaya matahari mencukupi,  tanaman ini dapat menghasilkan rimpang jahe lebih besar (Saparinto, 2016).

3.        Sistematika tumbuhan

Divisio        : Spermatophyta

Subdivisio  : Angiospermae

Kelas          : Monocotyledoneae

Ordo           : Zingiberales

Famili         : Zingiberaceae

Genus         : Zingiber

Species       : ZingiberofficinaleRoxb

4.        Kandungan Kimia

Komponen senyawa kimia yang terkandung dalam jahe terdiri dari minyak menguap, minyak tidak menguap, dan pati. Minyak menguap biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak tak menguap yang disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil yang terdiri dari zingerol, shogaol dan resin (Setyawan, 2015)

5.        Manfaat Jahe

Jahe terkenal menghasilkan efek menghangatkan jika dimakan, dan sifat dasarnya yang berbau tajam merangsang reseptor-reseptor termogenik. Efek farmakologis paling pentingnya yaitu penggunaannya untuk mencegah gejala- gejala gastrointestinal pada mabuk perjalanan dan mual pascaoperasi, serta vertigo  dan mual pagi hari pada kehamilan dan terdapat bukti klinis khasiat jahe pada kondisi ini. Konsumsi jahe juga telah dilaporkan memiliki efek bermanfaat meringankan nyeri dan frekuensi sakit kepala migrain. Jahe terkenal menghasilkan efek menghangatkan jika dimakan, dan sifat dasarnya yang berbau tajam merangsang reseptor-reseptor termogenik (Saparinto, 2016).

6.        Vitamin B6



Gambar 1. Struktur Piridoksin Hidroklorida

 

Uraian tentang Piridoksin hidroklorida menurut Ditjen BKAK 2014:

Pemerian       : Hablur atau serbuk hablur putih atau hampir putih; stabil di udara; secara perlahan-lahan dipengaruhi oleh cahaya matahari

Kelarutan      : Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam eter Vitamin B6 selain untuk mencegah dan mengobati defesiensi vitamin

B6 dengan gejala berupa kelainan kulit, peradangan lendir mulut dan lidah- kelainan susunan syaraf pusat dan gangguan eritopetik berupa anemia hipokrom mikrosister juga diberikan bersama vitamin B lainnya.

 


 

B.            Simplisia dan Ekstraksi

1.        Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia  hewani, simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (BPOM RI, 2014).

2.        Ekstrak

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara mengekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium pengekstraksi yang tertentu (Supriyanti, 2014).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair yang sesuai. Senyawa aktif yang sesuai terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavanoid dan lain- lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (BPOM RI, 2014).

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Adapun metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, terdiri dari:

1)        Cara dingin

a.         Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat dan seterusnya.

b.        Perkolasi

 Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.

2)        Cara Panas

a.         Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.

b.        Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c.         Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C.

d.        Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C selama waktu tertentu (15-20 menit)

e.         Dekok

 Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit ) dan temperatur sampai titik didih air (BPOM RI, 2014).

 

C.           Tablet

1.        Pengertian Tablet

Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar yang digunakan untuk obat hewan besar. Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih/gepeng, bundar, segitiga, lonjong dan sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau mempersulit pemalsuan dan agar mudah dikenal orang (Kumoro, 2015).

Tablet adalah bentuk sediaan obat solid mengandung zat aktif yang dapat diberikan secara oral dan ditelan, tablet yang dikunyah dulu lalu ditelan, atau hanya dikulum/diisap. Selain tablet yang diberikan melalui oral, terdapat juga tablet yang diberikan melalui rektal, vaginal, implantasi-transdermal, tablet yang dilarutkan dulu lalu diminum (tablet efervesen) karena popularitasnya yang besar dan penggunaannya yang sangat luas sebagai sediaan obat, tablet terbukti menunjukkan suatu bentuk yang efisien, sangat praktis dan ideal untuk pemberian zat aktif terapi secara oral (Allen, 2014).

Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisika dan kimia, secara ekonomi dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat dalam jumlah yang benar, penerimaan oleh pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna dan lain sebagainya) dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian obat.

Tablet yang dinyatakan baik harus memenuhi syarat, yaitu:

a.         Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama proses produksi, pengemasan dan distribusi.

b.        Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dari sisi-sisi tablet.

c.         Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang terkandung didalamnya.

d.        Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan pengobatan seperti yang dikehendaki.

2.        Komponen Tablet

Komponen atau formulasi tablet kempa terdiri atas zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran, dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna, bahan pengaroma dan bahan pemanis.

1)        Zat aktif : harus memenuhi syarat yang ditentukan farmakope

2)        Eksipien atau bahan tambahan.

a.    Bahan pengisi berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak atau dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa. Misalnya laktosa, pati dan selulosa mikrokristal.

b.    Bahan pengikat berfungsi memberikan daya adhesi pada serbuk sewaktu granulasi serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi, misalnya gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, CMC, selulosa mikrokristal.

c.    Bahan penghancur/pengembang berfungsi membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Misalnya pati, pati dan selulosa yang dimodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon sambung-silang.

d.   Bahan pelicin berfungsi mengurang gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Misalnya senyawa asam stearat dengan logam, asam stearat dan talk. Umumnya lubrikan bersifat hidrofob, sehingga dapat menurunkan kecepatan disintegran dan disolusi tablet. Oleh karena itu, kadar lubrikan yang berlebih harus dihindari. PEG dan garam lauril sulfat dapat digunakan, tetapi kurang memberikan daya lubrikasi yang optimal dan diperlukan dalam kadar yang lebih tinggi.

e.    Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan alir serbuk, umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi.

f.     Bahan penyalut

3)        Ajuvan

a.    Bahan pewarna dan lak berfungsi meningkatkan nilai estetika atau untuk identitas produk. Misalnya zat pewarna dari tumbuhan.

b.    Bahan pengaroma berfungsi menutupi rasa dan bau zat berkhasiat yang tidak enak (misalnya tablet isap penisilin), biasanya digunakan  untuk table yang penggunaannya lama di mulut. Misalnya macam-macam minyak atsiri (Kumoro, 2015).

3.        Cara pembuatan tablet

Bahan obat dan zat-zat tambahanumumnya berupa serbuk yang tidak dapat langsung dicampur dan dicetak menjadi tablet karena akan langsung hancur dan tablet menjadi mudah pecah. Campuran serbuk itu harus diubah menjadi granul-granul, yaitu kumpulan serbuk dengan volume besar yang saling melekat satu sama lain. Tujuan granulasi adalah sebagai berikut.

1)        Supaya sifat alirnya baik (free-flowing). Granul dengan volume tertentu dapat mengalir teratur dalam jumlah yang sama kedalam mesin pencetak tablet.

2)        Ruang udara dalam bentuk granul jumlahnya lebih kecil dibanding dengan bentuk serbuk jika diukur dalam volume yang sama. Makin banyak udaranya, tablet makin mudah pecah.

3)        Agar pada saat dicetak tidak mudah melekat pada stempel (punch) dan mudah lepas dari matriks (die) (Kumoro, 2015).

Cara pembuatan tablet dibagi menjadi tiga cara yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin slug) dan kempa langsung.

a.         Granulasi basah

Granulasi basah dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat pengisi, dan zat penghancur sampai homongen lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat. Setelah itu diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-500C (tidak lebih dari 600C). Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granuldengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin kemudian dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet. Cara  granulasi basah menghasilkan tablet yang lebih baikdan dapat disimpan lebih lama dibanding granulasi kering (Kumoro, 2015).

Keuntungan metode granulasi basah, yaitu:

1)        Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga diharapkan tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi tertentu akan menjadi massa yang kompak, mempunyai penampilan, cukup keras dan tidak rapuh.

2)        Untuk obat dengan kompaktibilitas rendah, dalam takaran tinggi dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang menyebabkan bobot tablet lebih besar.

3)        Sistem granulasi basah mencegah terjadinya segregasi komponen penyusun tablet yang homogen selama proses pencampuran.

4)        Untuk hidrofob maka granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan pelarutan obat (Supriyanti, 2014)


 

b.        Granulasi kering

Granulasi kering dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat pengisi dan zat penghancur serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi serbuk yang homongen, lalu dikempa cetak pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang diinginkan (Kumoro, 2015).

c.         Cetak langsung

Cetak atau kempa langsung dilakukan jika: Jumlah zat khasiat per tabletnya cukup untuk dicetak, zat khasiatnya mempunyai sifat alir yang baik dan zat khasiat berbentuk kristal yang bersifatfree-flowing (Kumoro, 2015).

Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang lebih singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya adalah sering terjadi pemisahan antar partikel (segregasi) pada waktu partikel turun di hopper ke die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Supriyanti, 2014).

4.        Uraian Bahan Pengikat

1)        Gelatin

Gelatin merupakan pengikat yang baik. Larutan gelatin harus digunakan panas untuk mencegah terbentuknysa gel. Dalam penelitian ditunjukkan bahwa peningkatan kandungan gelatin dalam tablet menyebabkan peningkatan waktu hancur dan memperlambat laju disolusi. Larutan gelatin dibuat dengan membiarkan gelatin terhidrasi dalam air dingin untuk beberapa jam, kemudian campuran dipanaskan sampai mendidih. Larutan gelatin harus dibiarkan panas hingga selesai digunakan sebab larutan akan membentuk gel dalam keadaan dingin. Larutan gelatin cenderung menghasilkan tablet yang memerlukan disintegran aktif (Allen, 2014).

2)        Polivinilpirolidon (PVP)

PVP telah menjadi pengikat polimer serbaguna. PVP merupakan zat larut alkohol yang digunakan dalam konsentrasi 3 sampai 5%. Granulasi yang menggunakan sistem PVP-alkohol dapat diproses dengan baik, cepat kering, dan sifat kempa sangat baik. PVP sedikit higroskopis, tablet yang dibuat dengan PVP biasanya tidak menjadi keras seiring bertambahnya waktu dan membuatnya menjadi suatu pengikat yang baik untuk tablet kunyah (Allen, 2014).

PVP merupakan salah satu bahan tambahan farmasi yang biasanya digunakan sebagai bahan desintegran, agen pensuspensi, bahan tambahan granulasi dan sebagai bahan pengikat tablet baik dalam cetak langsung maupun granulasi basah.

3)        Amilum manihot

Amilum merupakan suatu bahan tambahan farmasi yang biasa digunakan sebagai bahan pengembang, pengering, serta bahan pengikat pada tablet maupun kapsul. Penggunaannya sebagai diluen pati digunakan untuk persiapan pada ekstrak herbal dan memfasilitasi pencampuran pada proses formulasi. Penggunaannya sebagai lubrikan jumlah amilum yang digunakan biasanya 3-10%, sedangkan pada pembuatan pasta amilum sebagai pengikat granulasi basah tablet biasanya digunakan pada konsentrasi 3-20% (tergantung pada tipe amilum) dan sebagai desintegran biasanya digunakan pada konsentrasi 3-25%.

 

D.           Alat dan Bahan

1.        Alat

Alat-alat yang digunakan adalah pisau, lemari pengering, kertas perkamen, lampu, neraca kasar, neraca listrik, blender, corong, kurs porselin, talam, kertas saring, penjepit tabung, cawan porselin, gelas ukur, erlenmeyer, thermometer, pipet tetes, ayakan mesh nomor 12, ayakan mesh nomor 16, ayakan mesh nomor 20, ayakan mesh nomor 40, ayakan mesh nomor 100, lumpang dan alu, beaker glass, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, stopwatch, spatel, mesin cetak tablet, Roche friabilator, hardness tester (Copley) dan alat-alat gelas lainnya.

2.        Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah jahe merah (Zingiber officinale Roxb), etanol 96%, aquadest, kloralhidrat, toluen, air, asam klorida 2N, asam klorida 3N, Na sulfat anhidrat, timbal (II) asetat, FeCl3 10%, isopropanol, asam asetat glasial, pereaksi Meyer, pereaksi Bouchardat, pereaksi

Dragendorff, pereaksi Molisch, ekstrak kering jahe merah, klorofom, corn starch, laktosa, amylum manihot, gelatin, PVP, Mg stearat, talcum dan vitamin B6.

E.            Prosedur Kerja

1.        Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Sampel yang digunakan adalah jahe merah yang diambil dari Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

2.        Identifikasi sampel

Identifikasi tanaman dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanese, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.        Pembuatan simplisia

Jahe merah segar dicuci kemudian disortasi basah, ditiriskan dan ditimbang. Jahe merah dirajang dengan ketebalan 1-3 mm, lalu dikeringkan dalam lemari pengering pada temperature + 400C. Jahe merah yang telah kering ditandai dengan rapuh saat dipatahkan dan mempunyai berat konstan. Simplisia diserbuk dengan blender dan disimpan dalam wadah plastik bertutup (BPOM RI, 2014)

 

F.            Karakterisasi Simplisia

Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu larut asam, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol dan penetapan kadar air.

1.        Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi jahe merah dengan cara memperhatikan warna, bentuk, ukuran, dan tekstur dari jahe merah.

2.        Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek yang telah diteteskan dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian dilihat dibawah mikroskop dan untuk pati dilihat dalam aquadest. 



3.        Penetapan kadar abu

Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama, masukkan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (BPOM RI, 2014)

4.        Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (BPOM RI, 2014)

 

5.        Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Keringkan serbuk di udara, maserasi selama 24 jam 5,0 g serbuk dengan 100 ml air kloroform, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring dan uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (BPOM RI, 2014)

6.        Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Keringkan serbuk di udara, maserasi selama 24 jam 5,0 g serbuk dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol (95%), uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara  (BPOM RI, 2014)

7.        Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima. Cara penetapannya, yaitu: Pada labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air di dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Labu yang berisi toluen jenuh tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang saksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluene mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik hingga sebagian air tersuling. Kecepatan dinaikkan hingga 4 tetes per detik, kemudian setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen.

 

G.           Pembuatan Ekstrak Jahe Merah

Pembuatan ekstrak jahe merah dilakukan dengan cara maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan  derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari (etanol 96%), tutup dan biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari (etanol 96%) secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring, dipekatkan dengan penguapan dan tekanan pada suhu rendah 50oC hingga konsentrasi yang dikehendaki (BPOM RI, 2014)



Gambar. Flowchart pembuatan Jahe Merah

H.           Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi tertentu. Skrining fitokimia dilakukan melalui serangkaian pengujian dengan menggunakan pereaksi tertentu. Pada percobaan ini uji yang dilakukan yaitu uji steroid/triterpenoid, uji alkaloid, uji flavonoid, uji saponin, uji tanin, uji glikosida.

1.        Uji steroid/triterpenoid

Pereaksi Lieberman-Burchard adalah pereaksi yang sering digunakan untuk uji senyawa terpenoid. Pereaksi ini dibuat dari campuran anhidrid asetat dan H2SO4 pekat. Kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru dengan pereaksi ini. Cara lain untuk mendeteksi terpena adalah menyemprot plat KLT dengan larutan KMnO4 0,2% dalam air, antimon dalam kloroform, H2SO4 pekat atau vanillin-H2SO4. Setelah penyemprotan, senyawa yang positif mengandung terpenoid akan menunjukkan perubahan warna (Saparinto, 2016).

2.        Uji alkaloid

Timbang 0,5 g ekstrak jahe merah, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, panaskan diatas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

1)        Pindahkan 3 tetes filtrat pada tabung reaksi, tambahkan 2 tetes Bouchardat.

2)        Jika pada percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid.

3)        Pindahkan 3 tetes filtrat tambahkan 2 tetes pereaksi Mayer. Jika terbentuk endapan berwarna putih atau kuning yang larut dalam methanol, maka kemungkinan terdapat alkaloid.

4)        Pindahkan 3 tetes filtrat tambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna merah sampai coklat jika mengandung alkaloida.

Ekstrak mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan (BPOM RI, 2014)

3.        Uji flavonoid

Ekstrak jahe merah sebanyak 0,5 g ditambahkan 10 ml methanol, direfluks selama 10 menit. Saring panas melalui kertas saring berlipat. Encerkan filtrat dengan 10 ml air. Setelah dingin tambahkan 5 ml eter minyak tanah, kocok hati- hati diamkan. Ambil lapisan metanol, uapkan pada suhu 400C. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, saring.

1)                     Pindahkan sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1 ml sampai 2 ml etanol (95%), tambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 tetes asam klorida pekat. Jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid.

2)                     Pindahkan 1 ml filtrat diuapkan hingga kering, sisa dilarutkan dalam 1 ml etanol (95%), tambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes asam klorida pekat, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu, menunujukkan adanya flavonoid.

3)                     Pindahkan 1 ml filtrat diuapkan hingga kering, basahkan sisa dengan aseton, tambahkan sedikit serbuk halus asam borat dan serbuk halus asam okasalat, panaskan hati-hati diatas penangas air. Campur sisa yang diperoleh dengan 10 ml eter. Amati dengan sinar UV 366 nm; larutan berfluoresensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid (BPOM RI, 2014)

4.        Uji saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak jahe merah dimasukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang 10 menit, setinggi 1 cmsampai 10 cm. Penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (BPOM RI, 2014)

5.        Uji tannin

Ekstrak jahe merah sebanyak 500 mg, dipanaskan dengan 10 ml air, disaring, diencerkan sampai hampir tidak berwarna. Pada 2 ml larutan sampel ditambahkan 1-2 tetes larutan FeCl3 10%, diperhatikan warna yang terjadi, warna biru atau hijau kehitaman menandakan adanya tanin (BPOM RI, 2014).

6.        Uji glikosida

Ekstrak jahe merah sebanyak 3 g dicampurkan dengan 30 mL campuran 7 bagian etanol 96% dan 3 bagian air, ditambahkan 10 ml asam sulfat 2N, lalu direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat sebanyak 20 ml tambahkan 25 ml air dan 25 ml larutan timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok dan didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari 3 kali dan tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol, pada kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat pekat lalu disaring dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Sisa dilarutkan dengan 2 ml metanol pekat. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: Larutan sebanyak 5 tetes dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, kemudian ditambahkan dengan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat hingga terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (BPOM RI, 2014).

 

I.              Pengenceran Ekstrak

Ekstrak kental jahe merah yang diperoleh diencerkan dengan penambahan amylum manihot dengan perbandingan ekstrak kental jahe merah dan amylummanihot 1:3, kemudian digerus sampai homogen. Sampai diperoleh sediaanserbuk. Diayak dengan ayakan mesh nomor 40 lalu dikeringkan dengan lemari pengering sampai massa kering.

 

J.             Uji Preformulasi

Uji preformulasi yang dilakukan adalah penentuan sudut diam, penentuan waktu alir granul dan penentuan indeks tap.

1.        Sudut diam granul

Tiap formula dituang pelan-pelan lewat corong, sementara bagian bawah corong ditutup, kemudian penutup dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar. Diukur tinggi dan jari-jari kerucut yang terbentuk, kemudian ditentukan sudut diamnya. Granul yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut diam antara 20o – 40o .

2.        Penetapan waktu alir granul

Granul yang akan dicetak dimasukkan kedalam corong alir, lalu dialirkan hingga seluruh granul mengalir. Waktu alir ditentukan hingga seluruh formula mengalir keluar. Syarat waktu alir yang baik adalah kurang dari 10 detik.

3.        Penetapan indeks tap

Penentuan indeks tap dilakukan dengan cara: Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai garis tanda dan dinyatakan sebagai volume awalnya (V1), kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 20 kali dengan alat yang dimodifikasi sehingga diperoleh volume akhir (V2).

 

K.           Formula Pembuatan Tablet

Dasar pemilihan dosis untuk membuat tablet jahe merah diambil berdasarkan sediaan kapsul vitamam I yang mengandung zat aktif jahe merah dengan dosis sebesar 0,2 g dan vitamin B6 0,015 g. Aturan pemakaian kapsul vitamam I yaitu 1x1. Berdasarkan orientasi yang dilakukan dengan dosis 0,2 g tablet tidak dapat dicetak maka untuk memenuhi dosis ekstrak kental jahe merah yang digunakan yaitu 0,067 g dan vitamin B6 0,005 g dengan aturan pemakaian dibuat menjadi 1x3. Proses pembuatan tablet jahe merah sebagai zat aktif menggunakan metode granulasi basah sebanyak 9 formula yang masing-masing terdiri dari 50 tablet. Perbedaan dari 9 formula adalah jenis bahan pengikat dengan konsentrasi yang divariasikan yaitu Gelatin (10%, 12,5%, 15%), Amylum manihot (7,5%, 10%, 12,5%) dan PVP (2%, 4%, 6%).

R/        Ekstrak jahe merah                  0, 268

Vitamin B6                             0,005

Corn Starch                             5%

Bahan pengikat (variasi)         x Talkum           1%

Mg stearat                               2%

Laktosa                                   ad 0,650

m.f.tab dtd No L Bobot per tablet: 650 mg

Diameter: 13 mm

Tabel 3.1 Formula tablet ekstrak jahe merah dengan beberapa bahan pengikat

 

Bahan

Formula

F1

F2

F3

F4

F5

F6

F7

F8

F9

Ekstrak jahe merah

13,4

13,4

13,4

13,4

13,4

13,4

13,4

13,4

13,4

Vitamin B6

0,250

0,250

0,250

0,250

0,250

0,250

0,250

0,250

0,250

Amylum

0,731

0,975

1,219

-

-

-

-

-

-

Gelatin

-

-

-

0,975

1,219

1,463

-

-

-

PVP

-

-

-

-

-

-

0,650

1,3

1,950

Corn starch

1,625

1,625

1,625

1,625

1,625

1,625

1,625

1,625

1,625

Talkum

0,325

0,325

0,325

0,325

0,325

0,325

0,325

0,325

0,325

Mg stearate

0,650

0,650

0,650

0,650

0,650

0,650

0,650

0,650

0,650

Laktosa

519

15,275

15,031

15,275

15,031

14,747

15,600

14,950

14,300

Keterangan:

F1:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi amilum manihot 7,5% F2:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi amilum manihot 10% F3:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi amilum manihot 12,5% F4:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi gelatin 10%

F5:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi gelatin 12,5%

F6:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi gelatin 15%

F7:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi PVP 2%

F8:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi PVP 4%

F9:Formula tablet ekstrak jahe merah dengan konsentrasi PVP 6%

 

1.        Pembuatan tablet ekstrak jahe merah

Tablet ekstrak jahe merah dibuat dengan metode granulasi basah dengan beberapa macam bahan pengikat dengan konsentrasi yang divariasi dilakukan dengan cara:

1)   Alat-alat yang digunakan dibersihkan dan ditimbang semua bahan yang digunakan.

2)   Laktosa dimasukkan kedalam lumpang dan digerus, ditambahkan vitamin B6 dan Corn starch

3)   Ekstrak jahe merah ditambahkan kedalam lumpang dan digerus homogen

4)   Masing-masing bahan pengikat dibuat dengan konsentrasi yang telah ditentukan.

5)   Pengikat yang telah dibuat ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam lumpang hingga terbentuk massa yang kompak.

6)   Massa yang kompak diayak dengan ayakan mesh nomor 14 dan dikeringkan

7)   Massa yang kering diayak kembali dengan ayakan mesh nomor 16

8)   Talkum dan Mg stearat ditambahkan kedalam granul yang kering dan dilakukan uji preformulasi

9)   Tablet dapat dicetak dan dilakukan uji evaluasi (Lette, 2016).

 

L.            Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet yang dilakukan adalah keseragaman bobot, kekerasan tablet, friabilitas dan waktu hancur.

1.        Keseragaman bobot

Penetapan keseragaman bobot menggunakan neraca analitik Boeco. Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai berikut: Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata- rata yang ditetapkan kolom B (BPOM RI, 2014)

Tabel 3.2 Syarat Penyimpangan Bobot

 

Bobot rata – rata

Penyimpangan bobot rata – rata dalam

%

A

B

25 mg atau kurang

15%

30%

26 mg sampai dengan 150 mg

10%

20%

151 mg sampai dengan 300 mg

7,5%

15%

Lebih dari 300 mg

5%

10%

2.        Uji friabilitas

Penetapan friabilitas tablet menggunakan alat Roche friabilator. Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet. Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu (A) dimasukkan ke dalam alat dan diputar selama 4 menit. Tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (B), kehilangan bobot tidak lebih dari 0,8 % (Banker dan Anderson, 1994).

3.        Uji kekerasan

Penetapan kekerasan tablet menggunakan alat Strong cobb hardness tester. Tablet yang akan diuji sebanyak 5 tablet. Diletakkan sebuah tablet antara anvil dan punch tegak lurus, tablet dijepit dengan cara memutar skrup pemutar sampai lampu stop menyala. Skrup ditekan dan dicatat angka yang ditunjukkan jarum penunjuk skala pada saat tablet pecah. Percobaan ini dilakukan untuk 5 tablet. Syarat kekerasan tablet 4 kg–8 kg (Kumoro, 2015).

4.        Waktu hancur

Alat: disintegrator tester. Alat terdiri dari suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 100 ml termostat dengan suhu 36-38°C dan alat untuk menaik turunkan keranjang dengan frekuensi 29-32 kali permenit. Cara: satu tablet dimasukkan kedalam masing-masing tabung dari keranjang, dimasukkan satu cakram pada tiap tabung dan dijalankan, sebagai media digunakan air suling dengan suhu 37± 2°C. Pada akhir batas waktu dinyatakan sebagai waktu hancur tablet, yaitu waktu dimana semua bagian tablet telah melewati kawat kasa. Pengujian dengan 6 tablet, dimana selama 15 menit seluruh tablet telah hancur dan melewati kasa pada tabung (Lette, 2016).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

 

 

A.           Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan diidentifikasi di Laboratorium Herbarium Medanase, Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan yang dikirim adalah jahe merah dari famili Zingiberaceae (Lette, 2016).

 

B.            Hasil Pengolahan Sampel

Hasil pengolahan jahe merah yang masih segar dicuci kemudian disortasi basah, ditiriskan dan ditimbang. Jahe merah dirajang dengan ketebalan 1-3 mm, lalu dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ±40°C. Jahe merah  yang telah kering ditandai dengan rapuh saat di patahkan dan mempunyai berat konstan. Simplisia diserbuk dengan blender, disimpan dalam wadah plastik bertutup.

 

C.           Hasil Uji Karakterisasi Simplisia

1.        Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia jahe merah yaitu menunjukkan berbentuk bulat memanjang, keras, warna merah, warna daging kecoklatan, panjang 3-4 cm, permukaan luar berkerut, melengkung tidak beraturan, tidak rata, bau khas, rasa pedas (Lette, 2016).

2.        Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil uji karakterisasi simplisia jahe merah dpat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil uji karakterisasi simplisia jahe merah

Karakteristik

Hasil pemeriksaan

Depkes RI,

1978 (%)

Kadar air

3,994

Maks 10

Kadar sari larut air

16,17

≥ 15,6

Kadar sari larut etanol

17,28

≥ 4,3

Kadar abu total

3,806

≤ 5

Kadar abu tidak larut asam

2,511

≤ 3,9

 

Hasil penetapan kadar air yang terkandung dalam simplisia jahe merah yaitu 3,994 % dan memenuhi persyaratan dari buku Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan bahan menjadi rusak ketika disimpan karena adanya pertumbuhan mikroba dan hidrolisis senyawa kimia. Penetapan kadar sari larut etanol dan penetapan kadar sari larut air adalah 17,28% dan 16,17% nilai tersebut sesuai dengan kriteria mutu yang ditentukan tidak kurang dari 15,6% dan tidak kurang dari 4,3 %. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk mengetahui adanya zat berkhasiat yang dapat terlarut dalam pelarut yang digunakan. Semakin tinggi kadar yang dihasilkan berarti semakin tinggi kandungan zat berkhasiatnya (Gaman dan Sherington, 1992). Senyawa- senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam organik. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antrakinon, steroid terikat, klorofil, dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin (BPOM RI, 2014).

Penetapan kadar abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang terdapat pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam (BPOM RI, 2014).

 

D.           Hasil Ekstraksi Jahe Merah

Hasil penyarian 2,6 kg serbuk simplisia jahe merah dengan pelarut etanol 96% dengan perbandingan antara serbuk dan pelarut yaitu 1:10, diperoleh ekstrak cair yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator, diperoleh ekstrak kental sebanyak 418,46 g dengan persen rendemen 16,095 %. Ekstrak inilah yang digunakan sebagai bahan formulasi sediaan tablet.

 

E.            Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak jahe merah dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia ekstrak jahe merah

Golongan senyawa kimia

Hasil

Alkaloid

-

Flavonoid

+

Tanin

+

Saponin

+

Triterpenoid

+

Glikosida

+

Keterangan:

(+)  = Mengandung senyawa

(–)  = Tidak mengandung senyawa

UJi skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak jahe merah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa ekstrak jahe merah memiliki golongan senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid/triterpenoid dan glikosida. Hasil skrining ekstrak jahe merah menunjukkan adanya saponin dengan terbentuknya buih yang stabil, flavonoid ditunjukkan dengan warna merah intensif.

 

F.            Hasil Uji Preformulasi

1.        Waktu alir granul

Hasil uji waktu alir granul dari 9 formula dengan metode granulasi basah dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil uji waktu alir granul dari 9 formula

 

Formula

Uji

preformulasi

 

Persyaratan

Waktu alir

F1

4,05

 

 

 

 

<10 detik

F2

4,21

F3

4,49

F4

3,64

F5

3,89

F6

3,89

F7

5,14

F8

6,15

F9

6,40

 

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa uji waktu alir granul memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 10 detik. Apabila waktu yang diperlukan oleh 100 g granul untuk mengalir keluar dari corong lebih dari 10 detik, akan mengalami kesulitan waktu penabletan (Lestari dan Natalia, 2007)



Gambar 4.1 Histogram Waktu Alir Granul

Uji waktu alir granul dari setiap formula berbeda- beda sesuai dengan konsentrasi pengikat yang digunakan, pada formula F4-F6 waktu alir granul lebih cepat dibandingkan dengan waktu alir granul pada formula F1-F3, dan F7-F9. Kecepatan alir dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, kondisi permukaan, kelembapan granul dan penambahan bahan pelicin. Analitik granul mempunyai sifat alir yang baik maka pengisian pada ruang kempa menjadi konstan sehingga dihasilkan tablet yang mempunyai bobot seragam (Kumoro, 2015). Ukuran granul pada formula F4-F6 lebih besar dibandingkan dengan formula F1-F3 dan F7-F9. Hasil pengujian distribusi partikel bahwa granul yang dihasilkan oleh formula menggunakan gelatin lebih banyak dibandingkan formula menggunakan amylum dan PVP. Ukuran partikel granul makin kecil akan memperbesar gaya kohesinya sehingga granul akan menggumpal dan menghambat kecepatan alirannya.

2.        Hasil uji sudut diam

Hasil uji sudut diat granul dari 9 formula dengan metode granulasi basah dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil uji sudut diam dari 9 formula

 

Formula

Uji

preformulasi

 

Persyaratan

Sudut     diam (0)

F1

25,174

 

 

 

200-400

F2

29,726

F3

26,151

F4

27,203

F5

27,203

F6

26,151

F7

23,509

F8

23,509

F9

19,188

 

Metode sudut diam digunakan sebagai metode tidak langsung untuk mengukur mampu alir serbuk karena hubungannya dengan kohesi antarpartikel.Suatu serbuk yang tidak kohesif mengalir baik, menyebar, membentuk timbunan yang rendah. Bahan yang kohesif membentuk timbunan yang lebih tinggi yang kurang menyebar (Allen, 2014).



Gambar 4.2 Histogram Sudut Diam Granul

Berdasarkan gambar uji preformulasi sudut diam dari formula F1-F9, memenuhi persyaratan yaitu antara 200- 400. Bila sudut baring lebih kecil atau sama dengan 300 biasanya menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 400 biasanya daya mengalirnya kurang baik. Dari nilai sudut diam dan kompresibilitas dapat menunujukkan indikasi bias diterimanya sifat aliran yang dimiliki suatu bahan (Kumoro, 2015).

3.        Hasil uji indeks tap granul

Hasil uji indeks tap granul dari 9 formula dengan metode granulasi basah dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Uji Indeks Tap Granul dari 9 Formula

Formula

Uji preformulasi

Persyaratan

Indeks tap %

F1

11,11

 

 

 

 

≤ 20%

F2

11,11

F3

11,11

F4

8,696

F5

11,11

F6

8,696

F7

13,636

F8

13,636

F9

8,696

 

Kerapatan granul dapat mempengaruhi kompresibilitas, porositas tablet, kelarutan dan sifat-sifat lainnya. Granul yang keras, padat memerlukan kompresi yang lebih besar untuk menghasilkan kohesi yang kompak, seperti tablet - tablet yang berpenampilan dapat diterima yang bebas dari granul.



Gambar 4.3 Histogram Indeks Tap Granul

Semakin kecil nilai indeks tap granul maka volume pemampatan akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena jumlah pemakaian dan bahan pengikat yang digunakan berbeda sehingga menghasilkan bentuk granul yang berbeda. Dari gambar indeks tap granul dari beberapa formula bervariasi akan tetapi masih memenuhi persyaratan yaitu ≤ 20% (Kumoro, 2015).

 

G.           Uji Evaluasi Tablet

Pada proses pencetakan tablet formula F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F9 semua formula dapat dicetak menjadi tablet. Evaluasi sediaan tablet yang dilakukan yaitu uji keseragaman bobot, uji kekerasan tablet, uji friabilitas tablet, dan uji waktu hancur tablet.

1.        Hasil evaluasi keseragaman bobot

Hasil evaluasi keseragaman bobot tablet dengan variasi pengikat dengan berbagai konsentrasi dari ke sembilan formula yaitu F1, F2,F3, F4, F5, F6, F7, F8, F9 memenuhi persyaratan bahwa tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari persyaratan yang ditetapkan, menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979), yaitu tidak lebih dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet yang menyimpang dari bobot yang ditetapkan pada kolom B menurut Tabel 3.2.

2.        Hasil uji friabilitas

Hasil uji friabilitas tablet ekstrakjahe merah dengan metode granulasi basah dari 9 formula dapat dilihat pada Tabel 4.6.


 

Tabel 4.6 Hasil Uji Friabilitas

Formula

Uji evaluasi

Persyaratan

Friabilitas (%)

F1

0,857

 

 

 

 

≤ 1%

F2

0,832

F3

0,822

F4

0,656

F5

0,640

F6

0,607

F7

0,755

F8

0,744

F9

0,701

 

Kehilangan berat lebih kecil dari 0,5% sampai 1% masih dapat dibenarkan. Bila punch cembung (terlebih lagi yang sangat cembung) digunakan dalam pembuatan tablet, apalagi kondisinya kurang baik atau tepi permukaannya sudah aus, maka tablet yang dihasilkan akan berumbai pada tepinya. Tablet  seperti ini derajat/ harga friabilitasnya akan lebih tinggi dari pada normal, karena jumbai-jumbai itu akan dilepaskan pada waktu pengujian. Kerenyahan tablet dapat juga dipengaruhi oleh kandungan air dari granul dan produk akhir. Granul yang sangat kering dan hanya mengandung sedikit sekali persentase kelembapan, sering menghasilkan lebih banyak tablet renyah daripada granul yang kadar kelembapanya 2 sampai 4%.



Gambar 4.4 Histogram Friabilitas Tablet

 

Dari gambar dapat dilihat friabilitas F1-F9 memenuhi persyaratan. Menurut Siregar dan Wikarsa (2010), menjelaskan bahwa persyaratan friabilitas yaitu maksimal 1% untuk sediaan tablet konvensional.


 

3.        Hasil uji kekerasan tablet

Hasil uji kekerasan tablet ekstrak rimpang jahe merah dari 9 formula dengan metode granulasi basah dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil UJi Kekerasan Tablet

 

Formula

Uji evaluasi

 

Persyaratan

Kekerasan (Kg)

F1

0,853

 

 

 

 

4-8 Kg

F2

1,017

F3

1,210

F4

1,963

F5

2,197

F6

2,490

F7

1,447

F8

1,673

F9

1,813

 

Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta tahan atas kerenyahan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan pengapalan. Kekuatan tablet, seperti juga ketebalannya, merupakan fungsi dari isi die dan gaya kompresi. Pada penambahan tekanan kompresi, nilai kekerasan tablet meningkat, sedangkan ketebalan tablet berkurang. Pelincir dapat mempengaruhi kekerasan tablet bila terlalu pekat atau pencampurannya terlalu lama (Kumoro, 2015).



Gambar 4.5 Histogram Uji Kekerasan Tablet

 

Dari gambar dapat dilihat bahwa kekerasan tablet dari tiap formula yaitu dibawah 4 kg. Menurut (Parrot,1971), persyaratan yang ditetapkan untuk kekerasan tablet yaitu 4-8 kg. Kekerasan tablet dari tiap formula berbeda-beda sesuai dengan jenis dan jumlah bahan pengikat yang digunakan. Formula F4-F6 mempunyai kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan formula F1-F3, dan F7- F9. Formula F7-F9 mempunyai kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan formula F1-F3. Formula 6 dengan menggunakan pengikat gelatin menghasilkan kekerasan yang lebih besar dibandingkan semua formula dengan kekerasan mencapai 2,49 kg.

Berdasarkan hal tersebut bahan pengikat akan mempengaruhi baik buruknya suatu sediaan tablet. Amilum sebagai bahan pengikat yaitu menghasilkan tablet yang rapuh sehingga waktu disintregannya lebih singkat tetapi sulit dikeringkan. PVP menghasilkan tablet yang tidak keras, dan waktu disintegrasinya cepat tetapi sedikit higroskopis. Gelatin sebagai bahan pengikat yaitu dapat digunakan pada senyawa yang sulit diikat, akan tetapi cenderung menghasilkan tablet yang keras sehingga waktu disintegrannya membutuhkan waktu yang lama selain itu rentan terhadap mikroba. Kekerasan tablet bukanlah indikator yang absolut dari kekuatan tablet, karena pada beberapa formulasi, bila dikempa menjadi tablet yang sangat keras, cenderung akan terjadi cap pada pergesekan, sehingga menghilangkan bagian atas, karena itu cara lain untuk mengukur kekuatan tablet yaitu friabilitas (Kumoro, 2015).

4.        Hasil uji evaluasi waktu hancur tablet

Hasil uji evaluasi waktu hancur tablet rimpang jahe merah dari 9 formula dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil Uji Waktu Hancur

 

Formula

Uji evaluasi

 

Persyaratan

Waktu         hancur (menit)

F1

5,33

 

≤ 15 menit

F2

6.59

F3

7.45

F4

9.05

F5

12.47

F6

14.16

F7

6. 09

F8

7.12

F9

8.52

Tablet dinyatakan hancur jika terlarut dalam suatu medium penguji atau hancur menjadi banyak partikel. Langkah penting pertama sebelum melarut adalah pecahnya tablet menjadi partikel kecil atau granul yang disebut disentegrasi (Kumoro, 2015).

 

 



Gambar 4.6 Histogram Uji Evaluasi Waktu Hancur Tablet

 

Pada Farmakope Indonesia Edisi IV waktu hancur tablet yaitu tidak lebih dari 15 menit. Hasil dari gambar menunjukkan bahwa semua formula memenuhi persyaratan waktu hancur. Waktu hancur dari tiap formula berbeda-beda sebanding dengan kekerasan tablet.

Berdasarkan hasil uji evaluasi tablet yang dilakukan yaitu uji evaluasi keseragaman bobot, kekerasan, friabilitas, dan waktu hancur, tablet ekstrak jahe merah memiliki kekerasan dibawah 4 kg, akan tetapi friabilitas, keseragaman bobot, dan waktu hancur sesuai dengan persyaratan tablet. Faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet yaitu jenis dan jumlah bahan pengikat yang digunakan dan bahan aktif yang digunakan. Akibatnya kompaktibilitas dan kompresibilitas massa tablet yang akan dicetak rendah, sehingga kekerasan tablet berkurang (0,853 -2,49 kg). Kekerasan tablet yang rendah tidak mengakibatkan friabilitas rendah, tetapi baik (0,607 -0,85%). Waktu hancur bernilai 6.09 – 14.16 menit, masih memenuhi rentang peryaratan waktu hancur tablet (<15 menit). Keseragaman bobot juga memenuhi syarat, berarti homogenitas massa bagus. Secara umum dilihat dari evaluasi, tablet ekstrak jahe merah memenuhi syarat farmasi industri dan farmakope Indonesia Edisi III dan edisi IV.

 


 

BAB V
PENUTUP

 

 

A.           Kesimpulan

1.            Ekstrakjahemerah yang dikombinasivitamin B6 dengan berbagai jenis dan konsentrasi bahan pengikat dapatdibuatmenjadisediaan tablet dengan metode granulasi basah.

2.            Hasil evaluasi tablet ekstrak jahe merah menghasilkan kerapuhan, waktu hancur dan keseragaman bobot sesuai dengan persyaratan evaluasi tablet tetapi kekerasan tidak sesuai dengan persyaratan evaluasi tablet.

 

B.            Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya dalam pembuatan tablet ekstrak jahe merah dapat dilakukan uji stabilitas dan uji disolusi.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Allen L.V., Popovich N.G. and Ansel H.C., 2014, Ansel, Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem Penghantaran Obat, Diterjemahkan oleh Lucia Hendriati dan Kuncoro Foe, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

 

Ansel H.C., 2014, Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem Penghantaran Obat, 9th (eds). Afifah, H.& Ningsih, T., Penerbit Buku Kedokteran EGC.

 

BPOM RI, 2014, Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Indonesia, p. 1-25.

 

Ditjen BKAK. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Depkes RI.Hal.568.

 

Kumoro, A. C. 2015. Teknologi ekstraksi: senyawa bahan aktif dari tanaman obat. Yogyakarta: Plantaxia. pp: 9-11.

 

Lette, I dan Jose, A. 2016. The Effectiveness Of Ginger in Prevention  Of Nausea and Vomoting During Pregnancy and Chemotherapy. Intergrative Medicine Insight. Libertas Academica. Hal. 15.

 

Parrott, L. (1971). Pharmaceutical Technology. United States of America: Burges Publishing Company. Hal. 82.

 

Rahayu, Fitri. 2014. Formulasi Sediaan Chewabel Lozenges yang Mengandung Ekstrak Jahe Merah. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

 

Saparinto, C dan Hesty, D.S. 201). Jahe. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 6-7

 

Saparinto, Cahyo & Susiana, Rini. 2016. Grow Your Own Medical Plant – Panduan Praktis Menanam 51 Tanaman Obat Populer di Pekarangan. Yogyakarta: Lily Publisher. Hal : 43-45.

 

Setyawan, Budi. 2015. Peluang Usaha Budidaya Jahe. Pustaka Baru Press. Yogyakarta

 

Supriyanti, dkk. 201). Prinsip Obat Herbal.Edisi 1. Yogyakarta: Cv Budi Utama. Hal. 1.

 

Zamroni Salim, Ph.D dan Ernawati Munadi, Ph.D. 2017. Info Komoditi Tanaman Obat. Jakarta : Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia









Komentar

MAKALAH KUTIPAN, CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH KUTIPAN, CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

RESUME BUKU ETOS DAGANG ORANG JAWA PENGALAMAN RAJA MANGKUNEGARA IV KARYA : DRS. DARYONO, MSI.