PENGARUH IMPOR TEMBAKAU
TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
KELOMPOK
II
Disusun Guna Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Kepabean
Dosen Pengampu : Rudi Handoyono,
SE, M.Si
Disusun
Oleh :
1.
Christine Permatasari I B.231.16.0388
2.
Anisatul Muawanah B.231.16.0486
3.
M. Riza Fahlefi B.231.16.0487
FAKULTAS
EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS
SEMARANG
2018
Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan kesehatan
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Pengaruh
Impor Tembakau terhadap perekonomian Di Indonesia dengan baik.
Adapun makalah tentang Pengaruh Impor Tembakau terhadap perekonomian Di
Indonesia ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini, dan demi perbaikan tugas yang akan datang.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Semarang, 17 Mei 2018
Penulis
HALAMAN
JUDUL......................................................................................................... i
Setiap negara memiliki
sumber daya alam yang berbeda-beda antara satu sama lain yang tidak terdapat di
negara lain. Suatu negara akan membutuhkan komoditi yang tidak tersedia di
negaranya, tetapi tersedia di negara lain. Maka, negara tersebut akan melakukan
perdagangan atau pertukaran komoditi dengan negara lain. Terjadilah kegiatan
yang disebut dengan perdagangan internasional di setiap negara.
Saat ini, setiap negara
memang tidak bisa lepas dari perdagangan internasional. Perdagangan
internasional adalah kegiatan pertukaran barang dan jasa yang melintasi
batas-batas negara dan berhubungan dengan pemerintah serta penduduk negara
lain. Perdagangan internasional bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,
baik barang maupun jasa yang ada di dalam negeri, mendorong terciptanya
kemajuan teknologi, memperluas pasar, meningkatkan penerimaan negara melalui
bea masuk maupun bea keluar, serta mempererat hubungan dengan negara lain.
Tembakau
adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman genus nicotiana. Tembakau
merupakan salah satu bahan baku pembuatan rokok kretek yang sangat digemari
orang Indonesia. Di Indonesia, tembakau yang baik(Komersial) hanya
dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau ditentukan oleh lokasi
penanaman dan pengolahannya. Akibatnya hanya beberapa tempat yang memiliki
kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik.
Melimpahnya kekayaan alam di
negeri ini menyambut peluang bisnis berskala internasional. Dengan segudang
hasil panen, Indonesia mampu mengekspor beberapa bahan pangan,
bahan produksi maupun bahan
perkebunan/pertanian. Dalam konteks
pertanian umum, Indonesia juga memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit,
karet, coklat, dan tembakau produksi Indonesia mulai bergerak menguasai pasar
dunia. Namun, meski menduduki posisi sebagai negara penghasil pertanian di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu
menghadapi persoalan berulang dengan produksi pertanian, terutama tembakau. Akibatnya, Indonesia masih harus mengimpor tembakau dari negara penghasil pangan lain, seperti Cina
dan negara lainnya. Hal ini dapat dilihat dari data sebagai berikut :
Tingginya permintaan rokok
dalam negeri membuat para produsen rokok harus mengimpor tembakau dari luar
negeri. Cina merupakan negara terbesar pemasok tembakau ke Indonesia dengan
volume mencapai 38,6 juta kilogram (Kg) pada 2015. Posisi kedua ditempati
Amerika serikat dengan berat 549 juta Kg, dan posisi ketiga, yaitu Turki dengan
volume 5,36 juta Kg.
Permintaan tembakau domestik
dalam beberapa tahun terakhir rata-rata sekitar 300 ton per tahun, sementara
pasokan domestik hanya 200 juta per tahun. Sehingga masih ada kekurangan
sekitar 100 ton per tahun dan harus diimpor dari luar negeri. Total impor tembakau
pada 2015 mencapai 75,3 juta Kg turun 21,3 persen dari posisi tahun sebelumnya,
yaitu 95,7 juta Kg.
Kegiatan impor ini tidak
lain bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba
dengan memenuhi kebutuhan produksi dalam negeri. Negara importer biasanya melakukan kegiatan impor dengan tujuan
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri, menambah pendapatan negara karena
adanya devisa dari pajak barang impor. Impor juga dimaksudkan untuk mendorong
berkembangnya kegiatan industri dalam negeri.
Terbitnya Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 84
(Permendag 84) Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tembakau membuat resah para
petani tembakau di Indonesia. Beleid yang mulai diberlakukan pada 8 Januari 2018 tersebut justru
berpotensi meredupkan mata pencaharian mereka.
Ketua Asosiasi Petani
Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menyatakan dirinya tidak paham dengan tujuan
pemerintah. Musababnya, jenis-jenis tembakau yang masuk dalam daftar
pengetatan impor justru
yang paling dibutuhkan dalam komposisi rokok. Jenis-jenis tembakau itu adalah
virginia, burley, dan oriental.
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kesempatan
besar untuk menguasai pasar produk-produk pertanian. Hal ini juga didukung
dengan meningkatnya produksi pertanian setiap tahunnya yang terdiri dari
subsektor perkebunan, perternakan, holtikultura, dan tanaman pangan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang dapat
berorientasi impor terutama subsektor perkebunan.
Berdasarkan permasalahan di
atas, penulis mengambil judul Pengaruh
Impor tembakau
terhadap
Perekonomian Indonesia sebagai
bentuk makalah yang memaparkan khususnya kegiatan impor di Indonesia.
1.
Memenuhi tugas kelompok tentang kepabean pada permasalah impor tembakau
di Indonesia
2.
Mengetahui mekanisme impor tembakau
di Indonesia
3.
Mengetahui cara pergitungan bea masuk impor tembakau di Indonesia
4.
Mengetahui kondisi impor tembakau di Indonesia saat ini
1.
Bagaimana mekanisme impor tembakau di Indonesia ?
2.
Bagaimana kebijakan cukai impor tembakau di indonesia ?
3.
Bagaimana perhitungan bea masuk impor tembakau di Indonesia ?
4.
Seperti apa kondisi impor tembakau di Indonesia saat
ini ?
BAB II
LANDASAN TEORI
Perdagangan internasional adalah
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara
lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar
perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu
negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak
negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk
meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama
ribuan tahun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru
dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut
mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran
perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan
dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional
sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena
adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan,
misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu,
kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang,
taksiran dan timbangan dan hukum dalam perdagangan.
Walaupun perdagangan internasional rumit
dan kompleks, Namun menurut Sadono Sukirno perdagangan internasional memiliki
banyak manfaat diantaranya:
1)
Memperoleh
barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara di antaranya :
Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain.
2)
Memperoleh
keuntungan dari spesialisasi
Sebab
utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi.
3)
Memperluas
pasar dan menambah keuntungan
Dengan
adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya
secara maksimal dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
4)
Transfer
teknologi modern
Perdagangan
luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang
lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Transaksi ekspor-impor adalah transaksi
perdagangan internasional (international
trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang
antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara yang berbeda (Roselyne
Hutabarat 1991: 1).
Menurut Pasal 1 butir
14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari daerah pabean sesuai peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku. Pengertian ekspor juga dijumpai dalam Surat Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 146/MPP/IV/99 tanggal 22 April 1999 tentang
Ketentuan Umum di bidang Ekspor. Sedangkan pengertian impor menurut Pasal 1
butir 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan adalah
perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah
pabean dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Kegiatan
ekspor impor merupakan jual beli yang dilakukan secara internasional, artinya
dilakukan antar negara. Menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani (2015:9), jual
beli merupakan suatu perbuatan hukum antara pihak penjual di satu pihak dengan
pihak pembeli di lain pihak mengenai suatu barang.
Hukum perdagangan internasional
merupakan bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini
pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat
mencakup banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter,
jual beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan
sejenisnya), hingga hubungan atau transaksi dagang yang kompleks.
Bila dibandingkan dengan pelaksanaan
perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan
kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain :
1)
Pembeli
dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan.
2)
Barang
harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lainnya melalui bermacam
peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh
masing-masing pemerintah.
3)
Antara
satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang,
taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.
Permintaan adalah berbagai jumlah barang
dan jasa yang diminta pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu
dengan asumsi (cateris paribus)
komponen komponen lain yang mempengaruhi permintaan dianggap tetap contoh :
pendapatan, selera, harga barang lain dll.
Penjelasan mengenai perilaku konsumen
paling sederhana terdapat dalam hukum permintaan. Dalam hukum permintaan dikatakan bahwa, bila
harga suatu barang naik, maka jumlah
yang diminta konsumen akan barang tersebut akan menurun (cateris paribus). Kondisi sebaliknya, bila harga barang tersebut
mengalami penurunan, Cateris paribus berarti semua
faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah yang diminta dianggap tidak
berubah.
Ada dua pendekatan yang digunakan untuk
menjelaskan konsumen berperilaku seperti yang dinyatakan oleh hukum permintaan
(Boediono, 2008:17)
1.
Pendekatan
marginal utility: Pendekatan ini
bertitik tolak pada anggapan bahwa kepuasan setiap konsumen bisa diukur dengan
uang atau dengan satuan lain (bersifat cardinal).
2.
Pendekatan
indefferencce curve : Pendekatan ini
tidak memerlukan adanya anggapan bahwa kepuasan konsumen bisa diukur.
Pendekatan indefferencce curve menganggap bahwa tingkat kepuasan bisa dikatakan
lebih rendah atau tinggi tanpa mengatakan berapa lebih tinggi atau lebih rendah
(bersifat ordinal).
Penawaran suatu komoditi baik barang
maupun jasa merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam
suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa
antara harga dan jumlah yang ditawarkan ini mempunyai hubungan yang positif
yaitu jika harga naik maka jumlah komoditi yang ditawarkan semakin banyak.
Adapun sumber penawaran meliputi produksi pada waktu tertentu dan persediaan
(stok) pada waktu sebelumnya ( Lipsey, 1995:47).
Kurva Permintaan dapat didefinisikan
sebagai suatu kurva yang dapat menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu
barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang diminta oleh para pembeli (Sadono
Sukirno, 2005:17)
Kurva Permintaan adalah kurva yang dapat
menggambarkan bagaimana atau berapa jumlah barang yang diminta selama satu
periode waktu tertentu akan mengalami perubahan sebagai akibat adanya perubahan
harga barang tersebut, apabila faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan
(Nopirin, 1991:77)
Menurut
Susilo (2008: 101)
impor bisa diartikan
sebagai kegiatan memasukkan
barang dari suatu negara (luar negeri) ke dalam wilayah pabean negara lain.
Pengertian ini memiliki
arti bahwa kegiatan
impor berarti melibatkan dua
negara. Dalam hal
ini bisa diwakili
oleh kepentingan dua perusahaan antar
dua negara tersebut,
yang berbeda dan
pastinya juga peraturan serta
bertindak sebagai supplier
dan satunya bertindak
sebagai negara penerima.
Dasar
hukum peraturan mengenai
Tatalaksana Impor diatur
dalam Keputusan Direktur Jendral
Bea dan Cukai
Nomor KEP-07/BC/2003. Tentang
petunjuk pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di bidang impor dan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002. Komoditi yang dimasukkan ke dalam
peredaran bebas di dalam wilayah pabean (dalam negeri), yang dibawa dari luar
wilayah pabean (luar negeri) dikenakan bea masuk kecuali dibebaskan atau
diberikan pembebasan. Dengan kata
lain seseorang atau
badan usaha yang
ditetapkan sebagai importir wajib
membayar bea masuk
dan pajak sebagaimana
yang telah ditetapkan pemerintah (Purba,1983: 51).
Harga dan kuantitas permintaan suatu
komoditi berhubungan secara negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu
komoditi maka jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang,
cateris
paribus. Untuk harga impor, menyatakan bahwa
suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi,
harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta,
atau dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan sedikit kuantitas
komoditi tersebut yang
diminta.
Sebaliknya, harga berhubungan secara
positif dengan penawaran. Semakin tinggi harga maka akan semakin banyak
kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan ( Lipsey, 1995:47).
Gross
Domestic Product (GDP) merupakan pendapatan total
dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. GDP merupakan nilai
dari total produksi barang dan jasa suatu negara yang dinyatakan sebagai
produksi nasional dan nilai total produksi tersebut juga menjadi pendapatan
total negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, produk nasional sama dengan
pendapatan nasional. Produk nasional atau pendapatan nasional dapat diukur
dalam bentuk pendapatan nasional bruto (PNB) atau pendapatan domestik bruto
(PDB). GDP sering dianggap sebagai cerminan kinerja ekonomi. GDP diartikan
sebagai perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian (Mankiw,
2000:89).
GDP menunjukkan besarnya kemampuan
perekonomian suatu negara, dimana semakin besar GDP yang dihasilkan suatu
negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan
perdagangan. Bagi negara importir, semakin besar GDP maka akan meningkatkan
impor komoditi negara tersebut.
Peningkatan GDP merupakan peningkatan
pendapatan masyarakatnya. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan
terhadap suatu komoditi, pada akhirnya meningkatkan impor komoditi tersebut.
Sehingga besarnya
GDP yang dimiliki negara importer akan mempengaruhi besarnya volume
perdagangan.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam proses memasukan barang ke
daerah pabean akan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
Sarana pengangkut akan datang dari Luar Daerah Pabean dan
atau dari Dalam Daerah Pabean yang mengangkut meliputi barang impor, barang
ekspor, barang asal Daerah Pabean ke tempat lain dalam daerah Pabean melalui
luar Daerah pabean.
Pengangkut yang menggunakan sarana Kapal Laut dan
Pesawat wajib memberitahukan Rencana Kedatangan Sarana
Pengangkut (RKSP) ke kantor pabean tujuan sebelum kedatangan sarana
pengangkut yaitu untuk Kapal laut pada saat lego jangkar dan bagi pesawat saat
mendarat di landasan bandar udara.
Kapal A dari Singapura baik yang memuat /atau tidak memuat barang
impor (International Liner, datang
dari Singapore memuat maupun tidak memuat barang2 impor/ekspor/barang BC 1.3).
Kapal B memuat BI eks A/L dari tanjung priok tujuan ke tanjung Emas (National Liner, memuat brg impor eks A/L
dari Tg Priok ke Tg Emas). Kapal C memat BE dari tanjung emas tujuan ke
Australia, bongkar di Tanjung Perak untuk dimuat ke kapal D (National Liner, memuat brg ekspor
tujuan Australia dari Tg Emas dibongkar di Tg Perak untuk di
A/L ke Australia dengan Kapal D).
Pengangkut yang menggunakan
sarana Kapal Laut wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean/manifest sebelum pembongkaran (Manifes
adalah daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana pengangkut). Dalam hal ini
pengangkut juga menyerahkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Daftar penumpang dan/atau awak
sarana pengangkut;
b.
Daftar bekal sarana pengangkut;
c.
Daftar perlengkapan/ inventaris
sarana pengangkut;
d.
Stowage Plan atau Bay Plan untuk SP melalui laut;
e.
Daftar senjata api dan amunisi; dan
f.
Daftar obat, termasuk narkotika
untuk pengobatan.
g. Hal ini
harus sudah diserahkan paling lambat pada saat kedatangan sarana
pengangkut, dalam bahasa Indonesia atau Inggris secara elektronik atau
manual kepada Pejabat di Kantor Pabean.
Pembongkaran barang impor
dilaksanakan di kawasan pabean atau tempat lain (ijin kepala kantor
pabean) yang dilakukan paling lama 12 jam setelah selesai pembongkaran,
Pengangkut wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas atau jumlah barang
curah yang telah dibongkar kepada Pejabat di Kantor Pabean dan penyerahan
pemberitahuan dapat dilakukan secara manual atau melalui media elektronik.
Penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban
pabeannya dilakukan di tempat penimbunan yaitu tempat penimbunan sementara
(TPS); atau Gudang atau lapangan penimbunan milik importir setelah
mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
Pengusaha TPS yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang
yang seharusnya berada di TPS wajib melunasi BM, Cukai, dan PDRI yang
seharusnya dibayar berikut SA berupa denda (ps 43 UU 10 1995).
Jangka waktu penimbunan berbeda di
tiap area penimbunan, masing-masing jangka waktu tersebut adalah :
1. Max 30 hari
di TPS yg berada di area pelabuhan (Lini I)
2. Max 60 hari
di TPS yg berada di luar area pelabuhan (Lini II)
3. Max 60 hari
di tempat lain
Syarat impor adalah melakukan
registrasi importir, melakukan pemberitahuan pabean serta pembayaran BM dan
PDRI serta pemenuhan Lartas. Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean pada
umumnya dikeluarkan untuk hal-hal sebagai berikut :
·
Pengeluaran barang impor untuk
dipakai, untuk kondisi ini menggunakan : a). Pemberitahuan Impor Barang
(BC 2.0), b). Pemberitahuan Impor Barang Khusus (BC 2.1), c). Customs Declaration (BC 2.2) untuk
barang penumpang dan pengangkut, d). Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos
(PPKP) dan e). Pemberitahuan Lintas Batas (PPLB).
·
Diimpor sementara
·
Ditimbun di TPB
·
ke TPS di kawasan pabean lain
·
diangkut terus
·
diangkut lanjut
·
di re-ekspor
Cara penyampaian Pemberitahuan Impor
(PIB) Barang dilakukan pada setiap pengimporan, maupun secara berkala dilakukan
setelah BC 1.1, kecuali prenotification.
Bentuk PIB berupa data elektronik atau tulisan di atas formulir.
Adapun penyampaian data elektronik melalui sistem PDE Kepabeanan atau
melalui media penyimpanan data elektronik, namun apabila Di Kantor Pabean
yang menerapkan PDE maka PIB wajib melalui PDE. Adapun lampiran PIB
terdiri atas dokumen pelengkap pabean (Invoice,
Packing List, Bill of Lading / Airway Bill, etc), bukti pembayaran bea
masuk, cukai dan PDRI (SPTNP). Terhadap Lampiran PIB atas BKC impor yang
pelunasan cukainya dengan pelekatan pita cukai terdiri atas dokumen
pelengkap pabean, bukti pembayaran bea masuk, PPnBM dan PPh,
dan dokumen pemesanan pita cukai.
Bagi Non Mitra Utama (Non
Mita), Mita Prioritas maupun Mita Non Prioritas penyerahan hardcopy PIB dan Dok Pelengkap dilakukan maximal 3 (tiga) hari
setelah Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB/SPJM/SPJK), dan apabila
melampaui waktu yang ditentukan akan dilakukan pemblokiran sampai dengan
diserahkannya hardcopy dimaksud.
Cara pengenaan Bea Masuk
dilakukan berdasarkan satuan / takaran tertentu dari barang impor (tarif
spesifik) dan berdasarkan prosentase tertentu dari harga barang (tarif
advalorum).
Jika saat pengeluaran dari kawasan
pabean ada selisih kurang dari jumlah dalam PIB (eksep) maka hal-hal yang
dilakukan adalah : penyelesaiannya dengan PIB semula dan waktu
penyelesaian paling lama 60 hari sejak tgl SPPB.
PIB melalui PDE dapat
dibatalkan jika salah kirim yaitu data PIB dikirim ke Kantor Pabean lain
dari Kantor Pabean tempat pengeluaran barang dan penyampaian data PIB dari
importasi yang sama dilakukan lebih dari satu kali. Pembatalan PIB
dilakukan dengan persetujuan Ka KPU BC/Ka KPPBC/Pejabat yang ditunjuk
berdasarkan permohonan Importir
MITA Prioritas yaitu mekanisme
pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor oleh Importir Jalur Prioritas
dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan
penelitian dokumen;
MITA Non
Prioritas yaitu mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor
oleh importir dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa dilakukan pemeriksaan
fisik dan penelitian dokumen, kecuali dalam hal: impor sementara, re-impor, random, diterbitkan SPPF, SPPB diterbitkan setelah selesainya penelitian
dokumen.
Jalur Hijau adalah mekanisme
pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan
pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat
Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Jalur Merah
adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan
dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan
Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Jalur Kuning adalah mekanisme
pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan
pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB.
Tembakau termasuk dalam jalur hijau,
yaitu pemeriksaan yang hanya dilakukan secara penelitian dokumen tanpa
pemeriksaan fisik setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
(SPPB).
Bagi yang menggunakan Surat
Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) dalam waktu 3 hari menyerahkan hardcopy PIB, dokumen pelengkap pabean, dan SSPCP, dalam hal
PIB disampaikan dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan dan menyiapkan
barang untuk diperiksa serta hadir dalam pemeriksaan fisik dan apabila hal
ini tidak dilakukan maka akan diblokir sampai dengan diserahkan hardcopy PIB, Pejabat pabean dapat
memerintahkan dilakukan pemeriksaan fisik dan TPS wajib membantu proses
tersebut.
Diperiksa
|
Tidak
Diperiksa
|
1. Barang yg
ditetapkan jalur hijau “pemindai peti kemas“
2. Barang “satu
jenis/ satu pos tarif” yg ditetapkan jalur merah
3. Barang
impor dalam refrigerated container
4. Barang
yang berisiko tinggi berdasarkan hasil analisis intelijen
5. Barang
peka udara
6. Barang
lainnya atas pertimbangan Ka KPPBC/Ka KPU/Pejabat yang ditunjuk
|
1.
Barang impor peka cahaya
2.
Barang impor yang mengandung zat radioaktif
3.
Barang impor lainnya yg menjadi rusak jika dipindai
4.
Penelitian Tarif dan Nilai Pabean diselesaikan
max 30 hari sejak tanggal pendaftaran PIB, dan jika terdapat kekurangan BM,
cukai & PDRI diterbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean
(SPTNP). Importir dapat mengajukan keberatan ke Dirjen Bea dan Cukai hingga
Banding ke Pengadilan Pajak.
|
Upaya
intensif yang dilakukan Bea Cukai dalam pengawasan dan penegakan hukum di bidang
cukai, baik melalui pengawasan administrasi maupun fisik, berpengaruh terhadap
menurunnya jumlah pabrik rokok.
Tak
hanya itu, ditinjau dari aspek ekonomi perkembangan industri hasil tembakau, terlihat secara linier tren pertumbuhan produksi
rokok mulai menurun selama 10 tahun terakhir dengan nilai tren sebesar -0,28
persen. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyampaikan selama tiga tahun terakhir
produksi rokok berdasarkan pemesanan pita cukai mulai stagnan dengan rata-rata
pertumbuhan 0,2 persen.
Selain
itu, Bea Cukai juga gencar
melakukan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Ismanu dari Gabungan
Perserikatan Pabrik Rokok Kretek Indonesia (GAPPRI), pada Rabu (28/9)
mengatakan bahwa dalam rangka menjaga persaingan yang sehat, GAPPRI mendukung
law enforcement berupa upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal. “Kami berharap dengan terciptanya fair
treatment bagi industri rokok yang telah mematuhi segala ketentuan dan membayar
cukai sesuai kewajibannya, tidak akan ada lagi rokok ilegal, kemudian
diharapkan pasar akan diisi oleh industri rokok yang taat aturan,” ungkap
Ismanu.
Seperti
diketahui, sebagai instansi vertikal Kementerian Keuangan, Bea Cukai memiliki empat tugas dan fungsi sebagaimana
diamanatkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 yang telah diubah dengan Undang
Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, di mana salah satunya sebagai community protector di bidang cukai,
yaitu membatasi konsumsi termasuk di antaranya hasil tembakau.
Pasal 5
(1)
Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai
berdasarkan tarif paling tinggi:
a.
untuk yang dibuat di Indonesia:
1.
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
2.
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
b.
untuk yang diimpor :
1.
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
2.
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
(2)
Barang kena cukai lainnya dikenai cukai berdasarkan tarif
paling tinggi:
a.
untuk yang dibuat di Indonesia:
1.
1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga
dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
2.
80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga
dasar yang digunakan adalah harga jual eceran
b.
untuk yang diimpor:
1.
1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga
dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea
masuk; atau
2.
80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga
dasar yang digunakan adalah harga jual ecera
Nilai Pabean diperoleh dari tiga unsur yaitu
:
1.
Harga barang/FOB (Free
On Board) : Harga barang berdasarkan nilai transaksi dalam kondisi
persaingan bebas, nilai tersebut bisa dilihat pada Invoice, Bukti Transaksi, Listing pada website penjualan dan
lain-lain. Apabila bukan dari transaksi jual beli maka nilai barang akan
ditetapkan oleh petugas bea dan cukai sesuai ketentuan yang berlaku.
2.
Ongkos Kirim : ongkos kirim yang dibayar untuk pengiriman
paket tersebut apabila harga barang adalah “free
Shipping” maka harga barang tersebut sudah termasuk ongkos kirim.
3.
Asuransi : 0,5% x (harga barang + ongkos kirim)
Apabila FOB ≤ USD 100 maka bebas bea masuk
dan pajak dalam rangka impor. Apabila FOB>USD 100 maka dikenakan pungutan
impor dengan nilai pabean penuh (CIF) sebagai dasar perhitungan.
Konversikan terlebih dahulu Nilai Pabean yang
digunakan untuk penghitungan pungutan impor kedalam rupiah, kurs resmi dapat
diperoleh melalui www.beacukai.go.id
atau www.kemenkeu.go.id. Bea Masuk = tarif BM 7,5% x Nilai Pabean
3.3.3
Cara menghitung Pajak Dalam Rangka Impor
Pajak = Tarif Pajak x
Nilai Impor
Nilai
Impor = Nilai
Pabean + Bea Masuk
Pada
umumnya tarif pajak adalah: PPN 10% dan PPh 10% (pemilik NPWP) dan 20%
(tidak memiliki NPWP)
Bahan
baku pembuatan rokok seperti tembakau di Indonesia, saat ini masih banyak yang
menggunakan tembakau yang dimpor dari beberapa negara. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS), pada semester I-2017 impor tembakau mencapai US$ 252,6
juta dengan volume 50,7 ribu ton. Angka ini naik jika dibandingkan periode yang
sama di tahun sebelumnya yang hanya US$ 241,6 juta dengan volume 37,6 ribu ton.
Khusus di Juni 2017, total volume 8,1 ribu ton dengan nilai US$ 44,6 juta atau
turun jika dibandingkan dengan Mei 2017 yang sebesar US$ 66,3 juta dengan
volume 12,1 ribu ton. Bahkan, jika dibandingkan Juni 2016 juga naik hampir 3
kali lipat, sebab di bulan keenam tahun lalu impor tembakau hanya US$ 27,4 juta
dengan volume 4,5 ribu ton. Impor tembakau Indonesia berasal dari 5 negara,
China yang merupakan paling banyak volume impornya, hingga semester I-2017
mencapai 24,3 ribu atau US$ 101,8 juta. Keduaadalah dari Brasil dengan volume
mencapai 4,3 ribu ton dengan nilai US$ 30,9 juta. Ketiga adalah Amerika Serikat
dengan volume 4,0 ribu ton atau setara US$ 30,8 juta. Selanjutnya dari Turki,
dengan volume sebesar 1,7 ribu ton nilainya US$ 12,0 juta, dan yang kelima
adalah berasal dari India dengan volume 2,7 ribu ton atau setara US$ 10,5 juta.
Indonesia
masih mengimpor 40% dari total kebutuhan tembakau domestik. Oleh karena itu,
rencana pengenaan cukai tiga kali lipat untuk tembakau impor dalam Rancangan
Undang-undang (RUU) Pertembakauan dinilai tidak realistis dan kontra produktif.
Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian Faiz Achmad
menjelaskan, hasil produksi tembakau di Indonesia baru mencapai kisaran 180-190
ribu ton per tahun. Jumlah ini belum mencukupi kebutuhan nasional yang mencapai
330 ribu ton per tahun.
Menurut
Faiz Bila nantinya dikenakan cukai hingga tiga kali lipat tentu akan
memberatkan industri. Nantinya akan terjadi kelangkaan tembakau dan membuat
industri rokok tidak kondusif, belum lagi kondisi ini akan membuat rokok ilegal
marak, tentu akan meresahkan.” Menurut Faiz, rancangan aturan ini akan kontra
produktif bagi industri karena akan menambah beban biaya produksi. Target
penerimaan cukai rokok yang sudah ditetapkan dinilai tak mungkin tercapai, jika
perusahaan mengurangi produksinya.
Faiz
menilai, pengenaan cukai dan pajak untuk
industri rokok saat ini sudah besar. "Sehingga tak perlu lagi ditambah.
Ini terkesan ada pajak berganda," tutur dia. Sebelumnya, dalam pembahasan
RUU Pertembakauan oleh DPR terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang impor
tembakau. Di pasal tersebut dijelaskan bahwa tembakau impor akan dikenakan
cukai sebesar 60% dari harga pasar, sedangkan rokok yang mengandung tembakau
impor akan dikenakan biaya cukai tiga kali lipat.
Bila
semua dibatasi tentu industri tak bisa produksi dan akan kekurangan bahan
baku," jelasnya. Selain itu, menurut Suharjo, fungsi impor tak hanya
menambah kekosongan bahan baku tapi juga untuk memperkaya varian yang ada,
seperti varian oriental dari Turki dan bibit tembakau hurley dari Amerika, dua
jenis tembakau tersebut belum bisa ditanam di Indonesia, "Sehingga kami
masih harus mengambil dari luar negeri," tuturnya. Varian itu berhubungan
dengan cita rasa rokok dan selera.
Formasi
juga menolak pasal yang mengatur soal beban cukai tiga kali lipat untuk rokok
yang mengandung tembakau impor dan tambahan cukai untuk daun tembakau impor.
Hal ini karena akan mengikis produksi rokok karena kebutuhan industri akan
pasokan tembakau tidak terpenuhi. Dia mengusulkan peraturan cukai tidak masuk
dalam ranah RUU Pertembakauan karena sangat teknis.
Impor Bahan Baku
dan Barang Penolong, 1997-2016
|
Tahun
|
Jumlah
|
Makanan
dan Minuman untuk Industri
|
Bahan Baku
untuk Industri
|
Bahan
Bakar dan Pelumas
|
Suku
Cadang dan Perlengkapan
|
Utama
|
Olahan
|
Utama
|
Olahan
|
Utama
|
Olahan
|
Untuk Barang Modal
|
Untuk Alat Angkutan
|
|
Berat
Bersih: 000 ton
|
1997
|
55 410.50
|
4 750.70
|
1 059.40
|
9 243.40
|
18 854.20
|
9 513.80
|
10 932.20
|
657.00
|
399.80
|
1998
|
46 455.70
|
3 909.40
|
1 176.60
|
8 001.10
|
11 919.30
|
10 533.70
|
10 416.30
|
355.00
|
144.30
|
1999
|
54 175.40
|
4 973.60
|
1 958.70
|
10 593.20
|
13 906.00
|
11 695.80
|
10 606.10
|
280.00
|
162.00
|
2000
|
61 076.80
|
5 310.40
|
1 954.80
|
11 608.80
|
18 028.90
|
11 614.30
|
11 772.00
|
390.50
|
397.10
|
2001
|
60 245.10
|
4 139.40
|
1 747.70
|
12 220.50
|
17 319.20
|
14 206.00
|
9 843.90
|
388.50
|
379.90
|
2002
|
65 989.30
|
5 953.20
|
1 416.20
|
11 469.20
|
17 548.00
|
15 900.80
|
12 939.40
|
389.60
|
372.90
|
2003
|
63 952.70
|
5 080.10
|
1 724.70
|
10 865.50
|
16 691.50
|
20 240.50
|
8 637.70
|
333.30
|
379.40
|
2004
|
75 357.50
|
5 921.40
|
1 322.30
|
13 360.30
|
20 742.60
|
19 028.40
|
14 025.00
|
447.70
|
509.80
|
2005
|
76 582.90
|
5 780.00
|
2 105.40
|
10 588.20
|
22 548.80
|
15 748.50
|
18 665.00
|
531.90
|
615.10
|
2006
|
77 353.70
|
5 946.40
|
1 948.60
|
12 953.30
|
23 520.80
|
14 754.80
|
17 121.50
|
482.20
|
626.10
|
2007
|
81 741.00
|
6 467.20
|
3 113.00
|
12 363.90
|
26 016.60
|
15 222.20
|
17 495.90
|
585.80
|
476.40
|
20081
|
90 686.20
|
6 133.60
|
1 675.20
|
13 929.70
|
33 451.10
|
12 868.10
|
20 695.30
|
1 080.30
|
852.90
|
20091
|
84 720.00
|
6 413.10
|
2 950.10
|
11 915.90
|
27 571.80
|
15 381.70
|
19 182.80
|
829.60
|
475.00
|
20101
|
101 817.60
|
7 067.30
|
3 208.90
|
16 062.30
|
35 061.10
|
14 346.10
|
24 390.70
|
991.60
|
689.60
|
20111
|
116 101.80
|
8 207.20
|
4 282.50
|
18 811.00
|
41 188.50
|
13 316.20
|
28 313.50
|
1 148.50
|
834.40
|
20121
|
124 955.50
|
8 565.50
|
4 558.30
|
16 528.30
|
50 329.60
|
12 656.70
|
29 445.60
|
1 912.40
|
959.10
|
20131
|
132 395.70
|
9 026.40
|
4 935.20
|
20 431.00
|
48 510.50
|
16 534.60
|
30 741.00
|
1 223.80
|
993.20
|
20141
|
138 827.90
|
10 067.20
|
4 502.70
|
23 163.10
|
49 892.10
|
18 458.80
|
30 588.30
|
1 201.30
|
954.40
|
20151
|
139 139.60
|
10 183.60
|
4 818.60
|
22 644.00
|
50 431.70
|
21 540.80
|
27 564.70
|
1 150.40
|
805.80
|
20161
|
142 568.10
|
13 338.00
|
6 468.90
|
20 463.70
|
50 249.20
|
23 497.80
|
26 499.40
|
1 143.30
|
925.80
|
|
Nilai CIF: 000 000 US $
|
1997
|
30 229.50
|
1 387.70
|
472.30
|
2 012.70
|
14 141.90
|
1 487.20
|
2 339.60
|
5 172.30
|
3 215.80
|
1998
|
19 611.80
|
820.90
|
474.00
|
1 545.70
|
9 697.40
|
1 061.00
|
1 542.20
|
3 241.00
|
1 229.60
|
1999
|
18 475.00
|
1 113.20
|
525.30
|
1 597.20
|
8 910.10
|
1 596.40
|
1 816.00
|
1 899.10
|
1 017.70
|
2000
|
26 018.70
|
1 009.80
|
507.60
|
2 020.30
|
12 421.40
|
2 531.30
|
2 960.90
|
2 223.40
|
2 344.00
|
2001
|
23 879.40
|
797.10
|
503.60
|
2 228.90
|
10 970.20
|
2 890.00
|
2 214.00
|
2 147.60
|
2 128.00
|
2002
|
24 227.50
|
1 096.50
|
441.20
|
1 758.60
|
10 541.70
|
3 218.90
|
2 917.10
|
2 205.20
|
2 048.30
|
2003
|
25 496.30
|
1 127.30
|
531.60
|
1 697.90
|
10 570.80
|
5 056.40
|
2 244.20
|
2 089.20
|
2 178.90
|
2004
|
36 204.20
|
1 456.70
|
568.60
|
2 236.30
|
15 357.80
|
5 847.00
|
5 284.20
|
2 815.20
|
2 638.40
|
2005
|
44 792.00
|
1 325.30
|
830.40
|
2 064.40
|
17 407.00
|
6 810.70
|
9 494.60
|
3 653.00
|
3 206.60
|
2006
|
47 171.40
|
1 352.20
|
909.10
|
2 438.70
|
18 050.70
|
7 866.90
|
10 304.20
|
3 507.60
|
2 742.00
|
2007
|
56 484.70
|
2 079.10
|
1 537.10
|
2 827.40
|
21 759.10
|
9 067.80
|
11 666.50
|
4 623.70
|
2 924.00
|
20081
|
99 492.70
|
3 244.40
|
1 271.60
|
4 722.30
|
40 312.90
|
10 086.60
|
18 825.20
|
14 542.60
|
6 487.10
|
20091
|
69 638.10
|
2 640.90
|
1 582.00
|
2 901.70
|
29 248.70
|
7 387.30
|
10 885.60
|
11 000.00
|
3 991.90
|
20101
|
98 755.10
|
3 074.80
|
2 165.90
|
4 539.50
|
41 714.30
|
8 553.50
|
17 734.50
|
14 815.60
|
6 157.00
|
20111
|
130 934.30
|
4 186.70
|
3 330.20
|
6 813.20
|
53 409.60
|
11 173.50
|
27 733.50
|
16 937.90
|
7 349.70
|
20121
|
140 126.60
|
4 101.00
|
3 349.30
|
5 639.70
|
59 437.10
|
10 853.30
|
29 897.80
|
18 126.10
|
8 722.30
|
20131
|
141 957.90
|
4 354.40
|
3 685.20
|
6 299.20
|
58 353.30
|
13 673.10
|
29 816.40
|
16 803.40
|
8 972.90
|
20141
|
136 208.60
|
4 935.40
|
3 247.10
|
6 001.70
|
57 171.70
|
13 369.40
|
28 739.50
|
15 679.30
|
7 064.50
|
20151
|
107 081.00
|
4 100.20
|
2 730.40
|
4 672.70
|
50 845.90
|
8 350.00
|
15 615.50
|
14 598.90
|
6 167.40
|
20161
|
100 945.80
|
4 426.40
|
3 460.20
|
4 017.80
|
48 612.20
|
7 054.90
|
11 384.80
|
15 590.50
|
6 390.00
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Catatan:
|
1 Termasuk Kawasan Berikat
|
|
|
|
|
|
|
|
r Angka diperbaiki
|
|
|
|
|
|
|
|
|
[Diolah dari dokumen kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai
(PEB dan PIB)]
|
|
|
|
|
|
Data dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia
|
|
|
|
|
Secara
historis, komoditi tembakau sudah memperoleh perhatian besar sebagai komoditi
ekspor sejak pemerintah Hindia Belanda. Sejarah mencatat, meski pada praktiknya
banyak merugikan petani, periode tanam paksa menandai semakin meluasnya
persebaran tembakau sebagai tanaman perkebunan rakyat.
Hingga
kini, kebijakan penanaman tembakau tersebut terus dilanjutkan oleh pemerintah
Indonesia melaui perusahaan negara perkebunan. Dalam perkembangannya,
perkebunan tembakau di Indonesia dimiliki dan dikelola oleh banyak petani
kecil. Rata-rata mereka hanya memiiki dua hingga tiga hektar lahan tembakau. Di
tengah konsumsi rokok nasional yang meningkat dari waktu ke waktu, tidak
diikuti dengan berkembangnya industri rokok yang merata. Hanya pabrik-pabrik
besar yang menikmati peningkatan permintaan rokok.
Pabrik-pabrik
besar, tidak terkecuali pabrik rokok asing, lebih senang menggunakan tembakau
impor daripada tembakau lokal. Tembakau impor dinilai lebih bisa memenuhi
standarisasi ketimbang tembakau lokal. Imbasnya, harga tembakau semakin anjlok
dan petani terancam tidak bisa menanam tembakau kembali. Hal ini semakin
diperparah oleh menyusutnya jumlah industri rokok skala kecil dan menengah yang
merupakan tempat terakhir petani untuk menjual tembakaunya. Dengan semakin
bertambahnya impor tembakau, dipastikan akan memukul harga tembakau di kalangan
petani lokal. Misal pada 2012 lalu, ketika impor tembakau cenderung meningkat,
harga tembakau terkoreksi 20-35% dibandingkan 2011. Jika ingin melindungi
petani tembakau, pemerintah mesti membatasi dan melarang impor tembakau.
Ketua
Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie menyatakan,
pelaku industri rokok dalam negeri masih harus mengimpor tembakau dari negara
lain untuk memenuhi kebutuhan produksi rokok. Muhaimin mengatakan, dalam satu
tahun produksi rokok nasional mencapai 340 miliar batang dengan kebutuhan
tembakau mencapai 340.000 ton. "Satu batang rokok, butuh satu gram
tembakau. Jika 340 miliar batang perlu 340.000 ton. Sedangkan produksi tembakau
Indonesia 200.000 ton. Mau ga mau impor," ujar Muhaimin.
Menurutnya,
importasi tembakau diambil oleh pelaku industri, agar lini produksi rokok
dalam negeri dapat terus berjalan walaupun bahan baku tembakau dalam negeri
masih kekurangan. "Kalau enggak (impor) produksi enggak jalan. Belum hitung
yang ekspor. Itu juga butuh tembakau. Jadi besar kekurangan," jelasnya.
Kendati demikian, Muhaimin menegaskan, pihaknya bukan tidak ingin menggunakan
bahan baku tembakau dari dalam negeri, hanya saja ada beberapa varietas
tembakau yang memang tidak bisa dihasilkan di Indonesia. "Yang kami
usulkan adalah bahwa melakukan semacam kemitraan. Ini sudah dilakukan di
Lombok. Tembakau bagus. Dengan cara itu, produktivitas naik. Bisa 1,5 ton per
hektar," jelasnya.
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), pada semester I 2017 impor tembakau mencapai 252,6 juta dollar
AS dengan volume 50.700 ton. Mengalami kenaikan jika dibandingkan periode yang
sama di tahun sebelumnya hanya 241,6 juta dollar AS dengan volume 37.600 ton.
Impor tembakau Indonesia berasal dari lima negara, China yang merupakan paling
banyak volume impornya, hingga semester I 2017 mencapai 24.300 ton atau 101,8
juta dollar AS. Di posisi kedua dari Brasil dengan volume mencapai 43.000 ton
dengan nilai 30,9 juta dollar AS. Kemudian ketiga adalah Amerika Serikat dengan
volume 4.000 ton atau setara 30,8 juta dollar AS Selanjutnya, Turki, dengan
volume sebesar 1.700 ton nilainya 12,0 juta dollar AS dan yang kelima adalah
berasal dari India dengan volume 2.700 ton atau setara 10,5 juta dollar AS.
1.
Dalam proses memasukan barang ke
daerah pabean akan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1)
Kedatangan Sarana Pengangkut
Dalam hal ini pengangkut juga menyerahkan hal-hal
sebagai berikut :
a.
Daftar penumpang dan/atau awak
sarana pengangkut;
b.
Daftar bekal sarana pengangkut;
c.
Daftar perlengkapan/ inventaris
sarana pengangkut;
d.
Stowage Plan atau Bay Plan untuk SP melalui laut;
e.
Daftar senjata api dan amunisi; dan
f.
Daftar obat, termasuk narkotika
untuk pengobatan.
2)
Sarana Pengangkut saat Pembongkaran
Pembongkaran barang impor
dilaksanakan di kawasan pabean atau tempat lain (ijin kepala kantor
pabean) yang dilakukan paling lama 12 jam setelah selesai pembongkaran,
Pengangkut wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas atau jumlah barang
curah yang telah dibongkar kepada Pejabat di Kantor Pabean dan penyerahan
pemberitahuan dapat dilakukan secara manual atau melalui media elektronik.
3)
Sarana Pengangkut saat Penimbunan
Jangka waktu penimbunan berbeda di
tiap area penimbunan, masing-masing jangka waktu tersebut adalah :
1.
Max 30 hari di TPS yg berada di area
pelabuhan (Lini I)
2. Max 60 hari
di TPS yg berada di luar area pelabuhan (Lini II)
3. Max 60 hari
di tempat lain
4)
Pengeluaran Barang Impor
·
Pengeluaran barang impor untuk
dipakai, untuk kondisi ini menggunakan : a). Pemberitahuan Impor Barang
(BC 2.0), b). Pemberitahuan Impor Barang Khusus (BC 2.1), c). Customs Declaration (BC 2.2) untuk
barang penumpang dan pengangkut, d). Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos
(PPKP) dan e). Pemberitahuan Lintas Batas (PPLB).
·
Diimpor sementara
·
Ditimbun di TPB
·
ke TPS di kawasan pabean lain
·
diangkut terus
·
diangkut lanjut
·
di re-ekspor
5)
Pembayaran BM, Cukai dan PDRI
Pembayaran Bea Masuk, Cukai dan
Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dilakukan secara tunai sebelum PIB
disampaikan ke kantor Pabean. Dan dapat dilakukan secara berkala bagi Mita
Prioritas .
6)
Penjaluran
Tembakau termasuk dalam jalur hijau,
yaitu pemeriksaan yang hanya dilakukan secara penelitian dokumen tanpa
pemeriksaan fisik setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
(SPPB).
7)
Pemeriksaan Fisik
2.
Tarif cukai tembakau menurut peraturan kementerian negara indonesia sesuai
dengan Undang-undang
republik indonesia nomor 39 tahun 2007 tentang perubahan atas undang-undang
nomor 11 tahun 1995 tentang cukai Pasal 5 yaitu :
(1)
Barang kena cukai berupa hasil tembakau
dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
a.
untuk yang dibuat di Indonesia:
1.
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari
harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
2.
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga
dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
b.
untuk yang diimpor :
1.
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari
harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea
masuk; atau
2.
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga
dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
(2)
Barang kena cukai lainnya dikenai cukai
berdasarkan tarif paling tinggi:
a.
untuk yang dibuat di Indonesia:
1.
1.150% (seribu seratus lima puluh persen)
dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik;
atau
2.
80% (delapan puluh persen) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran
b.
untuk yang diimpor:
1.
1.150% (seribu seratus lima puluh persen)
dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean
ditambah bea masuk; atau
2.
80% (delapan puluh persen) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual ecera
3.
Kondisi impor tembakau di Indonesia saat ini
Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), pada semester I-2017 impor tembakau mencapai US$ 252,6 juta
dengan volume 50,7 ribu ton. Angka ini naik jika dibandingkan periode yang sama
di tahun sebelumnya yang hanya US$ 241,6 juta dengan volume 37,6 ribu ton.
Khusus di Juni 2017, total volume 8,1 ribu ton dengan
nilai US$ 44,6 juta atau turun jika dibandingkan dengan Mei 2017 yang sebesar
US$ 66,3 juta dengan volume 12,1 ribu ton. Bahkan, jika dibandingkan Juni 2016 juga naik hampir 3
kali lipat, sebab di bulan keenam tahun lalu impor tembakau hanya US$ 27,4 juta
dengan volume 4,5 ribu ton. Impor tembakau Indonesia berasal dari 5 negara, China yang merupakan
paling banyak volume impornya, hingga semester I-2017 mencapai 24,3 ribu atau
US$ 101,8 juta. Kedua
adalah dari Brasil dengan volume mencapai 4,3 ribu ton dengan nilai US$ 30,9
juta. Ketiga adalah Amerika Serikat dengan volume 4,0 ribu ton atau setara US$
30,8 juta. Selanjutnya
dari Turki, dengan volume sebesar 1,7 ribu ton nilainya US$ 12,0 juta, dan yang
kelima adalah berasal dari India dengan volume 2,7 ribu ton atau setara US$
10,5 juta.
Pengembangan dan penerapan
standar mutu tembakau diharapkan mampu menyediakan lapangan kerja, meningkatkan
penerimaan negara melalui cukai dan pajak, menjamin kelangsungan usaha budidaya
tembakau, menumbuhkan industri terkait dengan tetap memperhatikan aspek
kesehatan.
Indonesia harus menerapkan
standar mutu adalah adanya tekanan global, regional dan domestik sendiri yang
menghendaki adanya penerapan standar mutu terhadap hasil pertaniannya. Karena
itu, selain bertujuan agar masyarakat kita sendiri mengkonsumsi produk
pertanian yang bermutu dan berkualitas, penerapan standar mutu ini juga
bertujuan untuk meningkatan pendapatan Negara dan kesejahteraan petani tembakau
itu sendiri. Tantangan pemerintah dan badan-badan standar mutu dalam
pelaksanaanya ialah rendahnya penerapan standar mutu tembakau di Indonesia
sehingga perlu gerak cepat dan tegas dalam pelaksanaannya tersebut terutama
bagi industry dan petani tembaku.
Standarisasi dan Pengawasan
mutu merupakan sarana untuk meningkatkan daya saing produk baik. Pengawasan
mutu ini juga bertujuan untuk mencegah produk-produk dalam negeri maupun impor
berada dibawah mutu standar.
Sehingga nantinya atau kedepannya tetap terjalin kerjasamanya yang baik, dengan
kualitas mutu yang baik, dan menguntungkan kedua belah pihak.
A.
Buku :
Aba Firdaus al-Halwani, 2002, Manajemen
Terapi Qalbu, Yogyakarta
Adrian, Sutedi, 2012, Aspek Hukum Kapabean, Sinar
Grafika, Jakarta
Amir, 1986, Eksport Import, PT. Pustaka Binamana
Pressindo, Jakarta
Boediono. 2008. Ekonomi Moneter Edisi 3. Yogyakarta:
BPFE.
Dirdjosisworo, Soedjono, 2006, Pengantar Hukum
Dagang Internasional, PT Refika Aditama,
Bandung
Gunawan Widjaya, Ahmad Yani, 2015. Transaksi Bisnis
Internasional (Ekspor Impor dan Imbal Beli), PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta,
Lipsey, R.G. et al. 1995. Pengantar Mikro ekonomi.
Jilid kesatu. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara. Jakarta.
Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Buku II, Edisi I,
BPFE, Yogyakarta.
Roselyne Hutabarat, 1991. Transaksi Ekspor Impor,
Erlangga, Jakarta
Sukirno, Sadono, 2005. Mikro Ekonomi Teori
Pengantar, Edisi Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Tandjung, Marolop. 2011. Aspek dan Prosedur Ekspor –
Impor. Jakarta : Salemba Empat.
B.
Perundang-undangan
KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor jo P-06/BC/2007.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 KMK 05
Tahun 2000 Tentang Peraturan Bea Cukai
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 89/Kmk.05/2000 Tentang Penetapan Tarif
Cukai Dan Harga Dasar Hasil Tembakau
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
62/Kmk.03/2002 Tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan, Dan Penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau
KMK-453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan
di Bidang Impor jo KMK No 112/KMK.04/2003.
P-42/Bc/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai.
Pmk-144/PMK.04/2007 Tentang Pengeluaran Barang Impor
Untuk Dipakai.
Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahn 1995 Tentang Kapabeanan, Yang Salah
Satunya Mengatur Tentang Bea Masuk
Tindakan Pengamanan
Undang-Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo
Undang-Undang No 17 Tahun 2006.
Undang-undang republik indonesia nomor 39 tahun 2007
C.
Internet/Lain-lain
Hendra Gunawan Tribunnews.com dengan judul
Ancam Pasokan Bahan Baku, Pembatasan Impor Tembakau Belum
Diterapkan, http://www.tribunnews.com
diakses pada Rabu, 18 April 2018 Pukul 11:19.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2016.
RI Masih Impor Tembakau. http://www.kemenperin.go.id
diakses pada Rabu, 18 April 2018 Pukul 11: 08.
Oke zone. 2018. Pengetatan Impor Tembakau Dinilai
Tidak Tepat. https://economy.okezone.com, diakses pada Senin, 14 Mei 2018 pukul 13:25.
Pramdia Arhando Julianto. 2017. "Pelaku
Industri: Impor Tembakau Untuk Penuhi Kebutuhan Produksi Rokok". https://ekonomi.kompas.com, diakses pada Rabu, 18 April 2018 Pukul 11: 08.
Pramdia Arhando Julianto. 2017. Pelaku industri
impor tembakau untuk penuhi-kebutuhan produksi rokok. https://ekonomi.kompas.com,
diakses pada Selasa, 8 Mei 2018 pukul 09:45.
Sanusi. 2016. Bea Cukai Jumlah Produksi Rokok
Semakin Turun. http://www.tribunnews.com, diakses pada Selasa, 8 Mei 2018 pukul 10:25.
Komentar
Posting Komentar