MAKALAH PERLINDUNGAN KONSUMEN

  BAB I PENDAHULUAN   A.     Latar Belakang Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk  sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir. Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara  Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini ialah perusahaan koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. [1]   B.      Rumusan Masalah 1.       Apa Pengertian dari Pelindungan Konsumen

ASKEP Sex Bebas di Kalangan Remaja


KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul  Sex Bebas di Kalangan Remaja .
Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari berbagai kesalahan, untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Teman-teman. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun, demikian kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya kami  dengan rendah hati dan dengan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.



Semarang, 02 Maret 2019

Penulis

















DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL..........................................................................................................          i













BAB I
PENDAHULUAN


A.            Latar Belakang Masalah

   Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat pentingdalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudahseharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari oranglain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali.Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingatremaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengandorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memilikiinformasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahayabagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan daninformasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kitatidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan,seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksualterlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang beradadalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagaiinformasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil merekadapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan selukbeluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari ataumendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh,misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet. Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh denganberbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak.
Disaat remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan.Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbanganrasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan.  Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam halini orang tua), berkembangnya naruli seks akibat matangnya alat-alat kelamin sekunder, ditambah kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah/lembagaformal serta bertubi-tubinya berbagai informasi seks dari media massa yangtidak sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan-keputusanyang diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua ataupun lingkungankeluarganya.Memasuki Milenium baru ini sudah selayaknya bila orang tua dan kaumpendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak danremaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini.

B.            Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Apa yang dimaksud dengan sek bebas ?
2.    Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya sek bebas ?
3.    Bagaimana bentuk-bentuk perilaku sek bebas ?
4.    Apa akibat yang ditimbulkan oleh perilaku sek bebas ?
5.    Bagaimana cara menanggulangi perilaku sek bebas ?
6.    Bagaimana asuhan keperawatan untuk perilaku sek bebas ?

C.            Tujuan Penulisan

1.      Memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan sek bebas
2.      Memahami dan mengerti faktor yang menyebabkan terjadinya sek bebas
3.      Memahami dan mengerti bentuk-bentuk perilaku sek bebas
4.      Memahami dan mengerti akibat yang ditimbulkan oleh perilaku sek bebas
5.      Memahami dan mengerti menanggulangi perilaku sek bebas
6.      Memahami dan mengerti asuhan keperawatan untuk perilaku sek bebas



BAB II
PEMBAHASAN


A.            Pengertian Perilaku Seks Bebas

Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis. Objek seksual biasa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.
Hyde (2007) perilaku seksual adalah tingkah laku yang dapat menimbulkan kemungkinan untuk mencapai organisme. Padahal ada kalanya ketika seseorang melakukan senggama ia tidak mengalami organisme, hal  ini biasanya dialami oleh wanita. Untuk itu ditampilkan definisi lain, yaitu perilaku seksual adalah semua jenis aktifitas fisik yang melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan  erotis atau afeksi ( Nevid, Rathus & Rathus, 2005).
Seks bebas adalah bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Menurut Ghifari (2003), perilaku seks bebas adalah hubungan antara dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda dimana terjadi hubungan seksual tanpa adanya ikatan pernikahan. Kelompok seks bebas menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tidak terbatas pada sekelompok orang. Mereka tidak berpegang pada morality atau nilai-nilai manusiawi. Sewaktu-waktu mereka dapat berhubunggan seksual dengan orang lain dan di lain waktu mereka juga bisa menggauli keluarga sendiri.
Menurut Desmita (2005) perilaku seks bebas pada remaja adalah cara remaja mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual, yang berasal dari kematangan organ seksual dan perubahan hormonal dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual.  Menurut Sarwono (2002) perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun  dengan sesama jenis.

B.            Faktor Penyebab Perilaku Seks Bebas

Menurut  Maslow (dalam Hall & Lindzey, 1993) dalam tingkat hierarkis, bahwa terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia, salah satunya adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis mencakup kebutuhan dasar manusia dalam bertahan hidup, yaitu kebutuhan yang bersifat instingtif ini biasanya akan sukar untuk dikendalikan  atau ditahan oleh individu, terutama dorongan seks. Menurut Freud (dalam Danarto, 2003) memberikan pandangan bahwa perilaku manusia didominasi oleh dorongan seks (sexual drive), mengarah kepada prinsip kesenangan
(pleasure principle) yang dikendalikan oleh id-nya masing-masing. Sehingga, apabila seseorang tidak mampu mengatur id yang dimilikinya, maka orang tersebut akan kehilangan kontrol dalam menahan suatu keinginan seperti dorongan seks.
Menurut Prabowo & Riyanti (2008), ketika seseorang mempertimbangkan motivasi seksual dari sudut pandang biologis, seks mempunyai ciri yang diterangkan sebagai bagian dari dorongan biologis yang lain:
1.      Seks bukan hanya diperlukan untuk mempertahankan hidup individu, kecuali bahwa seks diperlukan untuk kelangsungan hidup.
2.      Perilaku seksual tidak ditimbulkan oleh kurangnya substansi atau zat-zat tertentu dalam tubuh.
3.      Setidaknya pada binatang tingkat tinggi, motivasi seksual mungkin lebih dipengaruhi oleh informasi panca indera dari lingkungannya, yaitu insentif dari pada oleh motif biologis yang lain. 
Menurut Ghifari (2003) perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas, pada dasarnya bukan  murni tindakan diri mereka sendiri, melainkan ada faktor pendukung atau yang mempengaruhi dari luar. Faktor-faktor yang menjadi sumber penyimpangan tersebut adalah:
1.      Kualitas diri remaja itu sendiri seperti, perkembanggan emosional yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma agama, ketidakmampuan menggunakan waktu luang.
2.      Kualitas keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik, bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua dan pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan norma positif. Disamping itu keluarga tidak memberikan arahan seks yang baik.
3.      Kualitas lingkungan yang kurang sehat, seperti lingkungan masyarakat yang mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga.
4.      Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat globalisasi, akibatnya anak remaja sangat kesulitan atau jarang mendapatkan  informasi sehat dalam seksualitas.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser  (Kaiser Family Foundation)  (dalam Dariyo, 2004), hal-hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar pernikahan adalah:
a.       Hubungan seks: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran. Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa di mana seseorang boleh mencintai maupun  dicintai oleh kekasihnya.
b.      Kehidupan iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Dalam keadaan apa saja, orang yang taat beragama, selalu dapat menempatkan diri dan mengendalika diri agar tidak berbuat hal-hal yang bertentanggan dengan ajaran agama. Dalam hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu mengawa
c.       Faktor kematangan biologis. Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai dengan adanya kematangan biologis. Dengan kematangan biologis, seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi sebagai mana layaknya orang dewasa lainnya, sebab fungsi organ seksualnya telah bekerja secara normal.

C.            Bentuk-Bentuk Perilaku Seks Bebas

Menurut Sarwono (2002) bentuk-bentuk dari perilaku seks bebas dapat berupa berkencan intim, berciuman, bercumbu,  dan bersenggama. Sedangkan Desmita (2005) mengemukakan berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual. Bentuk-bentuk perilaku seks bebas (dalam www.Bkkbn.go.id) yaitu:
1.      Petting adalah  upaya untuk membangkitka dorongan seksual antara jenis kelamin dengan tanpa melakukan tindakan intercourse.
2.      Oral –genital seks adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe hubungan seksual model oral-genital ini merupakan alternative aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa kini.
3.      Sexual intercourse adalah aktivitas melakukan senggama.
4.      Pengalaman Homoseksual adalah pengalaman intim dengan sesama jenis.
Menurut Sarwono (2002) juga mengemukakan beberapa bentuk dari perilaku seks bebas, yaitu:
1.      Kissing : Saling bersentuhan antara dua bibir manusia atau pasangan yang didorong oleh hasrat seksual.
2.      Necking : Bercumbu tidak sampai pada menempelkan alat kelamin, biasanya dilakukan dengan berpelukan, memegang payudara, atau  melakukan oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama.
3.      Petting : Bercumbu sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan menggesek-gesekkan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama.
4.      intercourse : Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar pernikahan 
 Menurut Santrock (2002) bentuk-bentuk perilaku seks bebas, yaitu:
1.    Kissing yaitu sentuhan yang terjadi antara bibir diikuti dengan hasrat seksual.
2.    Necking yaitu aktivitas seksual disekitar tubuh tapi belum ada kontak alat kelamin.
3.    Petting yaitu menempelkan alat kelamin tapi belum ada kontak alat kelamin.
4.    intercourse yaitu bersenggama atau kontak alat kelami.

D.           Akibat yang Ditimbulkan Seks Bebas

Menurut Wilson (dalam Ghifari, 2003), bahaya  free sex mencakup bahaya bagi perkembangan mental (psikis), fisik dan masa depan remaja itu sendiri. Secara terperinci berikut ini lima bahaya utama free seks:
1.        Menciptakan kenangan buruk. Masih dikatakan “untung” jika hubungan   pranikah itu tidak ada yang mengekspos. Si gadis atau si jejaka terlepas dari aib dan cemoohan masyarakat. Tapi jika ternyata diketahui masyarakat, tentu yang malu bukan saja dirinya sendiri melainkan keluarganya sendiri dan peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini tentu saja menjadi beban mental yang berat.
2.        Kehamilan yang tidak diharapkan (unwanted pregnancy).
Unwanted pregnancy membawa remaja pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu. Menurut Wibowo (1994) terjadinya perdarahan pada trisemester pertama dan ketiga, anemi dan persalinan kasip merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan remaja. Selain itu kehamilan di usia muda juga berdampak pada anak yang dikandung, kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal sering dialami oleh bayi-bayi yang lahir dari ibu usia muda. Menurut Affandi (1995) tingkat kematian anak pada ibu usia muda mencapai 2-3 kali dari kematian anak yang ibunya berusia 20-30 tahun.
Kehamilan yang terjadi akibat seks pranikah bukan saja mendatangkan malapetaka bagi bayi yang dikandungnya juga menjadi beban mental yang sangat berat bagi ibunya mengigat kandungan tidak bisa di sembunyikan, dan dalam keadaan kalut seperti ini biasanya terjadi depresi, terlebih lagi jika sang pacar kemudian pergi dan tak kembali.
3.        Pengguguran kandungan dan pembunuhan bayi. Banyak kasus bayi mungil yang baru lahir dibunuh ibunya. Sebagian dari bayi itu dibungkus plastik hidup-hidup, dibuang di kali, dilempar di tong sampah, dan lain-lain, ini suatu akibat dari perilaku binatang yang pernah dilakukannya. Selain melanjutkan kehamilan tidak sedikit pula mereka yang mengalami unwanted pregnancy melakukan aborsi. Lebih kurang 60 % dari 1.000.000 kebutuhan aborsi dilakukan oleh wanita yang tidak menikah termasuk para remaja. Sekira 70-80 % dari angka itu termasuk dalam kategori aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) yang juga merupakan salah satu factor yang menyebabkan kematian ibu.
4.        Penyakit Menular Seksual (PMS) – HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seks bebas remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Para remaja seringkali melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan kebiasaan dengan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV seperti sifilis, gonore, herpes, klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada menunjukkan bahwa diantara penderita atau kasus HIV/AIDS 53% berusia antara 15-29 tahun.
Si wanita atau si pria yang dulu pernah melakukan hubungan pranikah waktu pacaran lalu putus, cenderung ingin melakukan hubungan serupa dengan pria atau wanita lain mengingat seks sifatnya adiktif (ketergantungan), suatu waktu ia akan merasa “lapar” untuk melakukan hubungan intim dengan pasangan lain. Jika hal ini terus dilakukan, maka buka hal mustahil akan terjangkit penyakit kelamin.
5.        Keterlanjuran dan timbul rasa kurang hormat. Perilaku seks bebas (free sex) menimbulkan suatu keterlibatan emosi dalam diri seorang pria dan wanita. Semakin sering hal itu dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi sekalipun sebelumnya ada rasa sesal. Terlebih lagi bagi wanita, setiap ajakan sang pacar sangat sulit untuk ditolak karena takut ditinggalkan atau diputuskan. Sementara itu bagi laki-laki, melihat pasangannya begitu mudah diajak, akan terus berkurang rasa hormat dan rasa cintanya.
6.        Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat dilematis. Dalam pandangan masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga yang melanggar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman social ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami relaja setelah mengetahui kehamilannya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan yang kadang disertai dengan rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib yang membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental yang berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.

E.            Penanggulangan Dampak Seks Bebas

Ada beberapa upaya prefentif yang bisa dilakukan untuk penanggulangan dampak seks bebas, antara lain:
1.        Pendidikan agama dan akhlak.
Pendidikan agama wajib ditanamkan sedini mungkin pada anak. Dengan adanya dasar agama yang kuat dan telah tertanam pada diri anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang harus dijalankan dan perbuatan yang harus dihindari.
2.        Pendidikan seks dan reproduksi.
Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks. pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya.Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi sehingga lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih luasPendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh proses yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang mempengaruhinya, mulai dari aspek tumbuh kembang hingga hak-hak reproduksi. Sedangkan pendidikan seks lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan seks.
3.        Bimbingan orang tua.
Peranan orang tua merupakan salah satu hal terpenting dalam menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang tua harus   memperhatikan perkembangan anak dan memberikan informasi yang benar tentang masalah seks dan kesehatan reproduksi kepada anak. Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sedini mungkin saat anak sudah mulai beranjak dewasa. Hal ini merupakan salah satu tindakan preventif agar anak tidak terlibat pergaulan bebas dan  dampak-dampak negatifnya. Selain itu orang tua juga harus selalu mengawasi pergaulan anaknya. Dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang mereka lakukan di luar rumah. Setidaknya harus ada komunikasi antara anak dengan orang tua setiap saat. Apabila anak menemukan masalah, maka orang tua berkewajiban untuk membantu mencarikan solusinya.
4.        Meningkatkan aktivitas remaja ke dalam program yang produktif.
Melatih dan mendidik para remaja yang telah dipilih untuk menjadi anggota suatu organisasi, misalnya Karang Taruna, Karya Ilmiah Remaja, Pusat Informasi dan Konseling Pendidikan Reproduksi Remaja (karena remaja biasanya dapat lebih mudah melakukan komunikasi dan membicarakan masalah tersebut antara sesamanya), dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat.

F.             Asuhan Keperawatan Seks Bebas pada Remaja

a.         Data Umum            
1)        Nama kepala keluarga      : Tn. A
2)        Pekerjaan                         : Karyawan PT Haruka
3)        Alamat                             : Jl. Perintis Kemerdekaan 103 Semarang
4)        Komposisi keluarga          :
No
Nama
Umur
Sex
Tgl lahir
Pendidikan
Pekerjaan
Ket.
1.
2.
3.
Tn. A
Ibu N
An. Y
40 th
37 th
17 th
L
P
P
4-8-1963
5-7-1966
2-4-1986
SMA
SMA
SMA kls III

IRT
Pelajar
Suami
Istri
Anak

5)        Tipe keluarga
Keluarga Bp. H merupakan keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan satu orang anak.
6)        Suku bangsa
Tn. A dan Ny. R berasal dari suku yang sama yaitu suku jawa. Budaya keluarga Tn. A mengikuti kebiasaan serta budaya suku jawa.
7)        Agama
Agama seluruh anggota keluarga adalah islam.
8)        Status sosial ekonomi
Keluarga di lingkungannya tergolong keluarga dengan status sosial kebanyakan seperti keluarga lain. Sedang status ekonomi cukup dimana Tn. A bekerja sebagai sopir taksi gelap dan Ny. R sebagai karyawan pabrik.
9)        Aktivitas rekreasi
Keluarga jarang melakukan rekreasi bersama. Karena selain ekonomi yang kurang begitu baik juga masing-masing sibuk dengan urusannya masing-masing.
b.         Riwayat tahap perkembangan keluarga
1)        Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga mencapai tahap perkembangan dengan anak pertama usia remaja.
2)        Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tugas-tugas perkembangan pada tahap ini telah dilaksanakan oleh keluarga Tn. A dengan baik. Tidak ada tugas perkembangan yang belum terpenuhi.


3)        Riwayat keluarga inti
Keluarga Tn. A tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, epilepsi dll. Dalam keluarga mereka tidak pernah mengalami kondisi sakit yang berat, hanya kadang flu serta lemas karena kecapekan.
4)        Riwayat keluarga sebelumnya
Yn. A merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan adik perempuannya juga sudah menikah. Hubungan keluarga mereka cukup baik, kalau ada waktu luang mereka saling berkunjung. Sedang Ny. A anak terakhir dari tiga bersaudara. Kakak laki-lakinya sudah menikah dengan dua anak sedangkan kakak perempuannya juga sudah menikah dengan anak satu. Hubungan kekluargaa merak juga baik tetap ada komunikasi.
c.         Lingkungan
1)        Karakteristik rumah
Keluarga Tn. A tinggal di rumah permanen dengan luas tanah 150 m2 dan luas bangunan 100 m2 terdiri dari 75 % berlantai plester dan semen 25 %( ruang dapur dan kamar mandi). Ventilasi cukup baik cahaya matahari bisa masuk melalui jendela maupun pintu. Penerangan dengan menggunakan listrik. Sedangkan air bersih diperoleh dari PAM. Pengelolaan sampah dilakukan dengan penempatan di tempat tertutup yang selanjutnya diambil oleh petugas sampah. Limbah keluarga langsung terbuang melalui selokan di belakang rumah yang mengalir ke sungai. WC terletak didalam kamar mandi dengan septik tank berada di luar rumah.
2)        Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Tetangga keluarga Tn. A pada umumnya bekerja sebagai karyawan swasta. Jarak rumah mereka agak berdekatan. Ikatan antar keluarga baik, saling tolong menolong masih menjadi kebiasaan di wilayah tersebut.
3)        Mobilitas geografis keluarga
Keluarga Tn. A merupakan salah satu keluarga yang bertempat tinggal menetap jadi belum pernah pindah dari rumah yang sekarang.
4)        Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga dapat saling bertemu pada sore hari setelah anak pulang dari sekolah serta ibu pulang dari bekerja. Sedangkan malam harinya Tn. A bekerja sebagai sopir taxi. Untuk mengikuti perkumpulan di limgkungan masyarakat Tn. A menyempatkan diri sebelum dia bekerja
5)        Sistem pendukung keluarga
Seluruh anggota keluarga sekarang ini dalam keadaan yang sehat, jika ada salah satu dari anggota keluarga yagn sakit maka segera dibawa ke pelayana kesehatan.
d.         Struktur keluarga
1)        Pola komunikasi keluarga
Pola komunikasi dalam keluarga Tn. A saat ini mengalami gangguan, karena ada masalah komunikasi antara Tn. A dan An. Y. Mereka sama-sama keras dalam berkomunikasi. Masing-masing merasa benar dengan cara mereka.
2)        Struktur kekuatan keluarga
Kekuatan keluarga untuk mengendalikan perilaku anak kurang begitu baik. Karena anak masih dengan perilakunya yagn bertentangan dengan nilai-nilai yang ada yaitu melakukan pergaulan bebas (free seks).
3)        Struktur peran
Tn. A berperan sebagai kepala rumah tangga yang mencari nafkah untuk keluarganya dengan dibantu oleh istrinya. Sedangkan Ny. A masih bisa berperan sebagai ibu dan istri selain harus mencari nafkah mambantu suami.
4)        Nilai atau norma keluarga
Keluarga Tn. A percaya bahwa kesehatan sangat penting sehingga berusaha mempertahankan kondisi sehat.
e.         Fungsi keluarga
1)        Fungsi afektif
Anggota keluarga saling menyayangi dan memperhatikan. Tapi kadang karena kesibukan masing-masing hal itu susah dilakukan. Persoalan dalam keluarga jarang dibicarakan bersama sehingga memicu terjadinya masalah komunikasi.
2)        Fungsi sosialisasi
Sosialisasi dilakukan denga mengikuti kegiatan di lingkungan seperti arisan, kebersihan lingkungan. Sedangkan anaknya sulit untuk melakukan sosialisasi dengan tetangga karena sering pergi dengan temannya hingga larut malam. An. Y telah terlibat dalam pergaulan bebas dan keluarga tidak bisa menanamkan nilai/norma kepada anaknya.


3)        Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga belum mengenal masalah komunikasi sehingga konflik selalu terjadi pada keluarga. Keluarga belum mengenal bagaimana cara berkomunikasi yang efektif sehingga apa yang dibicarakan dapat dipahami oleh keluarga.
4)        Fungsi reproduksi
Keluarga Tn. A baru memiliki seorang anak yang berumur 17 tahun. Rencana untuk memiliki anak lagi sebenarnya ada tapi belum dikaruniai meskipun Ny. A sudah tidak KB.
5)        Fungsi ekonomi
Keluarga Tn. A secara ekonomi telah mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, juga telah memiliki tabungan meskipun jumlahnya tidak seberapa.
f.          Stress dan Koping keluarga
1)        Stressor jangka pendek dan panjang
Stressor jangka pendek yaitu komunikasi yang buruk antara ayah dan anak serta adanya perilaku anak dengan pergaulan bebas yang cenderung ke seks bebas. Sedang stressor jangka panjang kebutuhan ekonomi yang masih belum sesuai dengan keinginan keluarga
2)        Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor
keluarga telah melarang anaknya dari pergaulan bebas, tapi tidak mampu untuk memberikan pengarahan/bimbingan pada anak. Sedangkan ibu tidak mampu bersikap atau tidak konsisten dengan perilaku anaknya dengan sering membela bila ditegur ayahnya.
3)        Strategi koping yang digunakan
Tn. A cenderung melampiaskan kekecewaan terhadap anaknya dengan memarahi anaknya tanpa menggunakan cara yang bijaksana. Sedang anak karena kondisi rumah yang tidak memuaskan dia lari ke pergaulan yang tidak benar dan teguran keluarga dihadapi dengan emosi pula dan cenderung melawan.
4)        Strategi adaptasi disfungsional
Keluarga tidak mamapu untuk beradaptasi dengan permasalahan yang dihadapi. Menyadari masalah ada tapi kurang mampu mengambil tindakan.



g.         Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik Tn. A
Keadaan umum            :      baik,  tampak sehat.
Kesadaran                   :      komposmentis
Tanda-tanda vital         :      TD : 130/90 mmHg ; N: 84 x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,8C
Kepala                         :      rambut: hitam, lurus, tidak muntah rontok; mata : sklera tidak ikterik, kornea jernih, konjungtiva merah muda, pupil isokor, fungsi penglihatan normal; hidung: bersih, septum simetris, tidak ada polip; telinga: tidak ada serumen, mampu mendengar normal; mulut: bersih , tidak berbau, tidak ada karies, lidah bersih.
Dada                           :      bentuk normal, suara nafas vesikuler, irama nafas teratur, tidak ada ronkhi, denyut jantung normal.
Abdomen                     :      agak cembung, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Genetalia                      :      tidak ada hemoroid dan bersih.
Ekstremitas                  :      tidak ada edema, tidak ada keterbatasan gerak.

Pemeriksaan fisik Ny. A
Keadaan umum            :      baik
Kesadaran                   :      komposmentis
Tanda-tanda vital         :      TD : 120/80 mmHg ; N: 80 x/menit; RR : 18x/menit; S : 36,5C
Kepala                         :      rambut: hitam, ikal, tidak muntah rontok; mata : sklera tidak ikterik, kornea jernih, konjungtiva merah muda, pupil isokor, fungsi penglihatan normal; hidung: bersih, septum simetris, tidak ada polip; telinga: tidak ada serumen, mampu mendengar normal; mulut: bersih , tidak berbau, tidak ada karies, lidah bersih.
Dada                           :      bentuk normal, suara nafas vesikuler, irama nafas teratur, tidak ada ronkhi, denyut jantung normal.
Abdomen                     :      agak cembung, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Genetalia                      :      tidak ada hemoroid dan bersih.
Ekstremitas                  :      tidak ada edema, tidak ada keterbatasan gerak.
Pemeriksaan fisik An. Y
Keadaan umum            :      baik
Kesadaran                   :      komposmentis
Tanda-tanda vital         :      TD : 110/90 mmHg ; N: 78 x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,6C
Kepala                         :      rambut: merah, ikal, tidak muntah rontok; mata : sklera tidak ikterik, kornea jernih, konjungtiva merah muda, pupil isokor, fungsi penglihatan normal; hidung: bersih, septum simetris, tidak ada polip; telinga: tidak ada serumen, mampu mendengar normal; mulut: bersih , tidak berbau,  ada karies, lidah bersih.
Dada                           :      bentuk normal, suara nafas vesikuler, irama nafas teratur, tidak ada ronkhi, denyut jantung normal.
Abdomen                     :      datar, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Genetalia                      :      tidak ada hemoroid dan bersih.
Ekstremitas                  :      tidak ada edema, tidak ada keterbatasan gerak
h.         Harapan keluarga
Keluarga mengharapkan permasalahan dalam keluarganya segera teratasi dan masing-masing dapat menata kembali hubungan dalam keluarga dengan baik.

No
Data
Masalah
Penyebab
1.
Subyektif :
·      An.Y mengatakan merasa jengkel karena keluarga terlalu membatasi pergaulan dan tidak dapat meyakinkan keluarga bahwa pergaulannya masih wajar.
·      Keluarga tidak suka dengan tingkah laku anaknya.
·      Keluarga mengatakan tidak tahu kenapa antara Tn. A dan An. Y selalu ribut bila bertemu.
Obyektif :
·      Hubungan keluarga dan anak terlihat kaku
·      Keluarga berbicara kepada anak dengan nada tinggi.
Konflik pada keluarga Tn. A
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunikasi
2.
Subyektif :
·      An. Y mengatakan senang dengan pergaulan bebas karena bagi remaja hal itu adalah wajar dan mengatakan sering keluar rumah dengan teman laki-lakinya sampai larut malam.
·      Keluarga mengatakan tidak mampu untuk memberikan nasehat pada anak agar tidak terlibat pergaulan bebas seperti menginap di hotel bersama temannya.
Obyektif :
Keluarga tampak tidak konsisten dalam menanggapi masalah anaknya.
Resiko terjadi kehamilan pra nikah
Ketidakmampuan keluarga mengambil tindakan mengarahkan pergaulan yang sehat.
Diagnosa yang mungkin muncul :
1)        Konflik pada keluarga TN. A berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunikasi.
2)        Resiko terjadi kehamilan pra nikah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil tindakan mengarahkan pergaulan yang sehat.

Skala prioritas masalah
1)      Konflik pada keluarga Tn. A
Kriteria
Bobot
Perhitungan
Pembenaran
1.Sifat masalah  :
Aktual (3)
1
3/3 x 1 = 1
Masalah ini merupakan masalah aktual, telah terjadi konflik pada keluarga Tn. A
2.Kemungkinan masalah dapat di rubah :
   sebagian (1)
2
1/2 x 2 = 1
Dengan adanya kerjasama antar anggota keluarga masalah dapat teratasi
3.Potensi masalah untuk dicegah :
   Cukup (2)
1
2/3 x 1 = 2/3
Konflik sulit dicegah karena cara komunikasi yang buruk
4.Menonjolnya masalah
   Harus ditangani (2)
1
2/2 x 1 = 1
Masalah sudah aktual dan perlu segera ditangani
Skor
3 2/3


2)      Resiko terjadi kehamilan pra nikah
Kriteria
Bobot
Perhitungan
Pembenaran
1.Sifat masalah  :
   Ancaman kesehatan
1
2/3 x 1 = 2/3
Hal ini bisa menimbulkan masalah psikologis dan kesehatan
2.Kemungkinan masalah dapat di rubah :
   Sebagian
2
1/2 x 2 = 1
Masalah dapat teratasi bila keluarga mampu melakukan bimbingan pada anak agar meninggalkan pergaulan bebas.
3.Potensi masalah untuk dicegah :
   Cukup
1
2/3 x 1 = 2/3
Dengan timbulnya kesadaran pada anak maka pergaulannya dapat dikendalikan
4.Menonjolnya masalah :
 Harus segera ditangani
1
2/2 x 1 = 1
Keluarga merasa perlu merubah perilaku anaknya tapi tidak tahu cara yang tepat.
Skor
31/3



BAB III
PENUTUP


A.            Kesimpulan

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual atau aktifitas fisik yang melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau afeksi. Seks bebas adalah bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas keluarga, kualitas lingkungan yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi yang masuk, bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran, dan kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, cenderung berakibat negatif, yaitu terjadi hubungan seksual pranikah dimasa pacaran.
Bentuk-bentuk perilaku seks bebas (dalam www.Bkkbn.go.id) yaitu:
1.      Petting adalah  upaya untuk membangkitka dorongan seksual antara jenis kelamin dengan tanpa melakukan tindakan intercourse.
2.      Oral –genital seks adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe hubungan seksual model oral-genital ini merupakan alternative aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa kini.
3.      Sexual intercourse adalah aktivitas melakukan senggama.
4.      Pengalaman Homoseksual adalah pengalaman intim dengan sesama jenis.
Penanggulangan Dampak Seks Bebas yang harus diterapkan dalam lingkup keluarga dari usia remaja antara lain dengan Pendidikan agama dan akhlak, Pendidikan seks dan reproduksi, Bimbingan orang tua dan Meningkatkan aktivitas remaja ke dalam program yang produktif.



B.            Saran

Pemuda atau pemudi haruslah diperhatikan sering lagi karena tanpa perhatian dariorang tua, guru dan lembaga sosial lainnya seorang anak dapat melakukan penyimpangan sosial. Karena hanya merekalah penerus bangsa ini. Arahan-arahan perlu diberikan kepada remaja, karena dampak awal yang palingterasa adalah pada orang yang ada disekitarnya. Pendukungan mereka sangat perlu untuk memupuk rasa patriotisme dan nasionalisme bangsa Indonesia. Dihimbaukan bagi para pihak keamanan seperti polisi harus lebih mengetatkan keamanan serta kegiatan mereka untuk mengatasi kenakalan remaja.


DAFTAR PUSTAKA


Glasier, Anna. Ed. 4. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Kauma, Fuad. 2002. Sensasi Remaja di Masa puber: Dampak Negatif dan Penanggulangannya. Jakarta: Kalam Mulia.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.
Miron, Amy G. dan Miron, Charles D. 2006. Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks kepada Remaja: Panduan Guru dan Orang Tua. Jakarta: Esensi.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Potter dan Perry. (2005). Fundamental Keperawatan, edisi 4. Jakarta: EGC

Komentar

MAKALAH KUTIPAN, CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH KUTIPAN, CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

RESUME BUKU ETOS DAGANG ORANG JAWA PENGALAMAN RAJA MANGKUNEGARA IV KARYA : DRS. DARYONO, MSI.