Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Sex Bebas di Kalangan Remaja “ .
Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
berbagai kesalahan, untuk
itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Teman-teman. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan
makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun, demikian kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya kami dengan rendah hati dan dengan
terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 02 Maret 2019
Penulis
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap
masalah seksual sangat pentingdalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang
dengan lawan jenis.Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual
sudahseharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari
oranglain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama
sekali.Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi
mengingatremaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan
dengandorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak
memilikiinformasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri
(Handbook of Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat
berbahayabagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan
daninformasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja
kitatidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka
lakukan,seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksualterlebih
lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.Karena
meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang beradadalam potensi
seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagaiinformasi mengenai hal
tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil merekadapatkan, pada umumnya
hanya sedikit remaja yang mendapatkan selukbeluk seksual dari orang tuanya.
Oleh karena itu remaja mencari ataumendapatkan dari berbagai sumber informasi
yang mungkin dapat diperoleh,misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi,
membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet.
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh denganberbagai
pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi
kehidupan mereka kelak.
Disaat
remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit,
sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka
mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa
beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan.Rasa
ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbanganrasional
akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa
ingin dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut,
kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam halini orang tua), berkembangnya
naruli seks akibat matangnya alat-alat kelamin sekunder, ditambah kurangnya informasi
mengenai seks dari sekolah/lembagaformal serta bertubi-tubinya berbagai
informasi seks dari media massa yangtidak sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan
keputusan-keputusanyang diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks
dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua ataupun
lingkungankeluarganya.Memasuki Milenium baru ini sudah selayaknya bila orang
tua dan kaumpendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak
danremaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang
berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini.
Berdasarkan
latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan sek bebas ?
2.
Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya sek bebas ?
3.
Bagaimana bentuk-bentuk perilaku sek bebas ?
4.
Apa akibat yang ditimbulkan oleh perilaku sek bebas ?
5.
Bagaimana cara menanggulangi perilaku sek bebas ?
6.
Bagaimana asuhan keperawatan untuk perilaku sek bebas ?
1.
Memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan sek bebas
2.
Memahami dan mengerti faktor yang menyebabkan terjadinya sek bebas
3.
Memahami dan mengerti bentuk-bentuk perilaku sek bebas
4.
Memahami dan mengerti akibat yang ditimbulkan oleh perilaku sek bebas
5.
Memahami dan mengerti menanggulangi perilaku sek bebas
6.
Memahami dan mengerti asuhan keperawatan untuk perilaku sek bebas
Menurut Sarwono (2005)
perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis. Objek seksual biasa berupa
orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.
Hyde (2007) perilaku
seksual adalah tingkah laku yang dapat menimbulkan kemungkinan untuk mencapai
organisme. Padahal ada kalanya ketika seseorang melakukan senggama ia tidak
mengalami organisme, hal ini biasanya dialami oleh wanita. Untuk itu
ditampilkan definisi lain, yaitu perilaku seksual adalah semua jenis aktifitas
fisik yang melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau
afeksi ( Nevid, Rathus & Rathus, 2005).
Seks bebas adalah bebas
adalah hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan, baik suka
sama suka atau dalam dunia prostitusi. Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh
kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan
orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi
seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Menurut Ghifari (2003),
perilaku seks bebas adalah hubungan antara dua orang dengan jenis kelamin yang
berbeda dimana terjadi hubungan seksual tanpa adanya ikatan pernikahan.
Kelompok seks bebas menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tidak
terbatas pada sekelompok orang. Mereka tidak berpegang pada morality atau
nilai-nilai manusiawi. Sewaktu-waktu mereka dapat berhubunggan seksual dengan
orang lain dan di lain waktu mereka juga bisa menggauli keluarga sendiri.
Menurut Desmita (2005)
perilaku seks bebas pada remaja adalah cara remaja mengekspresikan dan
melepaskan dorongan seksual, yang berasal dari kematangan organ seksual dan
perubahan hormonal dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti
berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual. Tetapi perilaku
tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki
pengalaman tentang seksual. Menurut Sarwono (2002) perilaku seks
bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.
Menurut Maslow (dalam
Hall & Lindzey, 1993) dalam tingkat hierarkis, bahwa terdapat
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia, salah satunya adalah kebutuhan
fisiologis. Kebutuhan fisiologis mencakup kebutuhan dasar manusia dalam
bertahan hidup, yaitu kebutuhan yang bersifat instingtif ini biasanya akan
sukar untuk dikendalikan atau ditahan oleh individu, terutama dorongan
seks. Menurut Freud (dalam Danarto, 2003) memberikan pandangan bahwa perilaku
manusia didominasi oleh dorongan seks (sexual drive), mengarah kepada prinsip
kesenangan
(pleasure principle) yang
dikendalikan oleh id-nya masing-masing. Sehingga, apabila seseorang tidak mampu
mengatur id yang dimilikinya, maka orang tersebut akan kehilangan kontrol dalam
menahan suatu keinginan seperti dorongan seks.
Menurut Prabowo &
Riyanti (2008), ketika seseorang mempertimbangkan motivasi seksual dari sudut
pandang biologis, seks mempunyai ciri yang diterangkan sebagai bagian dari
dorongan biologis yang lain:
1.
Seks
bukan hanya diperlukan untuk mempertahankan hidup individu, kecuali bahwa seks
diperlukan untuk kelangsungan hidup.
2.
Perilaku
seksual tidak ditimbulkan oleh kurangnya substansi atau zat-zat tertentu dalam
tubuh.
3.
Setidaknya
pada binatang tingkat tinggi, motivasi seksual mungkin lebih dipengaruhi oleh
informasi panca indera dari lingkungannya, yaitu insentif dari pada oleh motif
biologis yang lain.
Menurut Ghifari (2003)
perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas,
pada dasarnya bukan murni tindakan diri mereka sendiri, melainkan ada
faktor pendukung atau yang mempengaruhi dari luar. Faktor-faktor yang menjadi
sumber penyimpangan tersebut adalah:
1.
Kualitas
diri remaja itu sendiri seperti, perkembanggan emosional yang tidak sehat,
mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma agama,
ketidakmampuan menggunakan waktu luang.
2.
Kualitas
keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik, bahkan tidak mendapatkan
kasih sayang dari orang tua dan pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan
norma positif. Disamping itu keluarga tidak memberikan arahan seks yang baik.
3.
Kualitas
lingkungan yang kurang sehat, seperti lingkungan masyarakat yang mengalami
kesenjangan komunikasi antar tetangga.
4.
Minimnya
kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat globalisasi, akibatnya
anak remaja sangat kesulitan atau jarang mendapatkan informasi sehat
dalam seksualitas.
Menurut sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser (Kaiser Family
Foundation) (dalam Dariyo, 2004), hal-hal yang mendorong remaja melakukan
hubungan seks di luar pernikahan adalah:
a.
Hubungan
seks: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran. Seringkali
remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa di mana
seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya.
b.
Kehidupan
iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan
pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan
baik tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Dalam keadaan apa saja,
orang yang taat beragama, selalu dapat menempatkan diri dan mengendalika diri
agar tidak berbuat hal-hal yang bertentanggan dengan ajaran agama. Dalam
hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu mengawa
c.
Faktor
kematangan biologis. Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai dengan adanya
kematangan biologis. Dengan kematangan biologis, seorang remaja sudah dapat
melakukan fungsi reproduksi sebagai mana layaknya orang dewasa lainnya, sebab fungsi
organ seksualnya telah bekerja secara normal.
Menurut Sarwono (2002)
bentuk-bentuk dari perilaku seks bebas dapat berupa berkencan intim, berciuman,
bercumbu, dan bersenggama. Sedangkan Desmita (2005) mengemukakan berbagai
bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai
melakukan kontak seksual. Bentuk-bentuk perilaku seks bebas (dalam
www.Bkkbn.go.id) yaitu:
1.
Petting
adalah upaya untuk membangkitka dorongan seksual antara jenis kelamin dengan
tanpa melakukan tindakan intercourse.
2.
Oral
–genital seks adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe
hubungan seksual model oral-genital ini merupakan alternative aktifitas seksual
yang dianggap aman oleh remaja masa kini.
3.
Sexual
intercourse adalah aktivitas melakukan senggama.
4.
Pengalaman
Homoseksual adalah pengalaman intim dengan sesama jenis.
Menurut Sarwono (2002) juga
mengemukakan beberapa bentuk dari perilaku seks bebas, yaitu:
1.
Kissing
: Saling bersentuhan antara dua bibir manusia atau pasangan yang didorong oleh
hasrat seksual.
2.
Necking
: Bercumbu tidak sampai pada menempelkan alat kelamin, biasanya dilakukan
dengan berpelukan, memegang payudara, atau melakukan oral seks pada alat
kelamin tetapi belum bersenggama.
3.
Petting
: Bercumbu sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan menggesek-gesekkan
alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama.
4.
intercourse
: Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar pernikahan
Menurut Santrock
(2002) bentuk-bentuk perilaku seks bebas, yaitu:
1.
Kissing
yaitu sentuhan yang terjadi antara bibir diikuti dengan hasrat seksual.
2.
Necking
yaitu aktivitas seksual disekitar tubuh tapi belum ada kontak alat kelamin.
3.
Petting
yaitu menempelkan alat kelamin tapi belum ada kontak alat kelamin.
4.
intercourse
yaitu bersenggama atau kontak alat kelami.
Menurut Wilson (dalam
Ghifari, 2003), bahaya free sex mencakup bahaya bagi perkembangan mental
(psikis), fisik dan masa depan remaja itu sendiri. Secara terperinci berikut
ini lima bahaya utama free seks:
1.
Menciptakan
kenangan buruk. Masih dikatakan “untung” jika hubungan pranikah itu
tidak ada yang mengekspos. Si gadis atau si jejaka terlepas dari aib dan
cemoohan masyarakat. Tapi jika ternyata diketahui masyarakat, tentu yang malu
bukan saja dirinya sendiri melainkan keluarganya sendiri dan peristiwa ini
tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini tentu saja
menjadi beban mental yang berat.
2.
Kehamilan
yang tidak diharapkan (unwanted pregnancy).
Unwanted pregnancy membawa
remaja pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan
melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko kehamilan yang
tidak jarang membawa kematian ibu. Menurut Wibowo (1994) terjadinya perdarahan
pada trisemester pertama dan ketiga, anemi dan persalinan kasip merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan remaja. Selain itu kehamilan di
usia muda juga berdampak pada anak yang dikandung, kejadian berat bayi lahir
rendah (BBLR) dan kematian perinatal sering dialami oleh bayi-bayi yang lahir
dari ibu usia muda. Menurut Affandi (1995) tingkat kematian anak pada ibu usia
muda mencapai 2-3 kali dari kematian anak yang ibunya berusia 20-30 tahun.
Kehamilan yang terjadi
akibat seks pranikah bukan saja mendatangkan malapetaka bagi bayi yang
dikandungnya juga menjadi beban mental yang sangat berat bagi ibunya mengigat
kandungan tidak bisa di sembunyikan, dan dalam keadaan kalut seperti ini
biasanya terjadi depresi, terlebih lagi jika sang pacar kemudian pergi dan tak
kembali.
3.
Pengguguran
kandungan dan pembunuhan bayi. Banyak kasus bayi mungil yang baru lahir dibunuh
ibunya. Sebagian dari bayi itu dibungkus plastik hidup-hidup, dibuang di kali,
dilempar di tong sampah, dan lain-lain, ini suatu akibat dari perilaku binatang
yang pernah dilakukannya. Selain melanjutkan kehamilan tidak sedikit pula
mereka yang mengalami unwanted pregnancy melakukan aborsi.
Lebih kurang 60 % dari 1.000.000 kebutuhan aborsi dilakukan oleh wanita yang
tidak menikah termasuk para remaja. Sekira 70-80 % dari angka itu termasuk
dalam kategori aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) yang juga merupakan
salah satu factor yang menyebabkan kematian ibu.
4.
Penyakit
Menular Seksual (PMS) – HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku
seks bebas remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk
HIV/AIDS. Para remaja seringkali melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan
kebiasaan dengan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan
remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV seperti sifilis, gonore, herpes,
klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada menunjukkan bahwa diantara penderita
atau kasus HIV/AIDS 53% berusia antara 15-29 tahun.
Si wanita atau si pria yang
dulu pernah melakukan hubungan pranikah waktu pacaran lalu putus, cenderung
ingin melakukan hubungan serupa dengan pria atau wanita lain mengingat seks
sifatnya adiktif (ketergantungan), suatu waktu ia akan merasa “lapar” untuk
melakukan hubungan intim dengan pasangan lain. Jika hal ini terus dilakukan,
maka buka hal mustahil akan terjangkit penyakit kelamin.
5.
Keterlanjuran
dan timbul rasa kurang hormat. Perilaku seks bebas (free sex) menimbulkan suatu
keterlibatan emosi dalam diri seorang pria dan wanita. Semakin sering hal itu
dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi sekalipun sebelumnya ada rasa
sesal. Terlebih lagi bagi wanita, setiap ajakan sang pacar sangat sulit untuk
ditolak karena takut ditinggalkan atau diputuskan. Sementara itu bagi
laki-laki, melihat pasangannya begitu mudah diajak, akan terus berkurang rasa
hormat dan rasa cintanya.
6.
Psikologis
Dampak lain dari perilaku
seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah
konsekuensi psikologis. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja
perempuan dalam posisi terpojok yang sangat dilematis. Dalam pandangan
masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga yang melanggar
norma-norma sosial dan agama. Penghakiman social ini tidak jarang meresap dan
terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung, cemas,
malu, dan bersalah yang dialami relaja setelah mengetahui kehamilannya
bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan yang kadang
disertai dengan rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada
pasangan, dan kepada nasib yang membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan
mental yang berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja
tidak terpenuhi.
Ada beberapa upaya
prefentif yang bisa dilakukan untuk penanggulangan dampak seks bebas, antara
lain:
1.
Pendidikan
agama dan akhlak.
Pendidikan agama wajib
ditanamkan sedini mungkin pada anak. Dengan adanya dasar agama yang kuat dan
telah tertanam pada diri anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam
kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang harus dijalankan dan
perbuatan yang harus dihindari.
2.
Pendidikan
seks dan reproduksi.
Pada umumnya orang
menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat
kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya
akan membuat para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali
pengertian tentang pendidikan seks. pendidikan seks berusaha menempatkan seks
pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks. Dengan
pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang
alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat
diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat
menghindarinya.
Remaja perlu mengetahui
kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses
reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya.Dengan informasi yang
benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab
mengenai proses reproduksi.
Pendidikan seks merupakan
bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi sehingga lingkup pendidikan
kesehatan reproduksi lebih luasPendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh
proses yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang
mempengaruhinya, mulai dari aspek tumbuh kembang hingga hak-hak reproduksi.
Sedangkan pendidikan seks lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan seks.
3.
Bimbingan
orang tua.
Peranan orang tua merupakan
salah satu hal terpenting dalam menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang
tua harus memperhatikan perkembangan anak dan memberikan informasi
yang benar tentang masalah seks dan kesehatan reproduksi kepada anak. Orang tua
berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sedini
mungkin saat anak sudah mulai beranjak dewasa. Hal ini merupakan salah satu
tindakan preventif agar anak tidak terlibat pergaulan bebas dan
dampak-dampak negatifnya. Selain itu orang tua juga harus selalu
mengawasi pergaulan anaknya. Dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang
mereka lakukan di luar rumah. Setidaknya harus ada komunikasi antara anak
dengan orang tua setiap saat. Apabila anak menemukan masalah, maka orang tua
berkewajiban untuk membantu mencarikan solusinya.
4.
Meningkatkan
aktivitas remaja ke dalam program yang produktif.
Melatih dan mendidik para
remaja yang telah dipilih untuk menjadi anggota suatu organisasi, misalnya
Karang Taruna, Karya Ilmiah Remaja, Pusat Informasi dan Konseling Pendidikan
Reproduksi Remaja (karena remaja biasanya dapat lebih mudah melakukan
komunikasi dan membicarakan masalah tersebut antara sesamanya), dan
kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat.
a.
Data Umum
1)
Nama
kepala keluarga : Tn. A
2)
Pekerjaan : Karyawan PT Haruka
3)
Alamat : Jl. Perintis
Kemerdekaan 103 Semarang
4)
Komposisi
keluarga :
No
|
Nama
|
Umur
|
Sex
|
Tgl lahir
|
Pendidikan
|
Pekerjaan
|
Ket.
|
1.
2.
3.
|
Tn. A
Ibu N
An. Y
|
40 th
37 th
17 th
|
L
P
P
|
4-8-1963
5-7-1966
2-4-1986
|
SMA
SMA
SMA kls III
|
IRT
Pelajar
|
Suami
Istri
Anak
|
5)
Tipe
keluarga
Keluarga Bp. H merupakan keluarga inti yang
terdiri dari suami, istri dan satu orang anak.
6)
Suku
bangsa
Tn. A dan Ny. R berasal dari suku yang sama
yaitu suku jawa. Budaya keluarga Tn. A mengikuti kebiasaan serta budaya suku
jawa.
7)
Agama
Agama seluruh anggota keluarga adalah islam.
8)
Status
sosial ekonomi
Keluarga di lingkungannya tergolong keluarga
dengan status sosial kebanyakan seperti keluarga lain. Sedang status ekonomi
cukup dimana Tn. A bekerja sebagai sopir taksi gelap dan Ny. R sebagai karyawan
pabrik.
9)
Aktivitas
rekreasi
Keluarga jarang melakukan rekreasi bersama.
Karena selain ekonomi yang kurang begitu baik juga masing-masing sibuk dengan urusannya
masing-masing.
b.
Riwayat tahap perkembangan keluarga
1)
Tahap
perkembangan keluarga saat ini
Keluarga mencapai tahap perkembangan dengan
anak pertama usia remaja.
2)
Tugas
perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tugas-tugas perkembangan pada tahap ini telah
dilaksanakan oleh keluarga Tn. A dengan baik. Tidak ada tugas perkembangan yang
belum terpenuhi.
3)
Riwayat
keluarga inti
Keluarga Tn. A tidak memiliki riwayat
penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, epilepsi dll. Dalam keluarga mereka
tidak pernah mengalami kondisi sakit yang berat, hanya kadang flu serta lemas
karena kecapekan.
4)
Riwayat
keluarga sebelumnya
Yn. A merupakan anak pertama dari dua
bersaudara dan adik perempuannya juga sudah menikah. Hubungan keluarga mereka
cukup baik, kalau ada waktu luang mereka saling berkunjung. Sedang Ny. A anak
terakhir dari tiga bersaudara. Kakak laki-lakinya sudah menikah dengan dua anak
sedangkan kakak perempuannya juga sudah menikah dengan anak satu. Hubungan
kekluargaa merak juga baik tetap ada komunikasi.
c.
Lingkungan
1)
Karakteristik
rumah
Keluarga Tn. A tinggal di rumah permanen
dengan luas tanah 150 m2 dan luas bangunan 100 m2 terdiri
dari 75 % berlantai plester dan semen 25 %( ruang dapur dan kamar mandi).
Ventilasi cukup baik cahaya matahari bisa masuk melalui jendela maupun pintu.
Penerangan dengan menggunakan listrik. Sedangkan air bersih diperoleh dari PAM.
Pengelolaan sampah dilakukan dengan penempatan di tempat tertutup yang
selanjutnya diambil oleh petugas sampah. Limbah keluarga langsung terbuang melalui
selokan di belakang rumah yang mengalir ke sungai. WC terletak didalam kamar
mandi dengan septik tank berada di luar rumah.
2)
Karakteristik
tetangga dan komunitas RW
Tetangga keluarga Tn. A pada umumnya bekerja
sebagai karyawan swasta. Jarak rumah mereka agak berdekatan. Ikatan antar
keluarga baik, saling tolong menolong masih menjadi kebiasaan di wilayah
tersebut.
3)
Mobilitas
geografis keluarga
Keluarga Tn. A merupakan salah satu keluarga
yang bertempat tinggal menetap jadi belum pernah pindah dari rumah yang
sekarang.
4)
Perkumpulan
keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga dapat saling bertemu pada sore hari
setelah anak pulang dari sekolah serta ibu pulang dari bekerja. Sedangkan malam
harinya Tn. A bekerja sebagai sopir taxi. Untuk mengikuti perkumpulan di
limgkungan masyarakat Tn. A menyempatkan diri sebelum dia bekerja
5)
Sistem
pendukung keluarga
Seluruh anggota keluarga sekarang ini dalam
keadaan yang sehat, jika ada salah satu dari anggota keluarga yagn sakit maka
segera dibawa ke pelayana kesehatan.
d.
Struktur keluarga
1)
Pola
komunikasi keluarga
Pola komunikasi dalam keluarga Tn. A saat ini
mengalami gangguan, karena ada masalah komunikasi antara Tn. A dan An. Y.
Mereka sama-sama keras dalam berkomunikasi. Masing-masing merasa benar dengan
cara mereka.
2)
Struktur
kekuatan keluarga
Kekuatan keluarga untuk mengendalikan
perilaku anak kurang begitu baik. Karena anak masih dengan perilakunya yagn
bertentangan dengan nilai-nilai yang ada yaitu melakukan pergaulan bebas (free
seks).
3)
Struktur
peran
Tn. A berperan sebagai kepala rumah tangga
yang mencari nafkah untuk keluarganya dengan dibantu oleh istrinya. Sedangkan
Ny. A masih bisa berperan sebagai ibu dan istri selain harus mencari nafkah
mambantu suami.
4)
Nilai
atau norma keluarga
Keluarga Tn. A percaya bahwa kesehatan sangat
penting sehingga berusaha mempertahankan kondisi sehat.
e.
Fungsi keluarga
1)
Fungsi
afektif
Anggota keluarga saling menyayangi dan
memperhatikan. Tapi kadang karena kesibukan masing-masing hal itu susah
dilakukan. Persoalan dalam keluarga jarang dibicarakan bersama sehingga memicu
terjadinya masalah komunikasi.
2)
Fungsi
sosialisasi
Sosialisasi dilakukan denga mengikuti
kegiatan di lingkungan seperti arisan, kebersihan lingkungan. Sedangkan anaknya
sulit untuk melakukan sosialisasi dengan tetangga karena sering pergi dengan
temannya hingga larut malam. An. Y telah terlibat dalam pergaulan bebas dan
keluarga tidak bisa menanamkan nilai/norma kepada anaknya.
3)
Fungsi
perawatan kesehatan
Keluarga belum mengenal masalah komunikasi
sehingga konflik selalu terjadi pada keluarga. Keluarga belum mengenal
bagaimana cara berkomunikasi yang efektif sehingga apa yang dibicarakan dapat
dipahami oleh keluarga.
4)
Fungsi
reproduksi
Keluarga Tn. A baru memiliki seorang anak
yang berumur 17 tahun. Rencana untuk memiliki anak lagi sebenarnya ada tapi
belum dikaruniai meskipun Ny. A sudah tidak KB.
5)
Fungsi
ekonomi
Keluarga Tn. A secara ekonomi telah mampu
memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, juga telah memiliki tabungan
meskipun jumlahnya tidak seberapa.
f.
Stress dan Koping keluarga
1)
Stressor
jangka pendek dan panjang
Stressor jangka pendek yaitu komunikasi yang
buruk antara ayah dan anak serta adanya perilaku anak dengan pergaulan bebas
yang cenderung ke seks bebas. Sedang stressor jangka panjang kebutuhan ekonomi yang
masih belum sesuai dengan keinginan keluarga
2)
Kemampuan
keluarga berespon terhadap situasi/stressor
keluarga telah melarang anaknya dari
pergaulan bebas, tapi tidak mampu untuk memberikan pengarahan/bimbingan pada
anak. Sedangkan ibu tidak mampu bersikap atau tidak konsisten dengan perilaku
anaknya dengan sering membela bila ditegur ayahnya.
3)
Strategi
koping yang digunakan
Tn. A cenderung melampiaskan kekecewaan
terhadap anaknya dengan memarahi anaknya tanpa menggunakan cara yang bijaksana.
Sedang anak karena kondisi rumah yang tidak memuaskan dia lari ke pergaulan
yang tidak benar dan teguran keluarga dihadapi dengan emosi pula dan cenderung
melawan.
4)
Strategi
adaptasi disfungsional
Keluarga tidak mamapu untuk beradaptasi
dengan permasalahan yang dihadapi. Menyadari masalah ada tapi kurang mampu
mengambil tindakan.
g.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik Tn. A
Keadaan
umum : baik, tampak sehat.
Kesadaran : komposmentis
Tanda-tanda
vital : TD : 130/90 mmHg ; N: 84 x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,8C
Kepala : rambut:
hitam, lurus, tidak muntah rontok; mata : sklera tidak ikterik, kornea jernih,
konjungtiva merah muda, pupil isokor, fungsi penglihatan normal; hidung:
bersih, septum simetris, tidak ada polip; telinga: tidak ada serumen, mampu
mendengar normal; mulut: bersih , tidak berbau, tidak ada karies, lidah bersih.
Dada : bentuk
normal, suara nafas vesikuler, irama nafas teratur, tidak ada ronkhi, denyut
jantung normal.
Abdomen : agak
cembung, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Genetalia : tidak
ada hemoroid dan bersih.
Ekstremitas : tidak
ada edema, tidak ada keterbatasan gerak.
Pemeriksaan
fisik Ny. A
Keadaan
umum : baik
Kesadaran :
komposmentis
Tanda-tanda
vital : TD : 120/80 mmHg ; N: 80 x/menit; RR : 18x/menit; S : 36,5C
Kepala : rambut:
hitam, ikal, tidak muntah rontok; mata : sklera tidak ikterik, kornea jernih,
konjungtiva merah muda, pupil isokor, fungsi penglihatan normal; hidung:
bersih, septum simetris, tidak ada polip; telinga: tidak ada serumen, mampu
mendengar normal; mulut: bersih , tidak berbau, tidak ada karies, lidah bersih.
Dada : bentuk
normal, suara nafas vesikuler, irama nafas teratur, tidak ada ronkhi, denyut
jantung normal.
Abdomen : agak
cembung, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Genetalia : tidak
ada hemoroid dan bersih.
Ekstremitas : tidak
ada edema, tidak ada keterbatasan gerak.
Pemeriksaan
fisik An. Y
Keadaan
umum : baik
Kesadaran : komposmentis
Tanda-tanda
vital : TD : 110/90 mmHg ; N: 78 x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,6C
Kepala : rambut:
merah, ikal, tidak muntah rontok; mata : sklera tidak ikterik, kornea jernih,
konjungtiva merah muda, pupil isokor, fungsi penglihatan normal; hidung:
bersih, septum simetris, tidak ada polip; telinga: tidak ada serumen, mampu
mendengar normal; mulut: bersih , tidak berbau, ada karies, lidah
bersih.
Dada : bentuk
normal, suara nafas vesikuler, irama nafas teratur, tidak ada ronkhi, denyut
jantung normal.
Abdomen : datar,
tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Genetalia : tidak
ada hemoroid dan bersih.
Ekstremitas : tidak
ada edema, tidak ada keterbatasan gerak
h.
Harapan keluarga
Keluarga mengharapkan permasalahan dalam
keluarganya segera teratasi dan masing-masing dapat menata kembali hubungan
dalam keluarga dengan baik.
No
|
Data
|
Masalah
|
Penyebab
|
1.
|
Subyektif :
·
An.Y
mengatakan merasa jengkel karena keluarga terlalu membatasi pergaulan dan
tidak dapat meyakinkan keluarga bahwa pergaulannya masih wajar.
·
Keluarga
tidak suka dengan tingkah laku anaknya.
·
Keluarga
mengatakan tidak tahu kenapa antara Tn. A dan An. Y selalu ribut bila
bertemu.
Obyektif
:
·
Hubungan
keluarga dan anak terlihat kaku
·
Keluarga
berbicara kepada anak dengan nada tinggi.
|
Konflik pada keluarga Tn. A
|
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
komunikasi
|
2.
|
Subyektif :
·
An. Y
mengatakan senang dengan pergaulan bebas karena bagi remaja hal itu adalah
wajar dan mengatakan sering keluar rumah dengan teman laki-lakinya sampai
larut malam.
·
Keluarga
mengatakan tidak mampu untuk memberikan nasehat pada anak agar tidak terlibat
pergaulan bebas seperti menginap di hotel bersama temannya.
Obyektif :
Keluarga tampak tidak konsisten dalam
menanggapi masalah anaknya.
|
Resiko terjadi kehamilan pra nikah
|
Ketidakmampuan keluarga mengambil
tindakan mengarahkan pergaulan yang sehat.
|
Diagnosa
yang mungkin muncul :
1)
Konflik
pada keluarga TN. A berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
komunikasi.
2)
Resiko
terjadi kehamilan pra nikah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
mengambil tindakan mengarahkan pergaulan yang sehat.
Skala
prioritas masalah
1)
Konflik
pada keluarga Tn. A
Kriteria
|
Bobot
|
Perhitungan
|
Pembenaran
|
1.Sifat masalah :
Aktual (3)
|
1
|
3/3 x 1 = 1
|
Masalah ini merupakan masalah aktual,
telah terjadi konflik pada keluarga Tn. A
|
2.Kemungkinan masalah dapat di rubah :
sebagian (1)
|
2
|
1/2 x 2 = 1
|
Dengan adanya kerjasama antar anggota
keluarga masalah dapat teratasi
|
3.Potensi masalah untuk dicegah :
Cukup (2)
|
1
|
2/3 x 1 = 2/3
|
Konflik sulit dicegah karena cara
komunikasi yang buruk
|
4.Menonjolnya masalah
Harus ditangani (2)
|
1
|
2/2 x 1 = 1
|
Masalah sudah aktual dan perlu segera
ditangani
|
Skor
|
|
3 2/3
|
|
2)
Resiko
terjadi kehamilan pra nikah
Kriteria
|
Bobot
|
Perhitungan
|
Pembenaran
|
1.Sifat masalah :
Ancaman kesehatan
|
1
|
2/3 x 1 = 2/3
|
Hal ini bisa menimbulkan masalah
psikologis dan kesehatan
|
2.Kemungkinan masalah dapat di rubah :
Sebagian
|
2
|
1/2 x 2 = 1
|
Masalah dapat teratasi bila keluarga
mampu melakukan bimbingan pada anak agar meninggalkan pergaulan bebas.
|
3.Potensi masalah untuk dicegah :
Cukup
|
1
|
2/3 x 1 = 2/3
|
Dengan timbulnya kesadaran pada anak maka
pergaulannya dapat dikendalikan
|
4.Menonjolnya masalah :
Harus segera ditangani
|
1
|
2/2 x 1 = 1
|
Keluarga merasa perlu merubah perilaku
anaknya tapi tidak tahu cara yang tepat.
|
Skor
|
|
31/3
|
|
Perilaku seksual adalah
segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual atau aktifitas fisik yang
melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau afeksi. Seks bebas
adalah bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan,
baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Seks bebas bukan hanya
dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering
melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan
alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Faktor yang menyebabkan
terjadinya perilaku seks bebas yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas
keluarga, kualitas lingkungan yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi
yang masuk, bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran, dan
kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri,
cenderung berakibat negatif, yaitu terjadi hubungan seksual pranikah dimasa
pacaran.
Bentuk-bentuk perilaku seks
bebas (dalam www.Bkkbn.go.id) yaitu:
1.
Petting
adalah upaya untuk membangkitka dorongan seksual antara jenis kelamin
dengan tanpa melakukan tindakan intercourse.
2.
Oral
–genital seks adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe
hubungan seksual model oral-genital ini merupakan alternative aktifitas seksual
yang dianggap aman oleh remaja masa kini.
3.
Sexual
intercourse adalah aktivitas melakukan senggama.
4.
Pengalaman
Homoseksual adalah pengalaman intim dengan sesama jenis.
Penanggulangan Dampak Seks
Bebas yang harus diterapkan dalam lingkup keluarga dari usia remaja antara lain
dengan Pendidikan agama dan akhlak, Pendidikan seks dan reproduksi, Bimbingan
orang tua dan Meningkatkan aktivitas remaja ke dalam program yang produktif.
B.
Saran
Pemuda
atau pemudi haruslah diperhatikan sering lagi karena tanpa perhatian dariorang
tua, guru dan lembaga sosial lainnya seorang anak dapat melakukan penyimpangan
sosial. Karena hanya merekalah penerus bangsa ini. Arahan-arahan perlu diberikan
kepada remaja, karena dampak awal yang palingterasa adalah pada orang yang ada
disekitarnya. Pendukungan mereka sangat perlu untuk memupuk rasa patriotisme
dan nasionalisme bangsa Indonesia. Dihimbaukan bagi para pihak keamanan seperti
polisi harus lebih mengetatkan keamanan serta kegiatan mereka untuk mengatasi
kenakalan remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Glasier, Anna. Ed. 4.
2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Kauma, Fuad. 2002. Sensasi
Remaja di Masa puber: Dampak Negatif dan Penanggulangannya. Jakarta: Kalam
Mulia.
Manuaba, Ida Bagus Gde.
2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.
Miron, Amy G. dan Miron,
Charles D. 2006. Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks kepada Remaja:
Panduan Guru dan Orang Tua. Jakarta: Esensi.
Notoatmodjo, Soekidjo.
2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Potter
dan Perry. (2005). Fundamental Keperawatan, edisi 4. Jakarta: EGC
Komentar
Posting Komentar