MAKALAH PERLINDUNGAN KONSUMEN

  BAB I PENDAHULUAN   A.     Latar Belakang Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk  sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir. Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara  Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini ialah perusahaan koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. [1]   B.      Rumusan Masalah 1.       Apa Pengertian dari Pelindungan Konsumen

ASKEP Bullying dikalangan remaja


KATA PENGANTAR


Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah tentang “Bullying dikalangan remaja” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan penulis juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik yang maha kuasa yaitu Allah swt, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bemanfaat bagi kita semuanya.

Semarang, 02 Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL............................................................................................................       i



  

BAB I
PENDAHULUAN


A.            Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan yang harus dilewati dengan berbagai kesulitan. Dalam tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam menangani permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil. Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari lingkungan sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan dan masyarakat. Semua pengetahuan yang baru diketahuinya diterima dan ditanggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian masing-masing. Disinilah peran lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian seorang remaja.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai. Dalam pembentukan kepribadian seorang remaja, akan selalu ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor risiko dan faktor protektif. Faktor risiko ini dapat bersifat individual, konstekstual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang khas pada seorang remaja. Sedangkan faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan tertentu. Rutter (1985) menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi tidaknya masalah perilaku atau emosi, atau gangguan mental kemudian hari.
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta didik. Karena meresahkan, pemerintah didesak segera menangani masalah ini secara serius. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali. Bahkan ada yang dilakukan secara sistematis. Dari menjamurnya, kasus – kasus bullying yang ada di lembaga pendidikan di Indonesia khususnya lingkungan sekolah, penulis mengambil tema yang berkaitan dengan perilaku bullying di jenjang pendidikan.

B.            Rumusan Masalah

1.        Apa yang dimaksud dengan bullying  ?
2.        Apa  jenis – jenis perbuatan bullying?
3.        Apa saja faktor yang menyebabkan perilaku bullying dan Apa saja dampak yang didapat akibat dari perilaku bullying?
4.        Bagaimana upaya pencegahan bullying ?
5.        Bagaimana Asuhan Keperawatan Terhadap Bulliying ?

C.            Tujuan Penulisan

1.        Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tindakan bullying dan jenis – jenis perbuatan yang termasuk dalam tindakan itu.
2.        Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab tindakan bullying serta dampak yang diakibatkan dari tindakan itu.
3.        Untuk mengetahui bagaimana upaya mengatasi bullying.


BAB II
PEMBAHASAN

A.            Pengertian Bullying

Istilah bullying sendiri menurut American Psychology Association pada tahun 2013 adalah “a form of aggressive behavior in which someone intentionally and repeatedly causes another person injury or discomfort. Bullying can take the form of physical contact, words or more subtle actions.” yang berarti bullying merupakan bentuk perilaku yang agresif atau termasuk perilaku agresi karena dilakukan secara berulang kali sehingga membuat orang lain merasakan ketidaknyamanan. Bentuk bullying termasuk kontak fisik, kata-kata atau tindakan yang lebih halus.
Perilaku bullying ialah penyalahgunaan kuasa yang dilakukan individu baik dalam konteks psikologis maupun fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap individu yang memiliki daya tahan atau proses adaptasi yang lemah terhadap suatu kelompok (Yusuf & Fahrudin, 2012). Bullying erat dikaitkan dengan perilaku agresi. Perilaku agresi sendiri menurut (Baron & Byrne,1994; Brehm & Kassin,1993; Bringham,1991 dalam Suryanto, Bagus Ani Putra, Herdiana, & Nur Alfian, 2012) adalah perilaku yang dengan sengaja dimasudkan untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikisnya.

B.            Jenis – jenis Perbuatan Bullying

Perilaku atau perbuatan bullying yang terjadi di kalangan remaja memiliki bentuk yang beragam antara lain bullying fisik, bullying verbal, bullying relasional dan bullying elektronik. Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja menyakiti atau melukai fisik orang lain, bullying verbal adalah perilaku yang dilakukan dengan mengucapkan perkataan yang menyakiti atau menghina orang lain, bullying relasional adalah perilaku yang mengucilkan atau mengintimidasi orang lain dalam pergaulan, sedangkan bullying elektronik adalah perilaku yang menyakiti orang lain dengan menggunakan jejaring sosial (Budiarti, 2013).
Salah satu contohnya adalah seperti yang kita ketahui, beberapa tahun terakhir sering terjadi bullying pada saat penerimaan siswa baru (MOS) dimana kakak tingkat sebagai panitia melakukan kekerasan kepada para siswa baru. Awalnya, para kakak tingkat memberikan tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh para siswa baru sebagai “prasyarat” agar dapat diterima sebagai warga sekolah tersebut. Tapi sering kali pemberian tugas tersebut diiringi oleh bullying baik secara verbal maupun non verbal, seperti ejekan dan makian. Bahkan sering kali bullying tersebut akhirnya berujung pada kematian.
Termasuk dalam kasus tersebut, pelaku bullying menyiksa korban untuk mendapatkan status yang lebih tinggi di kelompok dan pelaku memerlukan orang lain untuk menyaksikan kekuasaanya. Dalam salah satu penelitian, pelaku bullying hanya ditolak oleh kawan sebaya dimana mereka menjadi ancaman (Veenstra dkk, 2010 dalam Santrock, 2012). Dan dalam penelitian lain, pelaku bullying sering berafiliasi atau dalam beberapa kasus mempertahankan posisi mereka dalam kelompok yang populer (Wivliet dkk, 2010 dalam Santrock, 2012).
Data-data yang dijelaskan sebelumnya memberi identifikasi bahwa ada kondisi yang tidak normal dalam tahap perkembangan anak. Namun, persoalan bullying ini seringkali terjadi pada anak-anak terlebih pada remaja. Hal ini dikarenakan masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dimana pada tahap perkembangan ini remaja dihadapkan dengan persoalan identitas dan keraguan akan peran setiap individu (Margaretha & Nindya, 2012). Dan hal ini sejalan dengan salah satu teori dalam psikologi perkembangan yaitu teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson.

C.            Faktor Penyebab Perilaku Bullying Sekaligus Dampak Yang Ditimbulkan

Pada tahap perkembangan individu dalam teori psikososial Erikson terdapat delapan tahap dimana masing-masing tahapan memiliki permasalahan sendiri. Tahap yang sangat berkaitan dengan konteks permasalahan yang marak saat ini ialah masa remaja sekitar periode pubertas sampai 20 lebih. Dalam tahap ini individu mulai dihadapkan dengan krisis mengenai identitas diri. Peran orang tua dalam tahapan ini sangat penting karena melalui orang tua seharusnya individu belajar berbagai peran dalam hidupnya. Jika hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka individu dapat mengalami kebingungan identitas. (Santrock, 2007)
Salah satu contoh kasus pada remaja di era ini adalah cyberbullying, perilaku bullying yang dilakukan melalui media sosial dengan perantara internet. Salah satunya adalah kasus yang dialami oleh Amanda Tood, seorang gadis remaja asal Kanada berumur 15 tahun yang bunuh diri akibat cyberbullying. Kasus ini berawal dari perkenalan Amanda dengan seorang pria, melalui videocam pria tersebut membujuk amanda agar mau memperlihatkan tubuhnya tanpa sehelai pakaian. Setahun setelahnya video topless Amanda tersebut beredar di media sosial. Hal tersebut semakin membuat banyak orang mem-bully Amanda karena tindakannya tersebut, sekaligus membuat Amanda dicemooh baik di sekolah maupun lingkungannya. Kejadian ini membuat Amanda tak tahan hingga kemudian melakukan usaha bunuh diri (Putra, 2014).
Kasus tersebut berhubungan dengan tahap perkembangan remaja dimana remaja yang berhasil untuk mengatasi krisisnya maka akan dapat membentuk dirinya dan diterima oleh masyarakat. Namun apabila individu tidak dapat mengatasi konflik dan krisis identitas maka akan terjatuh dalam kondisi kebingungan peran atau identitas yang disebut role confusion. Kasus yang terjadi pada Amanda berujung pada hasil dari role confusion. Individu tidak dapat mengatasi konfliknya sehingga bila individu tersebut adalah korban bullying, terdapat kemungkinan bahwa individu akan mengisolasi dirinya dari lingkungan. Sedangkan untuk pelaku bullying, individu melakukan kejahatan melalui media internet besar kemungkinan karena pengaruh dari teman sebaya sehingga kehilangan identias dalam kerumunan orang-orang tersebut.
Banyaknya perilaku agresi seperti bullying dalam media elektronik baik televisi maupun internet yang diperlihatkan terang-terangan secara tidak langsung akan mempengaruhi cara berpikir seorang remaja bahwa itu adalah hal yang wajar sehingga mereka dapat secara bebas meniru perilaku tersebut. Adanya efek yang menyenangkan dan pencapaian yang dihasilkan dari perilaku yang dilakukan akan menjadi penguat bagi pelaku bullying untuk mengulangi perilaku tersebut. Menurut Saripah (2006) survey yang dilakukan oleh Kompas menyatakan bahwa 56,9% anak-anak yang menonton adegan film akan meniru adegan yang ditontonnya tersebut dimana sebanyak 64% mereka meniru gerakan dan 45% mereka meniru kata-katanya (Budiarti, 2013). Selain media, seorang remaja juga dapat terpengaruh oleh paparan agresi secara langsung seperti adanya budaya bullying di lingkungan sekitar mereka baik di rumah, sekolah atau teman sebaya mereka. Semakin besar perilaku bullying terjadi di sekita mereka maka akan semakin memungkinkan bagi mereka untuk turut serta dalam perilaku tersebut sebagai salah satu bentuk imitasi. Selain itu salah satu penanggung jawab dari perilaku bullying adalah kepribadian dari remaja itu sendiri. Berdasarkan teori psikoanalisa Sigmund Freud, dimana manusia memiliki dua insting dalam dirinya yaitu insting hidup (eros) dan insting mati (tanatos). Perilaku agresi yang dilakukan kepada orang lain dianggap sebagai salah satu bentuk kemenangan dari usaha untuk mempertahankan naluri kehidupannya. Perilaku agresi yang ditujukan bagi orang lain juga merupakan bentuk peralihan dari insting mati yang dimiliki yang pada awalnya bertujuan untuk menghancurkan diri sendiri berkembang menjadi dilampiaskan kepada orang lain (Suryanto, Bagus Ani Putra, Herdiana, & Nur Alfian, 2012).


Namun ada kasus dari beberapa anak yang menjadi korban bullying karena mempunyai penampilan, kemampuan dan bakat istimewa, misalnya kasus Jade Stringer. Gadis berusia 14 tahun tersebut bunuh diri dengan cara gantung diri di kamarnya karena banyak yang cemburu atas kecantikan dan kepopulerannya di sekolah. Teman-temannya mengatakan jika Jade yang berwajah cantik dan menarik mendapatkan tekanan dan bully di sekolah karena wajahnya yang cantik selama beberapa bulan terakhir. Hal tersebut dikuatkan dengan post yang ditulis Jade di media sosialnya. Jade meninggal setelah enam hari ditemukan tak sadarkan diri oleh ayahnya (Blake & Narain, 2012).



D.           Upaya Pencegahan Bullying

Dari berbagai kasus yang terjadi maka, diperlukan penanggulangan maupun pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullying seperti yang dikatakan oleh Clara dalam Ehan (2007) adalah dengan menghimbau para orang tua atau wali dari anak untuk mengembangkan kecerdasaan emosional anak sejak kecil. Pendidikan untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain dan memberikan penyadaran pada anak tentang peran dirinya sebagai mahluk sosial yang memerlukan orang lain dalam kehidupannya. Menurut Ratna dalam Ehan (2007) dengan mengajak pemerintah untuk mengatasi bullying berupa program yang tegas, jelas dan terarah, bila masyarakat kita diam saja dengan bullying sama dengan melegalkan tradisi dendam di sekolah tersebut. Lebih serius lagi, bullying akan menjadi bahaya laten yang akan kerap menghantui para siswa, baik dalam generasi ini maupun generasi mendatang. Dalam mengatasi dan mencegah bullying diperlukan aturan yang bersifat menyeluruh yang mengikat antara guru dan muridnya, dari kepala sekolah hingga wali murid/orang tua, kerjasama antara guru, orang tua dan masyarakat atau pihak yang berwenang seperti polisi, apparat hukum dan sebagainya sangan dibutuhkan untuk mengatasi persoalan bullying di sekolah.

Kemudian, salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah melalui program anti bullying di sekolah. Menurut Huneck dalam Ehan (2007) seorang ahli intervensi bullying yang bekerja di Jakarta Internatonal School, bullying akan tetap terjadi di sekolah-sekolah bila orang dewasa tidak mampu membina lingkungan saling percaya dengan siswa, tidak menyadari perilaku yang termasuk bullying, tidak menyadari dampak/luka yang disebabkan oleh bullying dan tidak ada campur tangan dari sekolah yang secara efektif. Dalam Ehan (2007) bentuk manfaat penanggulangan dengan program sekolah anti bullying sebagaimana berikut:

1.    Memberikan pengertian bahwa rasa aman dan nyaman adalah hak dan milik seluruh orang.
2.    Menyadarkan kepada seluruh orang di sekolah bahwa bullying dalam bentuk apapun tidak dapat ditolelir.
3.    Membekali siswa untuk membuat keputusan
4.    Membantu siswa dalam membentuk orang yang mereka percayai
Kegiatan yang bisa dilakukan selama program ini yaitu:
1.    Brainstorming dan diskusi
2.    Kegiatan dengan lembar kerja
3.    Membaca buku cerita tentang bullying
4.    Membuat gambar/poster tentang pencegahan bullying
5.    Bermain drama/peran
6.    Berbagi cerita dengan orang tua di rumah
7.    Menulis puisi
8.    Menyanyikan lagu anti bullying dengan lirik yang dirubah seperti nada lagu popular
9.    Bermain teater boneka

E.            Asuhan Keperawatan Bullying Pada Remaja

1.    Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004), pengkajian keluarga tediri dari sebagai berikut ini:
a.         Data Umum
Data ini mencangkup kepala keluarga (KK), alamat dan telepon, pekerjaan KK, pendidikan KK, dan komposisi keluarga. Selanjutnya komposisi keluarga dibuat pemorgramnya.
Tabel Format Pengumpulan Data Keluarga
No
Nama
Jenis
Hub. Kel. KK
Umur Dg.
Pen-didikan
Status Imunisasi
Campak
Ket
BCG
Polio
DPT
Hepatitis
1
2
3
4
1
2
3
1
2
3









































b.        Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a)    Tahap perkembangan keluarga
b)   Tugas perkembangan keluarga yang belum tepenuhi
c)    Riwayat kesehatan keluarga inti
d)   Riwayat kesehtan keluarga sebelumnya
c.         Data Lingkungan
a)    Karakteristik rumah
b)   Karakteristik tertangga dan komunitasnya
c)    Mobilitas geografis keluarga
d)   Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e)    Sistem pendukung keluarga
d.        Struktur Keluarga
a)    Struktur peran
b)   Nilai atau norma keluarga
c)    Pola komunikasi keluarga
d)   Struktur kekuatan keluarga
e.         Fungsi Keluaraga
a)    Fungsi ekonomi
b)   Fungsi mendapatkan status sosial
c)    Fungsi sosialisais
d)   Pemenuhan kesehatan
Mengakaji tentang:
1)   Kemampuan keluarga untuk menganal masalaha kesehatan
2)   Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehtan yang tepat.
3)   Kemampuan keluarga merawta anggota keluarga yang sakit.
4)   Kemampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan  rumah yang sehat.
5)   Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat.
e)    Fungsi religius
f)     Fungsi rekreasi
g)    Fugsi reproduksi
h)    Fungsi afektif
f.          Stres dan Koping Keluarga
a)    Stres jangka pendek
Stressor jangka pendek menjelaskan tentang bagaimana keluarga mempu merespon stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu penyelesian kurang dari 6 bulan.
b)   Stres jangka panjang
Mengkaji tentang bagaimana keluarage merespon setres yang memerlukan waktu penyelesian lebih adri 6 bulan.
c)    Koping keluarga
Mengkaji tentang strtegi koping terhadap stressor yang ada.
g.         Pemerikasaan Fisik
h.         Harapan Keluarga
Mengkaji harapan keluarga terhadap perawat dalam menangani masalah kesehtan yang terjadi.
Pengkajian Fokus
Pengkajian data focus keluarga dengan anak usia remaja (Suprajitno, 2004) meliputi:
a.    Bagaimana karakteristik teman di sekolah atau di lingkungan rumah
b.    Bagaimana kebiasaan anak menggunakan waktu luang.
c.    Bagaimana perilaku anak selama di rumah.
d.    Bagaimana hubungan antara anak remaja dengan adiknya, dengan teman sekolah atau bemain.
e.    Siapa saja yang berada dirumah selama anak remaja di rumah.
f.      Bagaimana prestasi anak disekolah dan prestasi apa yang pernah diperoleh anak.
g.    Apa kegiatan diluar rumah selain disekolah, berapa kali, berapa lama. Dan dimana.
h.    Apa kebiasaan anak di rumah.
i.      Apa fasilitas yang digunakan anak secara bersamaan atau sendiri.
j.      Berapalama waktu yang disediakan  orang tua untuk anak.
k.    Siapa yang menjadi figure untuk anak.
l.      Seberapa baik peran figure bagi anak.
m.  Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.



2.    Analisis Data dan Penentuan Masalah
1)        Analisis Data
Data
Etiologi
Diagnosa
Data Subjektif
Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang:
a.        Hal negative dari diri sendiri atau orang lain
b.       Perasaan tidak mampu
c.        Padangan hidup yang pesimis
d.       Penolakan terhadap kemampuan diri
Data Objektif
a.        Penurunan produktivitas
b.       Tidak berani menatap lawan bicara
c.        Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
d.       Bicara lambat dengan nada suara lemas
Penilaian internal individu maupun penilaian ekstenal yang negative
 


Mekanisme koping maladaptive
 


Harga diri rendah
 


Gangguan persepsi sensori
Harga diri rendah
Data Subjektif
Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang
a.        Ingin sendiri
b.       Menarik diri
c.        Adanya permusuhan
d.       Merasa tidak aman di tempat umum
e.        Perasaan berbeda dari orang lain

Data Objektif
a.        Riwayat ditolak
b.       Tidak ada kontak mata
c.        Terlihat sedih
Ketidak efektifan koping individu
 


Gangguan harga diri: harga diri rendah
 


Isolasi sosial
 


Gangguan persepsi sensori

Isolasi sosial
Data Subjektif
Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang
a.        Isolasi sosial
b.       Kesepian
c.        Putus asa
d.       Tidak berdaya
e.        Mengatakan keinginan untuk mati
Data Objektif
a.        Tidak ada kontak mata
b.       Adanya riwayat di bully
Ketidak efektifan koping individu
 


Putus asa
 


Resiko bunuh diri
 


Kematian
Resiko bunuh diri

2)        Penentuan Masalah
Penjajakan Tahap 1
Menurut Zaidin (2009), penjajakan tahap 1 terdiri dari sebagai berikut.
1.      Ancaman Kesehatan
Ancaman kesehatan adalah keadaan yang dapat menyebabkan tejadinya penyakit, kecelakaan atau kegagalan dalam pencapaian potensi kesehatan.
2.      Kurang/Tidak Sehat
Kurang/tidak sehata dalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan yang meliputi keadaan sakit apakah telah tediagnosa atau belum dan kegagalan tumbuh-kembang sesuai dengan kecepatan yang normal.


3.      Krisis
Krisis adalah kondisi yang telalu menuntut individu atau keluarga dalam hal penyusuaian dan sumber daya luar batas kemampuan mereka. Kondisi krisis antara laian pernikahan, kehamilan, persalinan, masa nifas, masa menjadi orang tua, penambahan anggota baru seperti bayi baru lahir dan orang kost, abortus, masa anak masuk sekolah, masa remaja, kondisi kehilangan pekerjaan kematian anggota keluarga, pindah rumah, kelahiran diluar pernikahan.

Penjajakan Tahap 2
   Menurut Zaidin (2009) penjajakan tahap 2 berisi tentang pertanyaan tentang ketidakmampuan keluarga melaksanakan tugas keluarga seperti berikut ini.
1.      Ketidaksanggupan mengenal masalah disebabkan oleh:
a.       Ketidaktahuan tentang fakta
b.      Rasa takut tehadap akibat jika masalah diketahui
a)      Sosial: dibenci oleh masyarakat, hilangnya penghargaan kawan dan tetangga.
b)      Ekonomi yang kurang: dianggap orang miskin.
c)      Fisik/Psikologis: kurang dipercaya bila ada kelemahan fisik/psikologis
c.       Sikap dan falsafah hidup yang betentangan/tidak sesuai.
2.      Ketidaksanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat karena:
a.       Tidak mengerti tentang sifat, berat, dan luasnya masalah
b.      Masalah tidak begitu menonjol
c.       Rasa takut dan menyerahakibat tidak dapat memecahkan masalah sehingga ditangani sedikit demi sedikit.
d.      Kurang pengetahuan mengenai berbagai jalan keluar yang dapat digunakan.
e.       Tidak sanggup memilih tindakan di antara beberapa pilihan.
f.        Pertentangan pendapat antar anggota keluarga tentang pemilihan, masalah dan tindakan.
g.       Tidka tahu tentang fasilitas kesehtan yang tesedia.
h.       Rasa takut akibat tindakan yang bekaitan dengan sosial, ekonomi, fisik, dan psikologis.
i.         Sikap negative terhadap masalah kesehatan sehingga tidak sanggu menggunakan akal untuk mengambil keputusan.
j.        Fasilitas kesehatan tidak tejangkau dalam hal fisik (lokasi) dan biaya.
k.      Kurang kepercayaan/keyakinan tehadap tenaga/institusi kesehatan.
l.         Kesalahan persepsi akibat pemberian informasi yang salah.
3.      Ketidakmampuan merawat/menolong anggota keluarga karena :
a.       Tidak mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis, dan perawatan), pertumbuhan dan perkembangan anak.
b.      Tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
c.       Tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.
d.      Kurang pengetahuan dan keteampilan dalam melakukan prosedur perawatan/pengobatan.
e.       Ketidakseimbangan sumber-sumber yang ada pada keluarga untuk perawatan dalam hal:
a)      Anggota keluarga yang bertanggung jawab
b)      Sumbe keuangan/finansial
c)      Fasilitas fisik (ruang untuk orang sakit)
f.        Sikap negatif kepada yanag sakit
g.       Adanya konflik individu
h.       Sikap/pandangan hidup.
i.         Peilaku mementingkan diri sendiri
4.      Ketidakmampuan memelihara lingkungan rumah bisa mempengaruhi kesehatan dan pengembangan pribadi anggota keluarga karena:
a.       Sumbe-sumber keluarga tidak seimbang/tidak cukup.
a)      Keuangan
b)      Tanggungjawab/wewenag anggota keluarga
c)      Fisik (isi rumah yang tidak teatur)-sempit
b.      Kurang dapat memelihara keuntungan/manfaat memelihara lingkungan di masa yang akan datang.
c.       Ketidaktahuan tentang pentingnya higine sanitasi
d.      Adanya konflik personal/psikologis
a)      Krisis identitas, ketidaktepatan eran
b)      Rasa iri
c)      Rasa bersalah/tersiksa
e.       Ketidak tahuan tentang usaha pengcegahan penyakit
f.        Pandangan hidup
g.       Ketidak kompakan keluarga
a)      Sifat mementingkan diri sendiri
b)      Tidak ada kesepakatan
c)      Acuh terhadap anggota keluarga yang mengalami krisis
5.      Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat untuk memelihara kesehatan, karena:
a.       Tidak tahu atau tidak sadar bahwa fasilitas kesehtan tesedia
b.      Tidak memahami keuntungan yang dapat dipeoleh dari fasilitas kesehatan
c.       Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehtan
d.      Pengalaman yang kurang baik tentang petugas kesehatan.
e.       Rasa takut tehadap akibat tindakan (tindkan pencegahan, diagnostik, pengobatan, rehabilitasi)
a)      Fisik/psikologis
b)      Keuangan
c)      Sosial, seperti hilangnya penghargaan dari kawan dan orang lain.
f.        Fasilitas yang diperlukan tidak tejangkau dalam hal ongkos dan lokasi.
g.       Tidak ada fasilitas yang diperlukan
h.       Tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga
a)      Tenaga seperti penjaga anak
b)      Uang untuk ongkos obat
i.         Rasa asing atau adanya sokongan dari tipologi masalah keperawatan.
j.        Sikap/falsafah hidup.

3)        Cara Memprioritaskan Masalah
Menurut Zaidin (2009), perioritas masalah dapat di susun dengan cara menggunakan kriteria-kriteria penyusunan skala prioritas sebagai berikut.


1.      Sifat masalah
Skala yang digunakan adalah ancaman kesehatan, ketidak/kuran sehat, dan krisis yang dapt diketahui. Faktor yang mempengaruhi adalah faktor kebudayaan.
2.      Kemungkinan masalah tersebut dapat diubah/tidak
Bila masalah ini dapat diatasai dengan sumber daya yang ada (tenaga, dana, dll), masalah akan berkurang atau mencegah lebih meluas. Skala yang digunakan adalah mudah, hanya sebagian dan tidak dapat. Dipengaruhi oleh:
a.       Pengetahuan yang ada, teknologi, dan tindakan untuk mengatasi masalah.
b.      Sumberdaya keluarga dalam hal fisik, keuangan, tenaga dan waktu.
c.       Sumber daya perawatan dalam bentuk fasilitas organisasi dalam masyarakat dan dukungan masyarakat.
3.      Potensi masalah untuk dicegah
Sifat dan beratnya masalah akan timbul dapat dikurangi atau dicegah. Skala yang digunakan adalah tinggi, cukup, dan rendah. Dipengaruhi oleh faktor:
a.       Lamanya masalah (semakin lama, masalah semakin kompleks).
b.      Kerumitan masalah. Hal ini berhubungan dengan beratnya penyakit atau masalah. Pad umumnya, semakin berat masalah, semakin sedikit kemungkinan dabat diubah/dicegah.
c.       Tidakan yang sedang dijalankan adalh tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah. Tindakan yang tepat akan meningkatkan kemungkinan untuk mevegah masalah.
d.      Adanya kelompok “resiko tinggi” atau kelompok yang sangat peka meningkatkan potensi untuk mencegah masalah.
4.      Menonjolnya masalah
Cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya masalah. Skala yang digunakan adalah masalah berat harus ditangani, masalah tidak perlu ditangani, masalah tidak dirasakan.



4)        Pengukuran Bobot Masalah
Menurut Zaidin (2009), skoring dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Tabel Skala penyusunan Masalah Kesehatan Keluarga Sesuai Prioritas
Kriteria
Bobot
1.        Sifat masalah
Skala: Ancaman kesehatan
Tidak/kurang sehat
Krisis
2.        Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala : Dengan mudah
Hanya sebagian
Tidak dapat
3.        Potensi masalah untuk dicegah
Skala: Tinggi
Cukup
Rendah
4.        Menonjolnya masalah
Skala: Maslah berat harus ditangani
Maslah tidak perlu  segera ditangani
Masalah tidak dirasakan
1
2
3
1
2
2
1
0
1
3
2
1
1
2
1
0

1.      Tentuakan skor setiap kriteria
2.      Skor dibagi dengan angka tetinggi dan dikalikan bobot
Skor                 x Bobot
Angka Tetinggi
3.      Jumlah skor untuk semua kriteria, dengan skor tetinggi adalah 5, sama dengan seluruh bobot.
3.    Diagnosa Keperawatan
1)        Harga diri rendah berhubungan dengan riwayat penolakan
2)        Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
3)        Resiko bunuh diri berhubungan dengan kekerasan psikis

4.    Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
Harga diri rendah berhubungan dengan riwayat penolakan
NOC
·   Self – Esteem
·   Self – Esteem: Chronic Low
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam harga diri pasien meningkat, dengan kriteria hasil:
1.        verbalisasi penerimaan diri
2.        penerimaan keterbatasan diri
3.        tingkat percaya diri naik
1.   Self-Esteem Enhancement
a.     Bantu pasien untuk menemukan penerimaan diri
b.    Dukung (melakukan) kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain
c.     Dukung pasien untuk terlibat dalam memberikan afirmasi positif melalui pembicaraan pada diri sendiri dan secara verbal terhadap diri setiap hari
d.    Berikan pengalaman yang akan meningkatkan otonomi pasien dengan tepat
e.     Sampaikan/ungkapkan kepercayaan diri pasien dalam mengatasi situasi
f.      Bantu untuk mengatur tujuan yang realistik dalam rangka mencapai harga diri yang lebih tinggi
g.    Berikan hadiah atau pujian terkait dengan kemajuan pasien dalam mencapai tujuan
h.    Fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
i.      Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu dengan tepat

5.    Implementasi Keperawatan
No
Diagnosa
Hari/Tgl
Implementasi
TTD
1
Harga diri rendah
Senin, 6  Nov 2017 pukul 08.00
1.     Meningkatan harga diri

6.    Evaluasi
No
Diagnosa
Evaluasi
1
Harga Diri Rendah
S : Klien  Mengatakan tidak percaya diri dengan hasil karyanya
O : tidak dapat mau memberikan tauakan hasil karya nya kepada orang lain (anggota keluarganya)
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan





BAB III
PENUTUP


A.            Kesimpulan

Perilaku bullying ialah penyalahgunaan kuasa yang dilakukan individu baik dalam konteks psikologis maupun fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap individu yang memiliki daya tahan atau proses adaptasi yang lemah terhadap suatu kelompok (Yusuf & Fahrudin, 2012).
Perilaku atau perbuatan bullying yang terjadi di kalangan remaja memiliki bentuk yang beragam antara lain bullying fisik, bullying verbal, bullying relasional dan bullying elektronik. Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja menyakiti atau melukai fisik orang lain, bullying verbal adalah perilaku yang dilakukan dengan mengucapkan perkataan yang menyakiti atau menghina orang lain, bullying relasional adalah perilaku yang mengucilkan atau mengintimidasi orang lain dalam pergaulan, sedangkan bullying elektronik adalah perilaku yang menyakiti orang lain dengan menggunakan jejaring sosial (Budiarti, 2013).
Berdasarkan analisis asuhan keperawan dapat didiagnosa beberapa alasan seseorang terkena bullying antara lain :
1)        Harga diri rendah berhubungan dengan riwayat penolakan
2)        Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
3)        Resiko bunuh diri berhubungan dengan kekerasan psikis
Berdasarkan hal tersebut maka hal-hal yang harus dilakukan antara lain :
1)        Bantu pasien untuk menemukan penerimaan diri
2)        Dukung (melakukan) kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain
3)        Dukung pasien untuk terlibat dalam memberikan afirmasi positif melalui pembicaraan pada diri sendiri dan secara verbal terhadap diri setiap hari
4)        Berikan pengalaman yang akan meningkatkan otonomi pasien dengan tepat
5)        Sampaikan/ungkapkan kepercayaan diri pasien dalam mengatasi situasi
6)        Bantu untuk mengatur tujuan yang realistik dalam rangka mencapai harga diri yang lebih tinggi
7)        Berikan hadiah atau pujian terkait dengan kemajuan pasien dalam mencapai tujuan
8)        Fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
9)        Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu dengan tepat

B.            Saran

Dari berbagai kasus yang terjadi maka, diperlukan penanggulangan maupun pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullying dengan menghimbau para orang tua atau wali dari anak untuk mengembangkan kecerdasaan emosional anak sejak kecil. Pendidikan untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain dan memberikan penyadaran pada anak tentang peran dirinya sebagai mahluk sosial yang memerlukan orang lain dalam kehidupannya.
Dalam mengatasi dan mencegah bullying diperlukan aturan yang bersifat menyeluruh yang mengikat antara guru dan muridnya, dari kepala sekolah hingga wali murid/orang tua, kerjasama antara guru, orang tua dan masyarakat atau pihak yang berwenang seperti polisi, apparat hukum dan sebagainya sangan dibutuhkan untuk mengatasi persoalan bullying di sekolah.



DAFTAR PUSTAKA


Bulechek Gloria M, H, J, C. (2014). Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.Unitedstated of America. ELSEVIER
Ehan, D. (2007). Bullying dalam Pendidikan. Bullying dalam Pendidikan, 1-21. Margaretha, & Nindya. (2012). Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental.
Herman, T. Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Ed. 10. Jakarta: EGC.
Moorheaad S, M, M, E. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. United Stated of America. ELSEVIER
Murphy, A. G. 2009. Character Education : Dealing with Bullying. New York: Chelsea House Publishers.
Nurhalimah. 2015. Modul Keperawatan Jiwa I: Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Jiwa (Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial). Jakarta: AIPHSS.
Pratama, A. A., Krisnatuti, D., & Hastuti, D. 2014. Gaya Pengasuhan Otoriter dan Perilaku Bullying di Sekolah Menurunkan Self-Esteem Anak Usia Sekolah. Jur. Ilm. Kel. & Kons.
Santrock, J. W. 2007. Remaja, Edisi sebelas. Surabaya: Penerbit Erlangga.
Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Yusuf, H., & Fahrudin, A. 2012. Perilaku Bullying: Assesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial. Jurnal Psikologi Undip.
Zaidin, Ali. 2009. Pengantar Keperawatan keluarga. Jakarta: EGC.


Komentar

MAKALAH KUTIPAN, CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH KUTIPAN, CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA

RESUME BUKU ETOS DAGANG ORANG JAWA PENGALAMAN RAJA MANGKUNEGARA IV KARYA : DRS. DARYONO, MSI.