Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga Makalah tentang “Bullying dikalangan remaja” ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan penulis juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik yang
maha kuasa yaitu Allah swt, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia.
Semoga makalah ini dapat bemanfaat bagi kita semuanya.
Semarang, 02 Maret 2019
Penulis
HALAMAN JUDUL............................................................................................................ i
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki
kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan
perkembangan yang harus dilewati dengan berbagai kesulitan. Dalam tugas
perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat
kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan
remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian
yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam menangani
permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil.
Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu
ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari
lingkungan sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan
dan masyarakat. Semua pengetahuan yang baru diketahuinya diterima dan
ditanggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian masing-masing. Disinilah peran
lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian seorang remaja.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk
dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi
tantangan hidup secara wajar di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya
tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan
faktor lingkungan yang memadai. Dalam pembentukan kepribadian seorang remaja,
akan selalu ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor risiko dan
faktor protektif. Faktor risiko ini dapat bersifat individual, konstekstual
(pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan
psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu
terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang khas pada seorang remaja. Sedangkan
faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua
remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi,
atau mengalami gangguan tertentu. Rutter (1985) menjelaskan bahwa faktor
protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons
seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang
dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko
dengan hasil akhir berupa terjadi tidaknya masalah perilaku atau emosi, atau
gangguan mental kemudian hari.
Budaya bullying (kekerasan) atas
nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta didik. Karena
meresahkan, pemerintah didesak segera menangani masalah ini secara
serius. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada
seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan
keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi
berulang kali. Bahkan ada yang dilakukan secara sistematis. Dari menjamurnya,
kasus – kasus bullying yang ada di lembaga pendidikan di
Indonesia khususnya lingkungan sekolah, penulis mengambil tema yang berkaitan
dengan perilaku bullying di jenjang pendidikan.
1.
Apa yang dimaksud dengan bullying
?
2.
Apa jenis – jenis perbuatan bullying?
3.
Apa saja faktor yang menyebabkan perilaku bullying
dan Apa saja dampak yang didapat akibat dari perilaku bullying?
4.
Bagaimana upaya pencegahan bullying ?
5.
Bagaimana Asuhan Keperawatan Terhadap Bulliying
?
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
tindakan bullying dan jenis – jenis perbuatan yang termasuk
dalam tindakan itu.
2.
Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab
tindakan bullying serta dampak yang diakibatkan dari tindakan
itu.
3.
Untuk mengetahui bagaimana upaya mengatasi bullying.
Istilah
bullying sendiri menurut American Psychology Association pada tahun 2013 adalah
“a form of aggressive behavior in which
someone intentionally and repeatedly causes another person injury or
discomfort. Bullying can take the form of physical contact, words
or more subtle actions.” yang berarti
bullying merupakan bentuk perilaku yang agresif atau termasuk perilaku agresi
karena dilakukan secara berulang kali sehingga membuat orang lain merasakan
ketidaknyamanan. Bentuk bullying termasuk kontak fisik, kata-kata atau tindakan
yang lebih halus.
Perilaku bullying ialah
penyalahgunaan kuasa yang dilakukan individu baik dalam konteks psikologis
maupun fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap individu yang memiliki daya
tahan atau proses adaptasi yang lemah terhadap suatu kelompok (Yusuf & Fahrudin,
2012). Bullying erat dikaitkan dengan
perilaku agresi. Perilaku agresi sendiri menurut (Baron & Byrne,1994; Brehm
& Kassin,1993; Bringham,1991 dalam Suryanto, Bagus Ani Putra, Herdiana,
& Nur Alfian, 2012) adalah perilaku yang dengan sengaja dimasudkan untuk
menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikisnya.
Perilaku atau perbuatan bullying yang
terjadi di kalangan remaja memiliki bentuk yang beragam antara lain bullying
fisik, bullying verbal, bullying relasional dan bullying
elektronik. Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja menyakiti
atau melukai fisik orang lain, bullying verbal adalah perilaku yang dilakukan
dengan mengucapkan perkataan yang menyakiti atau menghina orang lain, bullying
relasional adalah perilaku yang mengucilkan atau mengintimidasi orang lain
dalam pergaulan, sedangkan bullying elektronik adalah perilaku yang menyakiti
orang lain dengan menggunakan jejaring sosial (Budiarti, 2013).
Salah satu contohnya adalah
seperti yang kita ketahui, beberapa tahun terakhir sering terjadi bullying pada
saat penerimaan siswa baru (MOS) dimana kakak tingkat sebagai panitia melakukan
kekerasan kepada para siswa baru. Awalnya, para kakak
tingkat memberikan tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh para siswa baru
sebagai “prasyarat” agar dapat diterima sebagai warga sekolah tersebut. Tapi
sering kali pemberian tugas tersebut diiringi oleh bullying baik secara verbal
maupun non verbal, seperti ejekan dan makian. Bahkan sering kali bullying tersebut
akhirnya berujung pada kematian.
Termasuk dalam kasus tersebut,
pelaku bullying menyiksa korban untuk mendapatkan status yang lebih tinggi di
kelompok dan pelaku memerlukan orang lain untuk menyaksikan
kekuasaanya. Dalam salah satu penelitian, pelaku bullying hanya ditolak oleh
kawan sebaya dimana mereka menjadi ancaman (Veenstra dkk, 2010 dalam Santrock,
2012). Dan dalam penelitian lain, pelaku bullying sering berafiliasi atau dalam
beberapa kasus mempertahankan posisi mereka dalam kelompok yang populer
(Wivliet dkk, 2010 dalam Santrock, 2012).
Data-data yang dijelaskan
sebelumnya memberi identifikasi bahwa ada kondisi yang tidak normal dalam tahap
perkembangan anak. Namun, persoalan bullying ini seringkali terjadi pada
anak-anak terlebih pada remaja. Hal ini dikarenakan masa remaja adalah masa
peralihan atau masa transisi dimana pada tahap perkembangan ini remaja
dihadapkan dengan persoalan identitas dan keraguan akan peran setiap individu
(Margaretha & Nindya, 2012). Dan hal ini sejalan dengan salah satu teori
dalam psikologi perkembangan yaitu teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik
Erikson.
Pada tahap perkembangan
individu dalam teori psikososial Erikson terdapat delapan tahap dimana
masing-masing tahapan memiliki permasalahan sendiri. Tahap yang sangat
berkaitan dengan konteks permasalahan yang marak saat ini ialah masa remaja
sekitar periode pubertas sampai 20 lebih. Dalam tahap ini individu mulai
dihadapkan dengan krisis mengenai identitas diri. Peran orang tua dalam tahapan
ini sangat penting karena melalui orang tua seharusnya individu belajar
berbagai peran dalam hidupnya. Jika hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka
individu dapat mengalami kebingungan identitas. (Santrock, 2007)
Salah satu contoh kasus pada
remaja di era ini adalah cyberbullying, perilaku bullying yang dilakukan
melalui media sosial dengan perantara internet. Salah satunya adalah kasus yang
dialami oleh Amanda Tood, seorang gadis remaja asal Kanada berumur 15 tahun
yang bunuh diri akibat cyberbullying. Kasus ini berawal dari perkenalan Amanda
dengan seorang pria, melalui videocam pria tersebut membujuk amanda agar mau
memperlihatkan tubuhnya tanpa sehelai pakaian. Setahun setelahnya video topless
Amanda tersebut beredar di media sosial. Hal tersebut semakin membuat banyak
orang mem-bully Amanda karena tindakannya tersebut, sekaligus membuat Amanda
dicemooh baik di sekolah maupun lingkungannya. Kejadian
ini membuat Amanda tak tahan hingga kemudian melakukan usaha bunuh diri (Putra,
2014).
Kasus tersebut berhubungan
dengan tahap perkembangan remaja dimana remaja yang berhasil untuk mengatasi
krisisnya maka akan dapat membentuk dirinya dan diterima oleh masyarakat. Namun
apabila individu tidak dapat mengatasi konflik dan krisis identitas maka akan
terjatuh dalam kondisi kebingungan peran atau identitas yang disebut role
confusion. Kasus yang terjadi pada Amanda berujung pada hasil dari role
confusion. Individu tidak dapat mengatasi konfliknya sehingga bila individu
tersebut adalah korban bullying, terdapat kemungkinan bahwa individu akan
mengisolasi dirinya dari lingkungan. Sedangkan untuk pelaku bullying, individu
melakukan kejahatan melalui media internet besar kemungkinan karena pengaruh
dari teman sebaya sehingga kehilangan identias dalam kerumunan orang-orang
tersebut.
Banyaknya perilaku agresi seperti bullying
dalam media elektronik baik televisi maupun internet yang diperlihatkan
terang-terangan secara tidak langsung akan mempengaruhi cara berpikir seorang
remaja bahwa itu adalah hal yang wajar sehingga mereka dapat secara bebas
meniru perilaku tersebut. Adanya efek yang menyenangkan dan pencapaian yang
dihasilkan dari perilaku yang dilakukan akan menjadi penguat bagi pelaku
bullying untuk mengulangi perilaku tersebut. Menurut Saripah (2006) survey yang
dilakukan oleh Kompas menyatakan bahwa 56,9% anak-anak yang menonton adegan
film akan meniru adegan yang ditontonnya tersebut dimana sebanyak 64% mereka
meniru gerakan dan 45% mereka meniru kata-katanya (Budiarti, 2013). Selain media, seorang remaja juga
dapat terpengaruh oleh paparan agresi secara langsung seperti adanya budaya bullying di lingkungan sekitar mereka
baik di rumah, sekolah atau teman sebaya mereka. Semakin besar perilaku bullying terjadi di sekita mereka maka
akan semakin memungkinkan bagi mereka untuk turut serta dalam perilaku tersebut
sebagai salah satu bentuk imitasi. Selain itu salah satu penanggung jawab dari
perilaku bullying adalah kepribadian
dari remaja itu sendiri. Berdasarkan teori psikoanalisa Sigmund Freud, dimana
manusia memiliki dua insting dalam dirinya yaitu insting hidup (eros) dan insting mati (tanatos). Perilaku agresi yang dilakukan
kepada orang lain dianggap sebagai salah satu bentuk kemenangan dari usaha
untuk mempertahankan naluri kehidupannya. Perilaku agresi yang ditujukan bagi
orang lain juga merupakan bentuk peralihan dari insting mati yang dimiliki yang
pada awalnya bertujuan untuk menghancurkan diri sendiri berkembang menjadi
dilampiaskan kepada orang lain (Suryanto, Bagus Ani Putra, Herdiana, & Nur
Alfian, 2012).
Namun
ada kasus dari beberapa anak yang menjadi korban bullying karena mempunyai penampilan, kemampuan dan bakat istimewa,
misalnya kasus Jade Stringer. Gadis berusia 14 tahun tersebut bunuh diri dengan
cara gantung diri di kamarnya karena banyak yang cemburu atas kecantikan dan
kepopulerannya di sekolah. Teman-temannya mengatakan jika Jade yang berwajah
cantik dan menarik mendapatkan tekanan dan bully
di sekolah karena wajahnya yang cantik selama beberapa bulan terakhir. Hal
tersebut dikuatkan dengan post yang ditulis Jade di media sosialnya. Jade
meninggal setelah enam hari ditemukan tak sadarkan diri oleh ayahnya (Blake
& Narain, 2012).
Dari berbagai kasus yang terjadi maka, diperlukan penanggulangan maupun
pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullying
seperti yang dikatakan oleh Clara dalam Ehan (2007) adalah dengan menghimbau
para orang tua atau wali dari anak untuk mengembangkan kecerdasaan emosional
anak sejak kecil. Pendidikan
untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain dan memberikan penyadaran
pada anak tentang peran dirinya sebagai mahluk sosial yang memerlukan orang
lain dalam kehidupannya. Menurut Ratna dalam Ehan (2007) dengan mengajak
pemerintah untuk mengatasi bullying
berupa program yang tegas, jelas dan terarah, bila masyarakat kita diam saja
dengan bullying sama dengan
melegalkan tradisi dendam di sekolah tersebut. Lebih serius lagi, bullying akan menjadi bahaya laten yang
akan kerap menghantui para siswa, baik dalam generasi ini maupun generasi
mendatang. Dalam mengatasi dan mencegah bullying
diperlukan aturan yang bersifat menyeluruh yang mengikat antara guru dan
muridnya, dari kepala sekolah hingga wali murid/orang tua, kerjasama antara
guru, orang tua dan masyarakat atau pihak yang berwenang seperti polisi,
apparat hukum dan sebagainya sangan dibutuhkan untuk mengatasi persoalan bullying di sekolah.
Kemudian,
salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah melalui program anti
bullying di sekolah. Menurut Huneck dalam Ehan (2007) seorang ahli intervensi bullying yang bekerja di Jakarta
Internatonal School, bullying akan
tetap terjadi di sekolah-sekolah bila orang dewasa tidak mampu membina
lingkungan saling percaya dengan siswa, tidak menyadari perilaku yang termasuk bullying, tidak menyadari dampak/luka
yang disebabkan oleh bullying dan
tidak ada campur tangan dari sekolah yang secara efektif. Dalam Ehan (2007)
bentuk manfaat penanggulangan dengan program sekolah anti bullying sebagaimana berikut:
1.
Memberikan pengertian bahwa rasa aman dan nyaman adalah hak dan
milik seluruh orang.
2.
Menyadarkan kepada seluruh orang di sekolah bahwa bullying dalam
bentuk apapun tidak dapat ditolelir.
3.
Membekali siswa untuk membuat keputusan
4.
Membantu siswa dalam membentuk orang yang mereka percayai
Kegiatan yang bisa dilakukan selama
program ini yaitu:
1.
Brainstorming dan
diskusi
2.
Kegiatan dengan lembar kerja
3.
Membaca buku cerita tentang bullying
4.
Membuat gambar/poster tentang pencegahan bullying
5.
Bermain drama/peran
6.
Berbagi cerita dengan orang tua di rumah
7.
Menulis puisi
8.
Menyanyikan lagu anti bullying dengan lirik yang dirubah seperti
nada lagu popular
9.
Bermain teater boneka
1. Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004), pengkajian keluarga tediri
dari sebagai berikut ini:
a.
Data Umum
Data ini
mencangkup kepala keluarga (KK), alamat dan telepon, pekerjaan KK, pendidikan
KK, dan komposisi keluarga. Selanjutnya komposisi keluarga dibuat pemorgramnya.
Tabel Format
Pengumpulan Data Keluarga
No
|
Nama
|
Jenis
|
Hub. Kel. KK
|
Umur Dg.
|
Pen-didikan
|
Status Imunisasi
|
Campak
|
Ket
|
BCG
|
Polio
|
DPT
|
Hepatitis
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
b.
Riwayat dan Tahap
Perkembangan Keluarga
a) Tahap perkembangan keluarga
b) Tugas perkembangan keluarga yang belum
tepenuhi
c) Riwayat kesehatan keluarga inti
d)
Riwayat kesehtan
keluarga sebelumnya
c.
Data Lingkungan
a) Karakteristik rumah
b) Karakteristik tertangga dan komunitasnya
c) Mobilitas geografis keluarga
d) Perkumpulan keluarga dan interaksi
dengan masyarakat
e) Sistem pendukung keluarga
d.
Struktur Keluarga
a) Struktur peran
b) Nilai atau norma keluarga
c) Pola komunikasi keluarga
d) Struktur kekuatan keluarga
e.
Fungsi Keluaraga
a) Fungsi ekonomi
b) Fungsi mendapatkan status sosial
c) Fungsi sosialisais
d) Pemenuhan kesehatan
Mengakaji tentang:
1) Kemampuan keluarga untuk menganal masalaha kesehatan
2) Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehtan yang tepat.
3) Kemampuan keluarga merawta anggota keluarga yang sakit.
4) Kemampuan keluarga memelihara/memodifikasi
lingkungan rumah yang sehat.
5) Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan di masyarakat.
e) Fungsi religius
f) Fungsi rekreasi
g) Fugsi reproduksi
h) Fungsi afektif
f.
Stres dan Koping
Keluarga
a)
Stres jangka
pendek
Stressor jangka pendek menjelaskan
tentang bagaimana keluarga mempu merespon stressor yang dialami keluarga dan
memerlukan waktu penyelesian kurang dari 6 bulan.
b)
Stres jangka panjang
Mengkaji tentang bagaimana
keluarage merespon setres yang memerlukan waktu penyelesian lebih adri 6 bulan.
c)
Koping keluarga
Mengkaji tentang strtegi koping
terhadap stressor yang ada.
g.
Pemerikasaan
Fisik
h.
Harapan Keluarga
Mengkaji harapan keluarga terhadap
perawat dalam menangani masalah kesehtan yang terjadi.
Pengkajian Fokus
Pengkajian data focus keluarga
dengan anak usia remaja (Suprajitno, 2004) meliputi:
a. Bagaimana karakteristik teman di sekolah atau di
lingkungan rumah
b. Bagaimana kebiasaan anak menggunakan waktu luang.
c. Bagaimana perilaku anak selama di rumah.
d. Bagaimana hubungan antara anak remaja dengan adiknya,
dengan teman sekolah atau bemain.
e. Siapa saja yang berada dirumah selama anak remaja di
rumah.
f. Bagaimana prestasi anak disekolah dan prestasi apa yang
pernah diperoleh anak.
g. Apa kegiatan diluar rumah selain disekolah, berapa kali,
berapa lama. Dan dimana.
h. Apa kebiasaan anak di rumah.
i. Apa fasilitas yang digunakan anak secara bersamaan atau
sendiri.
j. Berapalama waktu yang disediakan orang tua untuk anak.
k. Siapa yang menjadi figure untuk anak.
l. Seberapa baik peran figure bagi anak.
m. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.
2. Analisis Data dan Penentuan
Masalah
1)
Analisis
Data
Data
|
Etiologi
|
Diagnosa
|
Data Subjektif
Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang:
a.
Hal negative dari diri sendiri atau orang
lain
b. Perasaan tidak mampu
c.
Padangan hidup yang pesimis
d. Penolakan terhadap kemampuan
diri
Data Objektif
a.
Penurunan produktivitas
b. Tidak berani menatap lawan
bicara
c.
Lebih banyak menundukkan kepala saat
berinteraksi
d. Bicara lambat dengan nada suara
lemas
|
Penilaian internal individu maupun penilaian ekstenal
yang negative
Mekanisme koping maladaptive
Harga diri rendah
Gangguan persepsi sensori
|
Harga diri rendah
|
Data Subjektif
Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang
a.
Ingin sendiri
b. Menarik diri
c.
Adanya permusuhan
d. Merasa tidak aman di tempat umum
e.
Perasaan berbeda dari orang lain
Data Objektif
a.
Riwayat ditolak
b. Tidak ada kontak mata
c.
Terlihat sedih
|
Ketidak efektifan koping individu
Gangguan harga diri: harga diri rendah
Isolasi sosial
Gangguan persepsi sensori
|
Isolasi sosial
|
Data Subjektif
Pasien atau keluarga mengungkapkan tentang
a.
Isolasi sosial
b. Kesepian
c.
Putus asa
d. Tidak berdaya
e.
Mengatakan keinginan untuk mati
Data Objektif
a.
Tidak ada kontak mata
b. Adanya riwayat di bully
|
Ketidak efektifan koping individu
Putus asa
Resiko bunuh diri
Kematian
|
Resiko bunuh diri
|
2)
Penentuan
Masalah
Penjajakan Tahap 1
Menurut Zaidin (2009), penjajakan tahap 1 terdiri dari
sebagai berikut.
1. Ancaman Kesehatan
Ancaman
kesehatan adalah keadaan yang dapat menyebabkan tejadinya penyakit, kecelakaan
atau kegagalan dalam pencapaian potensi kesehatan.
2. Kurang/Tidak Sehat
Kurang/tidak
sehata dalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan yang meliputi keadaan sakit
apakah telah tediagnosa atau belum dan kegagalan tumbuh-kembang sesuai dengan
kecepatan yang normal.
3. Krisis
Krisis adalah kondisi yang telalu menuntut individu atau
keluarga dalam hal penyusuaian dan sumber daya luar batas kemampuan mereka.
Kondisi krisis antara laian pernikahan, kehamilan, persalinan, masa nifas, masa
menjadi orang tua, penambahan anggota baru seperti bayi baru lahir dan orang
kost, abortus, masa anak masuk sekolah, masa remaja, kondisi kehilangan
pekerjaan kematian anggota keluarga, pindah rumah, kelahiran diluar pernikahan.
Penjajakan Tahap 2
Menurut Zaidin (2009) penjajakan tahap 2
berisi tentang pertanyaan tentang ketidakmampuan keluarga melaksanakan tugas
keluarga seperti berikut ini.
1. Ketidaksanggupan mengenal masalah disebabkan oleh:
a. Ketidaktahuan tentang fakta
b. Rasa takut tehadap akibat jika masalah diketahui
a) Sosial: dibenci oleh masyarakat, hilangnya penghargaan
kawan dan tetangga.
b) Ekonomi yang kurang: dianggap orang miskin.
c) Fisik/Psikologis: kurang dipercaya bila ada kelemahan
fisik/psikologis
c. Sikap dan falsafah hidup yang betentangan/tidak sesuai.
2. Ketidaksanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan
kesehatan yang tepat karena:
a. Tidak mengerti tentang sifat, berat, dan luasnya masalah
b. Masalah tidak begitu menonjol
c. Rasa takut dan menyerahakibat tidak dapat memecahkan
masalah sehingga ditangani sedikit demi sedikit.
d. Kurang pengetahuan mengenai berbagai jalan keluar yang
dapat digunakan.
e. Tidak sanggup memilih tindakan di antara beberapa
pilihan.
f.
Pertentangan pendapat antar
anggota keluarga tentang pemilihan, masalah dan tindakan.
g. Tidka tahu tentang fasilitas kesehtan yang tesedia.
h. Rasa takut akibat tindakan yang bekaitan dengan sosial,
ekonomi, fisik, dan psikologis.
i.
Sikap negative terhadap masalah
kesehatan sehingga tidak sanggu menggunakan akal untuk mengambil keputusan.
j.
Fasilitas kesehatan tidak
tejangkau dalam hal fisik (lokasi) dan biaya.
k. Kurang kepercayaan/keyakinan tehadap tenaga/institusi
kesehatan.
l.
Kesalahan persepsi akibat
pemberian informasi yang salah.
3. Ketidakmampuan merawat/menolong anggota
keluarga karena :
a. Tidak mengetahui keadaan penyakit
(sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis, dan perawatan), pertumbuhan dan
perkembangan anak.
b. Tidak mengetahui tentang sifat dan
perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
c. Tidak ada fasilitas yang diperlukan
untuk perawatan.
d. Kurang pengetahuan dan keteampilan dalam
melakukan prosedur perawatan/pengobatan.
e. Ketidakseimbangan sumber-sumber yang ada pada keluarga untuk
perawatan dalam hal:
a) Anggota keluarga yang bertanggung jawab
b) Sumbe keuangan/finansial
c) Fasilitas fisik (ruang untuk orang
sakit)
f.
Sikap negatif
kepada yanag sakit
g. Adanya konflik individu
h. Sikap/pandangan hidup.
i.
Peilaku
mementingkan diri sendiri
4. Ketidakmampuan memelihara lingkungan
rumah bisa mempengaruhi kesehatan dan pengembangan pribadi anggota keluarga
karena:
a. Sumbe-sumber keluarga tidak
seimbang/tidak cukup.
a) Keuangan
b) Tanggungjawab/wewenag anggota keluarga
c) Fisik (isi rumah yang tidak
teatur)-sempit
b. Kurang dapat memelihara
keuntungan/manfaat memelihara lingkungan di masa yang akan datang.
c. Ketidaktahuan tentang pentingnya higine
sanitasi
d. Adanya konflik personal/psikologis
a) Krisis identitas, ketidaktepatan eran
b) Rasa iri
c) Rasa bersalah/tersiksa
e. Ketidak tahuan tentang usaha pengcegahan
penyakit
f.
Pandangan hidup
g. Ketidak kompakan keluarga
a) Sifat mementingkan diri sendiri
b) Tidak ada kesepakatan
c) Acuh terhadap anggota keluarga yang
mengalami krisis
5. Ketidakmampuan menggunakan sumber di
masyarakat untuk memelihara kesehatan, karena:
a.
Tidak tahu atau
tidak sadar bahwa fasilitas kesehtan tesedia
b.
Tidak memahami
keuntungan yang dapat dipeoleh dari fasilitas kesehatan
c.
Kurang percaya
terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehtan
d.
Pengalaman yang
kurang baik tentang petugas kesehatan.
e.
Rasa takut
tehadap akibat tindakan (tindkan pencegahan, diagnostik, pengobatan,
rehabilitasi)
a)
Fisik/psikologis
b)
Keuangan
c)
Sosial, seperti
hilangnya penghargaan dari kawan dan orang lain.
f.
Fasilitas yang
diperlukan tidak tejangkau dalam hal ongkos dan lokasi.
g.
Tidak ada
fasilitas yang diperlukan
h.
Tidak ada atau
kurangnya sumber daya keluarga
a)
Tenaga seperti
penjaga anak
b)
Uang untuk ongkos
obat
i.
Rasa asing atau
adanya sokongan dari tipologi masalah keperawatan.
j.
Sikap/falsafah
hidup.
3)
Cara
Memprioritaskan Masalah
Menurut Zaidin (2009), perioritas
masalah dapat di susun dengan cara menggunakan kriteria-kriteria penyusunan
skala prioritas sebagai berikut.
1. Sifat masalah
Skala yang digunakan adalah ancaman kesehatan, ketidak/kuran
sehat, dan krisis yang dapt diketahui. Faktor yang mempengaruhi adalah faktor
kebudayaan.
2. Kemungkinan masalah tersebut dapat
diubah/tidak
Bila masalah ini dapat diatasai dengan sumber daya yang ada
(tenaga, dana, dll), masalah akan berkurang atau mencegah lebih meluas. Skala
yang digunakan adalah mudah, hanya sebagian dan tidak dapat. Dipengaruhi oleh:
a.
Pengetahuan yang
ada, teknologi, dan tindakan untuk mengatasi masalah.
b.
Sumberdaya
keluarga dalam hal fisik, keuangan, tenaga dan waktu.
c.
Sumber daya
perawatan dalam bentuk fasilitas organisasi dalam masyarakat dan dukungan
masyarakat.
3. Potensi masalah untuk dicegah
Sifat dan beratnya masalah akan timbul dapat dikurangi atau
dicegah. Skala yang digunakan adalah tinggi, cukup, dan rendah. Dipengaruhi
oleh faktor:
a.
Lamanya masalah
(semakin lama, masalah semakin kompleks).
b.
Kerumitan
masalah. Hal ini berhubungan dengan beratnya penyakit atau masalah. Pad
umumnya, semakin berat masalah, semakin sedikit kemungkinan dabat
diubah/dicegah.
c.
Tidakan yang
sedang dijalankan adalh tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah. Tindakan
yang tepat akan meningkatkan kemungkinan untuk mevegah masalah.
d.
Adanya kelompok
“resiko tinggi” atau kelompok yang sangat peka meningkatkan potensi untuk
mencegah masalah.
4. Menonjolnya masalah
Cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal beratnya
dan mendesaknya masalah. Skala yang digunakan adalah masalah berat harus
ditangani, masalah tidak perlu ditangani, masalah tidak dirasakan.
4)
Pengukuran
Bobot Masalah
Menurut Zaidin (2009), skoring
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Tabel Skala
penyusunan Masalah Kesehatan Keluarga Sesuai Prioritas
Kriteria
|
Bobot
|
1.
Sifat masalah
Skala: Ancaman kesehatan
Tidak/kurang sehat
Krisis
2.
Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala : Dengan mudah
Hanya sebagian
Tidak dapat
3.
Potensi masalah untuk dicegah
Skala: Tinggi
Cukup
Rendah
4.
Menonjolnya masalah
Skala: Maslah berat harus ditangani
Maslah tidak perlu segera ditangani
Masalah tidak dirasakan
|
1
2
3
1
2
2
1
0
1
3
2
1
1
2
1
0
|
1. Tentuakan skor setiap kriteria
2. Skor dibagi dengan angka tetinggi dan
dikalikan bobot
Skor x
Bobot
Angka Tetinggi
3. Jumlah skor untuk semua kriteria, dengan
skor tetinggi adalah 5, sama dengan seluruh bobot.
3. Diagnosa Keperawatan
1)
Harga diri rendah berhubungan
dengan riwayat penolakan
2)
Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan
status mental
3)
Resiko bunuh diri berhubungan
dengan kekerasan psikis
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan
|
Rencana Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
|
Intervensi (NIC)
|
Harga diri rendah berhubungan dengan riwayat
penolakan
|
NOC
·
Self – Esteem
·
Self – Esteem: Chronic Low
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam harga diri pasien
meningkat, dengan kriteria hasil:
1.
verbalisasi
penerimaan diri
2.
penerimaan keterbatasan diri
3.
tingkat percaya diri naik
|
1.
Self-Esteem Enhancement
a. Bantu pasien untuk menemukan
penerimaan diri
b. Dukung (melakukan) kontak mata
saat berkomunikasi dengan orang lain
c. Dukung pasien untuk terlibat
dalam memberikan afirmasi positif melalui pembicaraan pada diri sendiri dan
secara verbal terhadap diri setiap hari
d. Berikan pengalaman yang akan
meningkatkan otonomi pasien dengan tepat
e. Sampaikan/ungkapkan kepercayaan
diri pasien dalam mengatasi situasi
f. Bantu untuk mengatur tujuan yang
realistik dalam rangka mencapai harga diri yang lebih tinggi
g. Berikan hadiah atau pujian
terkait dengan kemajuan pasien dalam mencapai tujuan
h. Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
i. Monitor tingkat harga diri dari
waktu ke waktu dengan tepat
|
5. Implementasi Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Hari/Tgl
|
Implementasi
|
TTD
|
1
|
Harga diri rendah
|
Senin, 6 Nov 2017 pukul 08.00
|
1.
Meningkatan harga diri
|
|
6. Evaluasi
No
|
Diagnosa
|
Evaluasi
|
1
|
Harga Diri
Rendah
|
S : Klien Mengatakan tidak percaya diri
dengan hasil karyanya
O : tidak
dapat mau memberikan tauakan hasil karya nya kepada orang lain (anggota
keluarganya)
A : masalah
belum teratasi
P :
intervensi dilanjutkan
|
Perilaku bullying ialah
penyalahgunaan kuasa yang dilakukan individu baik dalam konteks psikologis
maupun fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap individu yang memiliki daya
tahan atau proses adaptasi yang lemah terhadap suatu kelompok (Yusuf & Fahrudin,
2012).
Perilaku atau perbuatan bullying yang
terjadi di kalangan remaja memiliki bentuk yang beragam antara lain bullying
fisik, bullying verbal, bullying relasional dan bullying
elektronik. Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja menyakiti
atau melukai fisik orang lain, bullying verbal adalah perilaku yang dilakukan
dengan mengucapkan perkataan yang menyakiti atau menghina orang lain, bullying
relasional adalah perilaku yang mengucilkan atau mengintimidasi orang lain
dalam pergaulan, sedangkan bullying elektronik adalah perilaku yang menyakiti
orang lain dengan menggunakan jejaring sosial (Budiarti, 2013).
Berdasarkan analisis asuhan
keperawan dapat didiagnosa beberapa alasan seseorang terkena bullying antara
lain :
1)
Harga diri rendah berhubungan
dengan riwayat penolakan
2)
Isolasi sosial berhubungan dengan
perubahan status mental
3)
Resiko bunuh diri berhubungan
dengan kekerasan psikis
Berdasarkan hal tersebut maka
hal-hal yang harus dilakukan antara lain :
1)
Bantu pasien untuk menemukan penerimaan
diri
2)
Dukung (melakukan) kontak mata
saat berkomunikasi dengan orang lain
3)
Dukung pasien untuk terlibat dalam
memberikan afirmasi positif melalui pembicaraan pada diri sendiri dan secara
verbal terhadap diri setiap hari
4)
Berikan pengalaman yang akan
meningkatkan otonomi pasien dengan tepat
5)
Sampaikan/ungkapkan kepercayaan
diri pasien dalam mengatasi situasi
6)
Bantu untuk mengatur tujuan yang
realistik dalam rangka mencapai harga diri yang lebih tinggi
7)
Berikan hadiah atau pujian terkait
dengan kemajuan pasien dalam mencapai tujuan
8)
Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
9)
Monitor tingkat harga diri dari
waktu ke waktu dengan tepat
Dari berbagai kasus yang terjadi maka, diperlukan penanggulangan maupun pencegahan
agar anak tidak menjadi pelaku bullying
dengan
menghimbau para orang tua atau wali dari anak untuk mengembangkan kecerdasaan
emosional anak sejak kecil. Pendidikan untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain
dan memberikan penyadaran pada anak tentang peran dirinya sebagai mahluk sosial
yang memerlukan orang lain dalam kehidupannya.
Dalam
mengatasi dan mencegah bullying
diperlukan aturan yang bersifat menyeluruh yang mengikat antara guru dan
muridnya, dari kepala sekolah hingga wali murid/orang tua, kerjasama antara
guru, orang tua dan masyarakat atau pihak yang berwenang seperti polisi,
apparat hukum dan sebagainya sangan dibutuhkan untuk mengatasi persoalan bullying di sekolah.
Bulechek Gloria M, H, J, C. (2014). Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.Unitedstated
of America. ELSEVIER
Ehan,
D. (2007). Bullying dalam Pendidikan.
Bullying dalam Pendidikan, 1-21. Margaretha, & Nindya. (2012). Hubungan antara Kekerasan Emosional pada
Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental.
Herman, T. Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Ed. 10. Jakarta: EGC.
Moorheaad S, M, M, E. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. United Stated
of America. ELSEVIER
Murphy,
A. G. 2009. Character Education : Dealing
with Bullying. New York: Chelsea House Publishers.
Nurhalimah. 2015. Modul Keperawatan Jiwa I: Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Jiwa (Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial). Jakarta: AIPHSS.
Pratama,
A. A., Krisnatuti, D., & Hastuti, D. 2014. Gaya Pengasuhan Otoriter dan
Perilaku Bullying di Sekolah Menurunkan Self-Esteem Anak Usia Sekolah. Jur.
Ilm. Kel. & Kons.
Santrock,
J. W. 2007. Remaja, Edisi sebelas.
Surabaya: Penerbit Erlangga.
Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Yusuf, H.,
& Fahrudin, A. 2012. Perilaku
Bullying: Assesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial. Jurnal Psikologi
Undip.
Zaidin, Ali. 2009. Pengantar Keperawatan keluarga. Jakarta: EGC.
Komentar
Posting Komentar