Puji syukur kehadirat
Allah SWT, yang atas berkah dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Hukum Perdata Tentang Wanprestasi (Studi Kasus
Artis Cinta Laura Vs MD Entertaiment)”.
Dengan selesainya
makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan
masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen pengampu Ibu Hj. Siti Ummu Adillah, S.H, M.Hum, yang
telah membimbing saya dan mengarahkan saya dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini disusun
untuk para pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang wanprestasi dan
juga untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah Kapita Selekta Hukum
Perdata.
Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik
penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Terima kasih.
Semarang, 23 Oktober 2019
Penulis
HALAMAN
JUDUL....................................................................................... ........ i
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang tidak
sadar bahwa mereka disetiap harinya selalu melakukan perikatan. Hal-hal seperti
membeli suatu barang, sewa menyewa, pinjam meminjam, hal tersebut termasuk
suatu perikatan. Perikatan di Indonesia, diatur dalam buku ke III KUH Perdata
(BW). Dalam hukum perdata, banyak sekali cakupannya, salah satunya adalah
perikatan. Perikatan merupakan salah satu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban ataas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Di dalam hukum perikatan, setiap orang dapat
melakukan perikatan yang bersumber dari perjanjian, perjanjian apapun atau
bagaimanapun baik itu yang diatur dalam undang-undang ataupun tidak, inilah
yang disebut kebebasan berkontrak. Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa
yang dengan tegas ditentukan didalamnya melainkan juga segala sesuatu yang
menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau
undang-undang. Syarat-syarat yang diperjanjikan menurut kebiasaan, harus
dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas
diatur didalamnya.
Dengan adanya perjanjian terkadang seorang
debitor tidak melaksanakan kewaibannya dengan baik. Menurut M. Yahya Harahap wanprestasi
dapat dimaksudkan juga sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilaksanakan tidak selayaknya.
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik
untuk membahas tentang studi kasus wanprestasi yang akan diuraikan lebih dalam
pada bab berikutnya.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa yang
dimaksud dengan wanprestasi ?
2.
Apa saja
Macam-macam wanprestasi ?
3.
Kapan
terjadinya wanprestasi ?
4.
Apa akibat
adanya wanprestasi ?
5.
Bagaimana
studi kasus dan solusinya pada wanprestasi ?
Seringnya hal-hal yang menjadi persoalan
dalam hokum perjanjian adalah pengingkaran atau kelalaian seorang debitur
kepada kreditur, atau pemenuhan janji yang dilakukan oleh debitur. Dalam hukum
perdata, keduanya disebut dengan prestasi bagi yang memenuhi janji dan
wanprestasi bagi yang tidak memenuhi janji. Riduan Syahrani mendefinisikan
bahwa prestasi adalah suatu yang wajib dan harus dipenuhi oleh debitur dalam
setiap perikatan.
Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi
oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi adalah objek perikatan, sehingga
dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta
kekayaan debitor. Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa harta
kekayaan debitur, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya terhadap
kreditur. Namun, jaminan umum tersebut dapat dibatasi dengan jaminan khusus
berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antarpihak.
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang
berarti prestasi buruk. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang
telah disepakati dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua
kemungkinan alasan:
1.
Karena
kesalahan debitor, baik karena kesengajaan maupun kelalaian;
2.
Karena keadaan
memaksa (force majeure) di luar kemampuan debitor, sehingga debitor
tidak bersalah.
Untuk menentukan apakah seorang debitor
bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana
debitor dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Menurut Pasal
1234 KUHPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan
sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap
wanprestasi apabila seseorang:
1.
Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2.
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3.
Melakukan apa
yang dijanjikan tetapi terlambat;
4.
Melakukan
sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.
Terdapat
beberapa pandangan menurut para ahli tentang pengertian wanprestasi,
diantaranya:
a.
Dr. Wirjono
Prodjodikoro, SH
Wanprestasi
adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu
hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali
daslam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi
dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi”.
b.
Prof. R.
Subekti, SH
Wanprestsi
itu adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:
1)
Tidak
melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.
2)
Melaksanakan
apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana yang diperjanjikan.
3)
Melakukan apa
yang diperjanjikan tetapi terlambat,
4)
Selakukan
suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.
c.
H. Mariam
Darus Badrulzaman SH
H. Mariam Darus
Badrulzaman SH mengatakan bahwa apabila debitur “karena kesalahannya”
tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu wanprestasi atau
cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena dabitur tidak
melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena salahnya.
d.
M.Yahya
Harahap.
Wanprestasi
dapat dimaksudkan juga sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilaksankan tidak selayaknya.5
Jika debitur tidak
melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka
perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah prestasi yang buruk.
Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik
karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi
seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:
1.
Tidak
melaksanakan prestasi sama sekali.
Contoh: A dan
B telah sepakat untuk jual-beli motor dengan merek Snoopy dengan
harga Rp 13.000.000,00 yang penyerahannya akan dilaksanakan pada Hari Minggu,
Tanggal 25 Oktober 2011 pukul 10.00. Setelah A menunggu lama, ternyata si
B tidak datang sama sekali tanpa alasan yang jelas.
2.
Melaksanakan
tetapi tidak tepat waktu (terlambat).
Contoh:
(Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat waktu, tapi membawa motor Miu bukan
merk Snoopy yang telah diperjanjikan sebelumnya.
3.
Melaksanakan
tetapi tidak seperti yang diperjanjikan.
Contoh:
(Konteks contoh nomor 1). Si B datang pada hari itu membawa motor Snoopy,
namun datang pada jam 14.00.
4.
Debitur
melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Contoh:(Konteks contoh
nomor 1). Si B datang tepat pukul 10.00 pada hari itu dan
membawa motor Snoopy, namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga
yang sudah jelas-jelas dilarang dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya.
Dalam hal bentuk prestasi
debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat
debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan
bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu
apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH
Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu
tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk
menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis
dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut
dengan somasi.
Praktek hukum
perikatan di dalam masyarakat, untuk menentukan sejak kapan seorang debitur
wanprestasi terkadang tidak selalu mudah, karena kapan debitur harus memenuhi
prestasi tidak tidak selalu ditentukan dalam perjanjian. Dalam perjanjian jual
beli, sesuatu barang, mislnya, tidak ditetapkan kapan penjual harus menyerahkan
barang yang dijualnya kepada pembeli, dan kapan pembeli harus membayar harga
barang yang dibelinya kepada penjual.
Lain hal dalam
menetapkan kapan debitur wanprestasi pada perjanjian yang prestasinya untuk
tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak membangun tembok yang tingginya
lebih dari dua meter, sehingga begitu debitur membangun tembok yang tingginya
lebih dua meter, sejak itu debitur dalam keadaan wanprestasi.
Perjanjian
yang prestasinya untuk memberi sesuatu atau untuk berbuat sesuatu, yang tidak
menetapkan kapan debitur harus memenuhi prestasi tersebut, sehingga untuk
memenuhi prestasi tersebut, debitur harus lebih dahulu diberi teguran (somasi)
agar debitur memenuhi kewajibannya.
Jika dalam
prestasi tersebut dapat seketika dipenuhi, misalnya penyerahan barang yang
dijual dan barang yang akan diserahkan sudah ada, pprestasi tersebut dapat
ditunut supaya dipenuhi seketika. Akan tetapi, jika prestasi dalam perjanjian
tersebut tidak dapat dipenuhi seketika, misalnya barang yang harus diserahkan
masih belum berada di tangan debitur, kepada debitur (penjual) diberi waktu
yang pantas untuk memenuhi prestasi tersebut.
Tentang
bagaimana cara memberikan teguran (somasi) terhadap debitur agar jika debitur
tidak memenhui teguran itu dapat dikatakan wanprestasi, diatur dalam Pasal 1238
BW yang menentukan, bahwa teguran itu harus dengan surat perintah atau dengan
akta sejenis.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur
yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika
atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan
itu dengan kata lain somasi adalah peringatan agar debitur
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tegoran kelalaian yang telah
disampaikan kreditur kepadanya.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Si berutang adalah lalai,
apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Dari ketentuan pasal tersebut
dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in
gebreke stelling).
Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
a.
Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk
penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur
kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit
juru Sita”
b.
Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
c.
Tersimpul dalam perikatan itu
sendiri
Maksudnya sejak pembuatan
perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Dalam perkembangannya, suatu
somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat
dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim
apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan
peringatan secara tertulis.
Dalam keadaan tertentu, somasi
tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi
yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn),
prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui
dirinya wanprestasi.
Tidak dipenuhinya perikatan yang diakibatkan
oleh kelalaian debitur atau wanprestasi sebagai akibat situasi dan kondisi yang
resikonya ada pada diri debitur menimbulkan beberapa akibat. Akibat-akibat
wanprestasi adalah:
1.
Debitur harus
membayar ganti rugi (Pasal 1279 BW);
2.
Beban resiko
bergeser ke arah kerugian debitur. Suatu halangan yang timbul ke permukaan
dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditur setelah pihak debitur melakukan
wanprestasi, kecuali ada kesengajaan atau kelalaian besar (culpa lata) pada
pihak kreditur atau tidak dapat mengendalikan (overmacht).
3.
Jika perikatan
timbul dari suatu persetujuan timbal balik , maka pihak kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi melalui cara Pasal
1302 BW atau melalui exceptio non adimpleti contractus menangkis
tuntutan debitur untuk memenuhi perikatan.
Adapun akibat yang diberikan kepada pihak
yang melakukan wanprestasi diancam beberapa sanksi atau hukuman, yaitu:
1.
Membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan atau disebut ganti rugil
2.
Pembatalan
perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
3.
Peralihan
resiko;
4.
Membayar biaya
perkara, jika sampai diperkarakan di depan hakim.
Salah satu contoh kasus wanprestasi adalah
sebagaimana yang dilakukan oleh salah seorang artis, Cinta Laura. Kasus tersebut bermula dari ketidakpuasan pihak MD
Entertaiment karena beranggapan bahwa pihak Cinta Laura menyalahi klausial
kontrak. Cinta Laura yang awalnya terikat perjanjian dengan pihak MD
Entertaiment pada pertengahan Mei 2006, untuk pembuatan sinetron serial
bertajuk Bidadari, dalam kontrak tersebut disebutkan, kontrak dianggap mulai
berlaku jika syuting Bidadari dimulai.
Namun, stasiun SCTV yang bekerjasama dengan
MD Entertaiment dalam penayangan sinteron serial ini, tiba-tiba secara sepihak
membuat kesepakatan baru untuk menggunakan artis Cinta Laura sebagai pemain
utama sinetron lain yang bertajuk Cinderella, sehingga pada akhirnya Cinta
Laura menjalani syuting sinetron Cinderella dan dalam kontraknya dituntut untuk
menyelesaikan sinetron tersebut sampai 316 episode. Akan tetapi, dalam
perjalanannya pihak Cinta Laura hanya menyelesaikannya sampai 310 episode.
Itulah yang menyebabkan pihak MD Entertaiment menuntut Cinta Laura karena tidak
menyelesaikan kontrak eksklusifnya pada MD Entertaiment. Pihak MD Entertaiment
menuntut Cinta Lura agar menyelesaikan kontraknya, membayar ganti rugi, serta
memutuskan hubungan kerja dengan sinemart.
Pihak MD Entertaiment menuntut Cinta Laura
untuk membayar sebesar Rp 1.179.160.000 untuk kerugian materil dan Rp
500.000.000 untuk kerugian imateriil yang totalnya mencapai Rp 1.216.460.000
secara tanggung renteng. Namun pada akhirnya pihak Cinta Laura yang memenangkan
perkara tersebut, pihak MD Entertaiment merasa dirugikan, namun pihak Cinta
Laura juga merasa dirugikan karena harus mengembalikan honor yang sudah
diterima sebesar Rp 28.000.000 sebagai down payment atau
sebagai nofum.
Lebih lanjut kasus wanprestasi yang dituduhkan
pihak MD Entertaintment kepada artis Cinta Laura menurut
kuasa hukum Cinta, Junimart Girsang, sebenarnya berasal dari perjanjian
601 yang dibuat pada Mei 2006 silam. Masalahnya, perjanjian itu tidak
ditandatangani oleh ibunda Cinta, Herdiana.
Diterangkan oleh Junimart, adendum yang
dibuat pihak MD tersebut tidak ditandatangani oleh Herdiana. Apalagi, jika yang
menandatangani adendum sepihak maka perjanjian itu batal demi hukum.
"Bahwa permasalahan muncul berdasarkan
perjanjian eksklusif 601 yang dibuat bulan Mei 2006 diatur tentang produksi
sinetron dan serial TV. Dan dibuat adendum, dan adendum ini tidak
ditandatangani oleh Cinta Laura dalam hal ini ibu Herdiana. Kalau
adendum ditandatangani sepihak maka batal demi hukum. Lalu mereka buat adendum
lagi 174 bulan Juli 2007 hanya membuat perjanjian 1515 dalam arti 601 tidak
berlaku, ini sudah jelas," terang Junimart saat ditemui di SMP Pangerasaan
Desa Cipucung, Cijeruk, Bogor, Jawa Barat (20/02).
Lebih lanjut, Junimart menjelaskan dengan
adanya perjanjian 601 ini yang paling dirugikan adalah
pihak Cinta karena sudah menjalani perjanjian dalam bentuk stripping
sesuai dengan perjanjian 601 tidak sesuai dengan serial TV.
"Cinta kembalikan honor yang sudah
dia terima sebesar Rp28 juta sebagai down payment atau sebagai nofum. Cinta sudah
menjalankan sesuai perjanjian dalam bentuk stripping. Justru yang dirugikan
dalam hal ini pihak Cinta Laura, karena dia menjalani perjanjian 601 tidak
sesuai dengan serial TV. Maka kita gugat perkara ini," tutur
Junimart.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan penjabaran pembahasan di
atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Wanprestasi
artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan.
2.
Macam-macam
wanprestasi diantaranya:
a.
Tidak
melaksanakan prestasi sama sekali.
b.
Melaksanakan
tetapi tidak tepat waktu (terlambat).
c.
Melaksanakan
tetapi tidak seperti yang diperjanjikan.
d.
Debitur
melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
3.
Mulai
berlakunya wanprestasi dapat terjadi ketika pihak yang melanggar janji tidak
mengindahkan somasi yang dilontarkan oleh pihak yang dirugikan.
4.
Akibat adanya
wanprestasi, diantaranya:
a.
Debitur harus
membayar ganti rugi (Pasal 1279 BW);
b.
Beban resiko
bergeser ke arah kerugian debitur.
c.
Jika perikatan
timbul dari suatu persetujuan timbal balik , maka pihak kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi melalui cara Pasal
1302 BW atau melalui exceptio non adimpleti contractus menangkis
tuntutan debitur untuk memenuhi perikatan.
5.
Salah satu
contoh kasus wanprestasi adalah sebagaimana yang terjadi antara Cinta Laura
dengan pihak MD Entertaiment, karena pihak Cinta Laura tidak memenuhi kontrak
yang seharusnya syuting sebanyak 316 episode, namun Cinta Laura hanya melakukan
syuting sebanyak 310 episode. Walaupun akhirnya pengadilan memenangkan pihak
Cinta Laura.
Diharapkan kepada semua pihak yang
telah melakukan perjanjian untuk tidak melakukan wanprestasi yang telah nyata
menimbulkan kerugian pada kreditur umumnya dan hakim diharapkan mampu untuk
bersikap bijak dalam mencari keadilan pada perkara wanprestasi agar kedepannya
tidak terulang kembali.
Abdul Rosyid Sulaiman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan:
Teori dan Contoh Kasus. Prenada Media, Jakarta, 2005.
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata
Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.
Gr. Van der Burght, Buku Tentang
Perikatan, Mandar Maju, Bandung 1999.
Misbahul Romdoni, Kasus Wanprestasi Cinta
Laura Keihl, melalui
<http.kakdony.blogspot.co.id/2013/10/kasus-wanprestasi-cinta-laura-keihl.html.>
diunduh 3 Februari 2016 Pukul 22:58 WIB
Neng Yani Nurhayani, Hukum
Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015.
Noviana Indah TW, 2010. Pengacara: Perjanjian MD
Entertainment Rugikan Cinta Laura . pada :
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan
Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2013, hl m. 218.
Subekti, Hukum Perjanjian,
Intermasa, Jakarta, 1991.
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1999.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum
Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981.
Komentar
Posting Komentar